Alena Prameswari percaya bahwa cinta bisa mengubah segalanya.
Tapi setelah tiga tahun menikah dengan Arga Mahendra, ia sadar bahwa kesetiaan tak akan berarti bila hanya satu pihak yang berjuang.
Saat pengkhianatan terbongkar, Alena memilih pergi. Ia menerima proyek desain di Dubai... tempat baru, awal baru.
Tanpa disangka pertemuan profesional dengan seorang pangeran muda, Fadil Al-Rashid, membuka lembaran hidup yang tak pernah ia bayangkan.
Fadil bukan hanya pria miliarder yang memujanya dengan segala kemewahan,
tetapi juga sosok yang menghargai luka-luka kecil yang dulu diabaikan.
Namun cinta baru tak selalu mudah.
Ada jarak budaya, gengsi, dan masa lalu yang belum benar-benar selesai. Tapi kali ini, Alena tak lari. Ia berdiri untuk dirinya sendiri... dan untuk cinta yang lebih sehat.
Akankah akhirnya Alena bisa bahagia?
Kisah ini adalah journey untuk wanita yang tersakiti...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter — 31.
Di dalam mobil kerajaan setelah meninggalkan landasan, Ammar hanya bisa tersenyum melihat sikap Yumna yang begitu protektif. Mereka sudah sepakat menyembunyikan hubungan ini sementara waktu, agar mulus dan tidak ada campur tangan siapa pun. Dan benar saja, bayangan Layla sudah muncul mengganggu.
“Aku mengira kamu ingin kita tetap diam-diam… termasuk di depan Layla,” ujar Ammar lembut, matanya menatap ke depan namun senyumnya jelas ditujukan untuk Yumna.
Yumna menyilangkan tangan di dada. “Begitu tahu kamu akan kembali kesini, aku sudah punya firasat buruk. Dan benar saja... wanita itu datang. Aku kira dia sudah menyerah, rupanya masih memperhatikan setiap gerak-gerik mu. Untung ada aku, kekasih galakmu ini... datang tepat waktu."
Ammar terkekeh lalu menyentuh ujung hidung Yumna sebelum mengeluvs pipi wanita itu. “Jangan cemberut, aku sudah milikmu sepenuhnya. Kamu mengejarku sampai ke London, dan tidak pernah menyerah. Kamu yang menyembuhkan semua lukaku setelah aku disakiti Layla. Jangankan kembali padanya… memikirkannya pun aku sudah malas. Dia tidak selevel denganmu, sayang.”
Ucapan itu membuat pipi Yumna memanas, lalu ia membalas dengan kecupan cepat di pipi Ammar. Sejak remaja ia mencintai pria ini, tapi dulu perasaan Ammar justru berlabuh pada Layla. Kini, nasib berputar. Dan Yumna akhirnya mempunyai kesempatan setelah mereka berpisah. Kini, dia tidak akan membiarkan siapapun merebut Ammar darinya.
“Aku percaya padamu,” katanya pelan namun penuh penekanan, “Tapi aku tak percaya pada Layla, wanita licik itu selalu punya cara. Jadi bersiaplah... aku tak akan membiarkan satu detik pun celah untuknya. Aku akan terus menempelimu!”
Ammar menarik Yumna ke dalam pelukan, mengecup keningnya dengan ketenangan yang menenangkan. “Kamu satu-satunya yang aku cintai... satu-satunya wanitaku.”
Mobil terus melaju menuju istana, tempat Lady Eleanor berada.
.
.
Istana Al-Qamar – Ruang Sidang Kerajaan.
Di ruangan rapat, para dewan berkumpul hadir. Selain untuk membahas hukuman untuk Pangeran Aziz, mereka juga membicarakan tentang calon putra mahkota. Kini, pangeran Khalid tak lagi bisa ditunjuk.
Khalid sendiri ikut duduk di antara para dewan, “Aku menerima posisiku sebagai calon putra mahkota dicoret, aku bahkan merasa malu atas perbuatan ayahku. Tapi, ini juga sudah menjadi keputusanku. Aku tidak ingin ayahku terus berbuat kejahatan, hanya demi aku menjadi pemimpin.“
Lalu pria itu menatap Lady Eleanor. “Bibi, maafkan ayahku. Aku juga baru tau, kalau dia lah yang menyabotase kematian Paman. Aku tak menduga, ayah begitu kejam dengan membunuh saudaranya sendiri... hanya demi tahta yang ingin dia berikan padaku. Membayangkan aku menjadi pemimpin namun dengan mengorbankan darah dari Paman Rashid dan Humaira, aku bahkan merasa mual.“
“Kamu tak salah, Khalid. Kau bahkan berani melaporkan ayahmu sendiri, kau sudah menjadi pangeran yang jujur. Sayangnya, sepertinya karena kejahatan ayahmu... para dewan harus mencoretmu dari posisi putra mahkota.“ Lady Eleanor bicara lembut seperti seorang ibu pada putranya.
“Tak apa, Bibi. Apa Fadil sudah mengetahui masalah pembunuhan pada Paman?"
Lady Eleanor menggeleng. "Belum, Bibi takut dia tak akan bisa menerima."
"Baiklah, Bibi. Ijinkan aku yang bicara padanya, aku sendiri akan meminta maaf atas perbuatan ayahku padanya. Aku sebagai putra, harus ikut bertanggungjawab.“ Khalid tampak masih terpukul.
Lady Eleanor hanya mengangguk. Dia lalu menatap para dewan. “Ammar sudah dalam perjalanan kesini, dia adalah pilihan paling tepat. Dia berpendidikan, dan tidak pernah tercemar skandal.”
Pangeran Hasan menoleh pelan, wajahnya tenggelam dalam dilema. “Tapi, Ammar sepertinya tidak menginginkan posisi itu. Ia bahkan meninggalkan negeri ini… demi mencari hidupnya sendiri.”
“Dia hanya ingin menyembuhkan lukanya, dia juga tidak rakus kekuasaan. Itu lah yang membuatnya... tepat untuk jadi pemimpin.”
Suasana hening.
Tiba-tiba, suara sepatu beradu dengan lantai menghentak ruang sidang. Ammar masuk bersama Yumna, keduanya terlihat begitu serasi.
“Pangeran Ammar, Putri Yumna.“ Sahut semua orang menyapa.
Sorot mata Ammar memancarkan wibawa yang tak perlu dijelaskan, ia melangkah mantap ke dalam ruang dewan.
“Assalamualaikum,” sapanya tenang.
“Waalaikumsalam,” para dewan menjawab dengan hormat.
“Pangeran Ammar, silakan duduk.” Ucap salah satu dewan mempersilakannya.
Yumna yang berada di samping Ammar, menunduk tipis. “Ini urusan internal kerajaan, aku akan berjalan-jalan di taman. Hubungi aku bila sudah selesai...”
Ammar mengangguk dan tersenyum tipis.
Wanita itu melangkah pergi dengan anggun, ciri khas seorang putri bangsawan. Lady Eleanor yang mengamati, menahan senyum puas pada sikap Yumna.
Sementara itu, Khalid pun berdiri. Ia merasa pembicaraan yang melibatkan dirinya sudah rampung. Ada hal yang lebih penting, ia harus menghubungi Fadil.
Keluar dari ruangan, Khalid menemukan Yumna tengah berdiri di dekat air mancur. Angin lembut meniup rambut indahnya, Khalid menghampiri wanita itu.
“Putri Yumna, lama tidak berjumpa. Aku terkejut melihatmu datang bersama Pangeran Ammar.”
Yumna tersenyum kecil. “Layla melepaskan permata paling berharga dalam hidupnya. Keserakahannya membuatnya mengejar dua matahari sekaligus... Fadil dan Ammar. Untung Ammar hanya terjebak dalam kebodohan sesaat. Sebelum pernikahan itu terjadi, ia melihat kedok asli Layla.”
Khalid mendengus pelan. “Layla memang tamak. Entah siapa yang bisa menghentikan kegilaan wanita itu?”
Yumna mengangkat bahu ringan. “Mungkin, aku. Ah ya, kenapa kau keluar?“
“Kau pasti sudah mendengar keadaanku,” ujar Khalid setelah hening sesaat. “Kini Ammar menjadi satu-satunya kandidat kuat untuk kursi putra mahkota. Terlebih jika keluargamu memberi dukungan padanya, maka posisinya semakin kokoh. Selamat, tampaknya tak lama lagi kau akan menjadi putri mahkota... lalu jadi Ratu.”
“Aku tak pernah mengejar tahta.” Tatapan Yumna teguh. “Tapi... jika memang Ammar layak dan mampu memimpin, aku akan selalu berdiri di sisinya.”
Khalid mengangguk paham. “Aku harus pergi.”
“Baik, lain waktu kita berkumpul bersama. Aku juga ingin bertemu Alena, wanita yang berhasil mencuri hati calon adik iparku itu. Kabarnya, Fadil bahkan membangun kembali istana gurun... warisan kakeknya demi wanita itu.”
“Oke, kita atur waktu... sebelum Ammar tenggelam dalam kesibukan sebagai putra mahkota nantinya,” balas Khalid, sebelum akhirnya ia melangkah pergi.
Tak lama, ia bertemu Fadil di perusahaan. Tanpa basa-basi, Khalid langsung menunduk tipis. “Maafkan aku, Fadil.”
Fadil mengerutkan kening.
Masalah Humaira sudah selesai… jadi, ada apa lagi? Kenapa Khalid kembali meminta maaf padanya?