Dari sekian banyak yang hadir dalam hidupmu, apa aku yang paling mundah untuk kau buang? Dari sekian banyak yang datang, apa aku yang paling tidak bisa jadi milikmu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AYU 21
"Yuk, ada kertas hvs ngga?"
Gue menoleh saat Lia tiba tiba duduk disebelah gue, memecah kefokusan gue saat sedang mengerjakan tugas di taman. Sendirian, tentu saja.
"Dikamar ada"
"Nanti minta ya?"
Gue mengangguk pelan sebelum kembali lagi melanjutkan tugasnya. Sementara Natalia sibuk berkutat dengan ponselnya.
"Ga ada kelas lo?"
"Lo tau, tiba tiba Zidan ngajakin gue main basket sama anak komplek"
Gue menoleh, bukankah ini keluar dari pertanyaan gue barusan? Tatapan gue sedikit mengartikan kekesalan sekarang, bahkan Lia tidak peduli dan terus sibuk dengan ponselnya.
"Aneh kan? Padahal dia selalu ngajak ribut,"
"Gue udah bilang dia suka sama lo" gue kembali menatap laptop, mengabaikan omongan omongan yang kian tak masuk akal dari Natalia.
"Oh ya, lo waktu itu ke timezone sama Juna nggak ngajakin gue!" Kali ini Lia meletakkan ponselnya di meja taman lantas menatap sekeliling dengan tatapan malas, tentu saja.
"Emang lo ngga diajak"
"Iya iya yang lagi pdkt mah!" Kali ini Natalia membuka totebagnya, mengeluarkan dua buah roti selai coklat yang katanya baru saja dia beli didepan kampus.
"Btw, tugas Pak Wisnu kenapa ya makin hari makin bertambah aja? Kayak ngga ada habisnya" nada bicara Lia kali ini memelan, sambil membuka bungkus roti itu dengan lamunan.
Gue terkekeh pelan menatap Natalia yang makin memelas. Mata pelajaran Pak Wisnu yang sering sekali Lia singgung memang lebih banyak jam kosong, tapi lebih banyak juga tugasnya. Tak salah jika gadis itu terus mengeluh, bahkan kalau gue jadi Lia pun dari pada mengerjakan gue lebih akan mengeluh.
"Dari dulu gue ngga mengimpikan kuliah!"
Gue mendegus, "bersyukur lo hidup dikeluarga yang mau ngebiayain lo kuliah"
Lia melirik, "engga, kuliah tuh capek, Yuk!"
"Liat orang dibawah lo"
Bukannya paham maksud gue, gadis itu benar benar melihat kebawah. Membuat gue rasanya ingin menjitak kepala Lia sampai berbunyi.
"Gob*ok tau ngga sih, Li"
Gadis itu terkekeh.
"Ada banyak orang yang pengen ada diposisi kita, ada juga yang mati matian ngebiayain diri sendiri juga"
"Lo ngomongin Juna ya?"
"Emang yang kaya gitu Juna doang?"
"Ya engga, tuh panjang umur"
Gue menatap ke arah Lia juga menatap. Tepat di lorong yang didapati beberapa mahasiswa ada Juna dan Zidan sedang bercakap, berjalan ke arah tempat kita berdua berada.
"Buat gue nih"
Natalia menekuk bibirnya saat Zidan tiba tiba meraih rotinya dimeja.
"Itu buat Ayuk!"
"Udah makan aja, Zid" ucap gue.
"Kok lo gitu?"
Kedua manusia itu ikut bergabung. Zidan yang sedikit menjulurkan lidahnya sebelum memakan roti coklat itu dan Juna yang membereskan beberapa kertas gue dimeja.
"Jorok Ayuk teh" sela Zidan.
Gue hanya melirik sambil sesekali menghela napas. Prioritas gue bukan lagi kertas kertas itu, tapi laptop gue yang keburu habis batrai. Jadi gue harus menyelesaikannya sekarang supaya di kosan tinggal rebahan aja.
"Ntar mau nonton live music ngga nih?"
"Band fakultas sebelah keren sih" timpal Lia saat Zidan lebih dulu bersuara.
"Kaya asik aja acaranya" kali ini Juna bergabung disaat gue justru lebih memilih diam.
Akhir akhir ini kampus memang disibukkan dengan acara, entah itu live music atau bahkan sampai bazar. Membuat beberapa hari terakhir kampus terlihat lebih ramai karena dibuka untuk umum. Acaranya berlangsung dari sore sampai malam, cocok juga untuk malam mingguan.
"Gabut kan lo?" Zidan melirik pada Lia. Setelah ajakannya yang gue yakini adalah modus untuk main bakset bersama anak komplek. Gue yakin kali ini Zidan akan mengajak Lia nanti malam.
"Tapi tugas Pak Wisnu lebih penting sih"
"Ngga asik lo!"
Gue mengklik tombol save setelah semua tugas selesai, sebelum menutup laptop, dan menyimpannya kedalam tas kembali. Hanya satu yang gue cari setelah tak bergabung dengan percakapan mereka, air minum.
"Malem minggu pun nugas, Li?" Kali ini Juna menatap Natalia yang sudah lebih dulu mendegus kesal.
"Ayo gue join" timbrung gue setelah menegak setengah dari air mineral ukuran 600ml itu.
"Lo mah enak tugasnya kelar" ujar Lia lagi.
"Ya makannya lo manfaatkan waktu buat nyelesein tugas, dodol"
Bukan gue, gue dan Juna cuma bagian ngetawain aja. Saat justru tempat ini jadi ajang pertengkaran dan perdebatan dua manusia yang sama sama menyangkal tentang perasaan mereka.
Pandangan gue teralihkan pada ponsel yang menerangkan nama Abiyan disana. Tepat saat Juna juga menisyaratkan untuk gue mengangkatnya. Manik gue dan Juna bertemu sepersekian detik sebelum akhirnya gue benar benar menjawab panggilan itu.
"Na," bukan suara Biyan, suara itu terdengar cukup bergetar.
"Dek,"
"Bunda?" Gue bisa dengar isak tangis bunda di balik telfon. Pandangan gue kali ini tepat menatap Juna, pria yang sembari tadi menatap gue penuh tanya karena mungkin ekspresi gue yang membingungkan.
"Bang Jihan kecelakaan, Na" kali ini gue bisa dengar suara Biyan mendominasi kesedihan disana. Tanpa bisa lagi berkata, air mata tiba tiba menetes di manik sebelah kanan gue.
"Na, jangan panik ya?"
"Apa kata dokter?"
"Lo mau balik ngga? Biar gue jemput ya?"
"Gue kesana sekarang, lo jemput di stasiun aja" dengan suara yang gue yakini bergetar, gue menutup panggilan itu, dan sesekali mengusap air mata yang jatuh.
Jihan itu menyebalkan, tapi tetap saja keadaan seperti ini ngebuat gue takut kehilangan dia. Mana ada seorang adik tidak menangis mendengar kabar sang kakak kecelakaan? Mana ada seorang adik yang baik baik saja saat saudara kandungnya kritis?
"Yuk, kenapa?"
Kali ini Zidan dan Natalia yang sembari tadi ribut menatap gue setelah Juna angkat bicara. Gue tau dia panik, dari cara dia natap sungguh mengungkapkan bahwa dia ingin tau tentang apa yang terjadi dengan gue.
"Yuk?" Lia kali ini menimpal.
"Kakak gue kecelakaan dan gue harus balik ke Jakarta"
"Huh?!"