Masih saling sayang, masih saling cinta, namun terpaksa harus berpisah karena ego dan desakan dari orang tua. Ternyata, kata cinta yang sering terucap menjadi sia-sia, tak mampu menahan badai perceraian yang menghantam keras.
Apalagi kehadiran Elana, buah hati mereka seolah menjadi pengikat hati yang kuat, membuat mereka tidak bisa saling melepaskan.
Dan di tengah badai itu, Elvano harus menghadapi perjodohan yang diatur oleh orang tuanya, ancaman bagi cinta mereka yang masih membara.
Akankah cinta Lavanya dan Elvano bersatu kembali? Ataukah ego dan desakan orang tua akan memisahkan mereka dan merelakan perasaan cinta mereka terkubur selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jesslyn Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Elana
Ditemani Ryuji, Vanya tiba di sekolah Elana. Langkahnya mendadak melambat di depan gerbang, keraguan terpancar jelas di wajahnya.
Ryuji menggenggam tangan Vanya dan meyakinkannya. Vanya dan Ryuji pun akhirnya masuk ke dalam ruang kantor, untuk menemui guru piket.
"Selamat siang Miss, saya orang tua dari Elana Nayarra Dharmawan," sapa Vanya ramah, pada guru piket yang bertugas.
"Iya ada yang bisa di bantu Bu?"
"Begini Miss, ada yang mau saya bicarakan mengenai Elana,"
"Sebentar ya Bu, saya panggilkan wali kelas Elana terlebih dahulu,"
Tak berselang lama wali kelas Elana datang menghampiri Vanya.
Vanya pun menjelaskan apa yang terjadi pada Elana akhir-akhir ini.
"Memang betul Bu, saya perhatikan akhir-akhir ini Elana memang sedikit berbeda, apalagi sejak kedatangan Omanya beberapa waktu yang lalu," Jelas wali kelas.
"Apa saya bisa melihat rekaman cctv?"
"Tentu Bu, mari saya tunjukkan."
Walaupun CCTV hanya merekam gambar bisu, gestur Mama Erika begitu kentara. Raut wajahnya yang dingin dan tatapan tajamnya seolah menusuk Elana, membuat Elana ketakutan.
Rekaman CCTV ini sudah cukup menjadi bukti, Vanya tidak akan tinggal diam ketika ada orang yang menyakiti Elana.
"Miss.. apa saya boleh bertemu dengan Elana sekarang?"
"Tentu saja Bu, mohon tunggu sebentar, saya akan memanggil Elana,"
Tak berselang lama Elana datang bersama wali kelasnya.
"Elana," Vanya memeluk erat Elana ketika gadis kecil itu memasuki ruangan.
"Mami..." Seolah mencurahkan rindu, Elana pun membalas pelukan Vanya, tidak kalah erat.
"Elana, jangan takut nak, Mami di sini," Vanya menangkup pipi Elana, dan meyakinkan gadis kecil itu.
Pertemuan anak dan ibu itu penuh haru.
"Elana.. apa yang Oma katakan pada Elana?" Vanya sangat penasaran dengan apa yang di katakan mama Erika.
Elana menggeleng, ia seolah masih takut untuk berbicara.
Vanya menggenggam erat tangan Elana, meminta gadis kecilnya itu jujur. "Jangan takut sayang. Bilang sama Mami."
Meski ragu, Elana menceritakan semua yang di katakan Mama Erika dan juga Bella.
Mendengar penuturan Elana, Vanya mengepalkan tangan. Amarahnya membara, hatinya mendidih.
"Elana percaya 'kan sama Mami? Mami akan baik-baik saja. Mami juga akan menjaga Elana,"
Elana mengangguk, sejujurnya ia pun merasa tidak betah tinggal bersama Vano, apalagi ada Bella dan mama Erika sering berkunjung kesana.
"Elana pulang sama mami ya?"
Akhirnya Elana menyetujui dan akan ikut pulang bersama Vanya nanti.
Ternyata Vano sudah menunggu Elana di luar gerbang, karena ini bertepatan dengan jam pulang sekolah. "Elana tunggu sebentar ya sama om Ryuji, Mami mau berbicara dengan Papi sebentar,"
Elana pun menurut, Ia menunggu di dalam mobil bersama Ryuji.
"Vano!" Vanya menghampiri Vano yang tengah menunggu Elana.
Vano nampak khawatir melihat wajah pucat Vanya. "Vanya, kamu sakit?"
Vanya menggeleng, kondisinya tidak penting saat ini. "Aku tidak apa-apa, Oh iya Vano. Aku akan membawa Elana pulang bersamaku,"
"Elana sudah mau? Syukurlah kalau begitu," Vano merasa lega jika memang Elana sudah mau tinggal bersama Vanya lagi.
"Tapi Vano... " Vanya seolah ragu untuk mengatakannya.
"Ada apa Vanya? Katakanlah... Jangan membuatku khawatir,"
"Aku tidak bermaksud untuk menuduh mama Erika maupun Bella, tapi kenyataannya ini semua ulah mereka,"
"Apa?!" Vano tak habis pikir, apa benar ini ulah mama Erika dan juga Bella.
"Kita bahas lain kali," Vanya merasa lemas, bahkan tak punya tenaga untuk berbicara.
"Vanya, buka blokir di ponselmu,"
Vanya hanya mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Vano hanya memandangi dengan tatapan kosong. Sesungguhnya hatinya terasa sakit melihat keadaan Vanya seperti itu.
"Vanya, sebaiknya kita ke rumah sakit," bujuk Ryuji yang khawatir melihat Vanya yang semakin lemah.
Vanya hanya mengangguk lesu.
Dering ponsel membuyarkan lamunan Vano. "Sayang kok belum pulang?" Tanya Bella ketika panggilan terhubung.
"Aku akan pergi ke kantor," jawab Vano berbohong.
"Kantor? Apa Elana juga ikut?" tanya Bella memastikan.
"Iya,"
"Ya sudah, cepat pulang, kasihan Elana harus nunggu kamu kerja,"
"Hmmm..." Vano pun menutup panggilannya. untuk sementara biarlah Bella tidak tahu apa yang terjadi saat ini. Vano juga harus mencari tahu keterlibatan Bella dan mama Erika.
Sebenarnya itu hanya alasan Vano saja, nyatanya Vano mengikuti kemana mobil Ryuji pergi, dan ternyata mobil yang mereka tumpangi pegi ke rumah sakit.
Vano tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya melihat dari kejauhan. "Aku bahkan tidak bisa melakukan apa-apa ketika kamu sakit," Gumamnya lirih.
-
-
"Elana, pulang dulu ke rumah Oma Herlina ya sayang." Bujuk Vanya, bagaimanapun rumah sakit tempat yang rentan terhadap penyakit, apalagi bagi Elana yang masih anak-anak.
"Mami sama siapa di sini?" Elana nampak khawatir meninggalkan Vanya sendiri di rumah sakit
Vanya berusaha meyakinkan. "Di sini banyak perawat yang jaga sayang,"
"Benar apa yang di katakan Mami, Besok pagi kita jaga Mami lagi," ucap Mama Herlina membantu membujuk Elana.
Setelah dibujuk, akhirnya Elana luluh dan bersedia pulang bersama Mama Herlina dan Pak Hartono. Pasangan suami-istri itu sejak sore di rumah sakit menemani Vanya.
Kini, ruangan itu hanya menyisakan Vanya seorang diri. Kantuk memang menyerang, namun matanya menolak terpejam. Pikirannya terlalu riuh untuk memberinya ketenangan.
Vanya meraih ponsel yang sejak tadi terabaikan. Beberapa pesan masuk dari Ryuji. Pria itu sudah pulang sejak sore, tak lama setelah kedatangan mama Herlina.
Vanya pun membalas pesan Ryuji. Namun tiba-tiba pintu rumah sakit terbuka.
"Vano... Sedang apa di sini?" Vanya kaget mengapa Vano bisa tahu kalau dirinya berada disini.
"Aku hanya menjengukmu," Vano membawa sebuket bunga Peony berwarna pink yang merupakan kesukaannya, juga makanan favorit Vanya.
"Tidak perlu, pulanglah!" tolak Vanya.
"Aku tidak akan membiarkanmu sendirian," Vano menyimpan bunga itu di samping Vanya.
" Vano, istrimu sedang hamil, sedangkan kamu malah lebih perhatian pada wanita lain,"
"Kamu tahu dari mana?" tanya Vano penuh selidik.
"Jadi benar?" Vanya pun penasaran, karena ia belum tahu kejelasannya.
"Entahlah." Vano nampak tak peduli dengan Bella, ia membuka makanan yang di bawanya.
"Makanlah..." Vano berinisiatif menyuapi Vanya.
"Aku sudah makan, pulanglah! Aku lelah, ingin istirahat." Vanya bahkan tak memberikan Vano kesempatan untuk mendekatinya lagi.
"Aku akan menemanimu malam ini," Vano tidak perduli walaupun Vanya terus menolaknya.
"Vano tolong jangan seperti ini, jangan mempersulit keadaanku. Aku tidak mau Bella maupun mama Erika semakin benci padaku dan Elana. Aku hanya ingin hidup tenang bersama Elana."
"Vanya... Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian seperti ini,"
"Aku tidak sendiri, lagi pula ada banyak perawat di sini," Vanya tetap dengan pendiriannya, dirinya tidak ingin lagi terikat dengan Vano.
"Tetap saja..."
"Aku yang akan menemani Vanya di sini," ucap Ryuji yang tiba-tiba masuk.
"Apa sudah sejauh itu hubungan kalian?" tanya Vano kecewa.
"Apapun hubungan kami, tidak ada urusan denganmu," ucap Vanya ketus.
Vano yang kesal kemudian pergi begitu saja.
Ryuji menghampiri Vanya yang nampak risau. "Kamu tidak apa-apa, Vanya? Aku khawatir kamu tidak membalas pesanku,"
"Saya tidak apa-apa, Pak," jawab Vanya sambil memandangi buket yang di bawa Vano.
-
-
Sementara itu Bella nampak khawatir karena Vano belum juga pulang, ia sudah beberapa kali menghubunginya, namun pria itu malah mematikan ponselnya. "Apa mereka di apartemen Vanya sekarang?"
"Ma, Kak Vano dan Elana belum pulang sampai sekarang, aku curiga mereka di tempat Vanya sekarang," Bella mengadu pada mama Erika.
"Apa?! Ya sudah biar mama ke sana! Kamu kirimkan alamat tempat tinggal Vanya,"
"Iya Ma, Bella sudah kirim lewat pesan."
"Kamu tenang saja, jangan banyak pikiran. Kamu harus jaga kehamilanmu," Mama Erika meyakinkan.
"Iya Ma, terimakasih," Bella pun memutuskan sambungan telponnya. "Vanya.. lihat saja apa kamu masih mau bermain-main denganku?" Bella yakin Mama Erika pasti akan memberikan balasan yang setimpal untuk Vanya.
***
Jangan lupa like dan komen yaa...
akankah Karina kapur jadi kunci??? nantikan kelanjutannya.........