 
                            ''Di balik malam yang sunyi, sesuatu yang lama tertidur mulai bergerak. Bisikan tak dikenal menembus dinding-dinding sepi,meninggalkan rasa dingin yang merayap.ada yang menatap di balik matanya, sebuah suara yang bukan sepenuhnya miliknya. Cahaya pun tampak retak,dan bayangan-bayangan menari di sudut yang tak terlihat.Dunia terasa salah, namun siapa yang mengintai dari kegelapan itu,hanya waktu yang mengungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NADA DARI NERAKA
“Rael… kenapa eomma Haeun begitu ingin menjadikan Haeun seperti dirimu?” Jae-hyun bertanya, suaranya pelan tapi tegas, matanya menatap sosok di depannya yang melangkah ringan, seakan tak peduli malam yang menyelimuti.
Rael menoleh, senyum nakal menghias bibirnya. “Aku juga tidak tahu… Tapi saat aku dibangkitkan, eomma Haeun seakan memintaku menjadi anak yang berani, yang menantang dunia… yang tidak diam seperti Haeun dulu.” Suaranya rendah, menyatu dengan desir angin malam.
Jae-hyun mengernyit, menahan gelombang khawatirnya. “Tapi… aku tidak ingin Haeun terluka. Aku tidak ingin kau menguasainya begitu saja.”
Rael mencondongkan kepala, matanya menatapnya tajam, dengan kilau nakal yang membuat jantung Jae-hyun berdegup lebih kencang. “Aku nakal, bukan jahat, Jae-hyun. Dan… jangan pura-pura kau tidak suka melihatku seperti ini,” ujarnya, suaranya seperti desah gelap yang menggoda.
Langkah mereka terus menyusuri jalan setapak, sampai rumah Haeun terlihat di ujung lorong. Bangunan tua itu berdiri sunyi, dikelilingi bayangan gelap pohon-pohon yang bergerak dihembus angin malam. Jendela-jendela yang tertutup rapat, kegelapan yang menelan hampir seluruh dinding, membuat rumah itu seakan bernafas.
Rael berhenti, menatap rumah itu sejenak. Senyumnya makin tipis, nakal tapi penuh misteri. “Akhirnya… aku bisa pulang,Tempat ini… rumah ini… adalah milikku,namun aku tidak mau terkurung di kamar itu lagi” gumamnya, nada suaranya seolah hanya untuk Jae-hyun.
Jae-hyun menarik napas panjang, menggenggam tangan Rael, menahan khawatir yang membuncah. “Hati-hati… sesuatu yang gelap bersemayam di sini.”
Rael menoleh padanya, menatap dengan mata yang berkilau seperti malam, dan dengan senyum tipis ia berkata, “Tenang saja…mereka takut padaku....!! ucap rael dengan santai.
Namun sebelum ia sempat melangkah masuk ke dalam, suara itu datang,lembut, namun beracun.
“Akhirnya… kau datang juga, Dewa Kebangkitan.”
Rael menoleh perlahan. Dari balik kabut, muncul sosok Nyonya Seo, dukun tua dengan jubah hitam panjang. Di tangannya menggantung jimat-jimat lusuh yang masih meneteskan darah kering.
Bau dupa dan daging terbakar memenuhi udara.
Rael tersenyum miring.
“Kau menungguku, Nyonya Seo? Harusnya aku yang menunggumu… di neraka.”
Nyonya Seo terkekeh pelan, langkahnya berayun ringan.
“Kau masih sama seperti dulu, hanya Lidahmu tajam, tapi tubuhmu hanyalah pinjaman.”
“Aku hanya menuruti permintaan ibunya gadis itu. Ia ingin anaknya berubah. Ia ingin anaknya tidak culun, tidak takut hidup.”
Rael terdiam sejenak, senyumnya menghilang.
Tatapannya berubah dingin—menyimpan sesuatu yang kelam.
“Kau bohong.”
“Eomma Haeun tidak pernah tahu kau akan menumbalkannya,” ucap Rael lirih. “Ia hanya ingin gadis itu tersenyum lagi. Tapi kau membunuhnya... dan menjadikanku pengganti.”
Nyonya Seo berhenti di depannya.
“Itu harga yang harus dibayar untuk perubahan. Tidak ada kelahiran tanpa kematian.”
Rael menatap tanah, lalu menatap wanita tua itu lagi.
Senyum sinis terukir di bibirnya, tapi di baliknya ada luka yang dalam.
“Aku tahu permainanmu, Nyonya Seo. Aku tahu aku bukan dewa kebangkitan. Aku hanya alatmu.”
Jadi ini alasanku dibangkitkan... bukan karena takdir, tapi karena dosa orang lain. Dan sekarang aku harus menanggungnya sendiri. " batin rael merasa kesal juga merasa sakit yang sudah lama tidak di rasakannya, yaitu sakit hati.
Nyonya Seo mengangkat dagunya, suaranya pelan tapi menekan.
“Kau akan hancur, Tubuh gadis itu akan menolakmu. Cepat atau lambat, kau akan lenyap bersama jiwanya.”
Rael tertawa pelan, tapi matanya berkilat tajam.
“Aku tidak takut hancur. Aku sudah hancur bahkan sebelum kau memanggilku kembali. Tapi kali ini…”
Ia menatap langit yang gelap, suara lirih tapi menggema.
“...aku akan memilih kehancuranku sendiri.”
"Hahaha… kau benar-benar membuatku muak?
Suara Nyonya Seo bergema, tajam dan menusuk, seakan memenuhi setiap sudut rumah tua itu. Matanya berkilat, menatap Rael seolah bisa menembus jiwa yang ada di dalam tubuhnya sekarang.
Rael mengangkat dagu, senyum nakal muncul di bibirnya, menantang.
“Mau apapun yang kau lakukan, kau tetap akan kalah,” ucapnya dingin namun penuh keyakinan. “Aku lebih tua darimu… lebih kuat. Dan kau tidak akan pernah bisa menguasai diriku.”
"Jae-hyun yang berdiri di sampingnya menepuk bahu Rael, sedikit khawatir.
“Rael… ayo, kita cepat pergi dari sini,” ucapnya tegas, namun matanya tak lepas dari Nyonya Seo.
Rael menoleh sejenak, tersenyum nakal pada Jae-hyun.
“Tenang saja… aku tahu apa yang harus kulakukan. Tapi sebaiknya kau menikmati tontonan ini, karena aku tidak takut padanya,” bisiknya sambil menatap Nyonya Seo dengan penuh tantangan.
"Nyonya Seo tertawa, suara itu seperti gemuruh dari jauh, menghantui lorong gelap di sekitar mereka.
“Heh… anak muda, kau telah tersesat terlalu jauh. Kau tersesat dengan iblis, dan kau bahkan tidak menyadarinya!”
"“Kamu adalah keturunan leluhur Barat, mereka sangat menentang iblis ataupun dewa yang hidup dengan kematian orang lain, tapi kenapa kamu malah mau dekat dengan dewa kebangkitan yang sangat dibenci oleh keluargamu?”
Nyonya Seo menatap Jae-hyun dengan mata penuh tuduhan, suaranya dingin dan menusuk, seakan menembus jiwa.
Jae-hyun menegakkan tubuhnya, napasnya teratur, namun matanya membara dengan tekad.
“Aku tahu, para leluhur menentang semua ini… Tapi Haeun lebih penting daripada apapun. Darah, kehormatan, bahkan hukum leluhur sekalipun—tidak ada yang lebih berharga daripada keselamatan dan jiwa Haeun.”
Rael, yang berdiri di dekatnya, menatap Jae-hyun sejenak. Aura keberanian dan keteguhan hati yang terpancar dari pemuda itu membuat dewa kebangkitan di dalam tubuhnya terdiam sejenak. Bahkan Rael pun, yang terbiasa menakuti dan menantang, merasakan kekaguman yang aneh terhadap keberanian manusia ini.
Nyonya Seo mendesah pelan, tapi matanya tetap tajam menatap kedua sosok itu. Namun di sudut hatinya, ia menyadari—Jae-hyun bukanlah keturunan biasa. Ia membawa api yang tak bisa dipadamkan oleh ancaman, kekuatan, atau ketakutan.
Rael tersenyum tipis, penuh nakal tapi juga kagum.
“Hmm… menarik. Aku tidak menyangka manusia bisa berani seperti ini,” bisiknya dalam hati, sementara di luar tubuhnya, senyumnya tetap menantang, namun mata Rael menyorot sesuatu yang berbeda, mata dengan penuh dendam saat melihat nyonya seo di depan nya.
"Rael menatap Jae-hyun, senyumnya nakal dan mata bersinar penuh tantangan. Ia mencondongkan tubuh sedikit ke arah Jae-hyun dan berkata dengan santai:
“우후… 참았어, 우리 여기.”
“Uhu… charesseo, uri yeogi.”
(Kerja bagus, bayiku.) " ucap rael dengan nada menggoda ala drakor.
Jae-hyun terpaku sejenak, terkesima dengan sikap Rael berani, nakal, tapi juga memikat. Aura dewa kebangkitan itu membuat Jae-hyun sadar, betapa berbeda dan kuatnya sosok Rael sekarang.
" haeun bersabarlah, aku akan membawamu kembali ke sisiku.... " gumam jae-hyun berharap haeun akan kembali.
"Di balik tawa nakal dan senyum yang menantang, tersimpan kekuatan yang bahkan kematian pun tak mampu meredam. Hati yang keras, jiwa yang liar… dan keberanian untuk menentang dunia yang mencoba mengikatnya.”
“Atau mungkin, kekuatan terbesar bukanlah siapa yang menang atau kalah, tapi siapa yang berani tetap berdiri saat semua mata menatap, menunggu jatuhnya…”
 
                     
                    