Berliana dan Exsel dulunya adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Sebuah insiden terjadi, hingga muncul kesalahpahaman diantara mereka.
Masing-masing saling membenci dan mengelak rasa sayang yang masih sama meskipun 5 tahun telah berlalu.
Dengan status dan kekuasaan Exsel, sangat sulit bagi Berliana untuk bisa lepas dari genggaman Exsel.
“Bagiku tak ada kata kembali! kaca yang pecah tak akan bisa memantulkan bayangan seperti semula.” ~Berliana
“Rasanya sulit melepaskan wanita itu, sekalipun dia yang salah. Kenapa?” ~Exsel
Jadi sebenarnya siapa yang salah? dan siapa yang benar?
Hingga perlahan-lahan kebenaran mulai terungkap, kesalahpahaman pun mulai terpecahkan. Hingga pada akhirnya menunjukkan Berliana tidak bersalah. Lalu bagaimana cara Exsel menebus kesalahpahaman itu pada sosok Berliana yang masih dicintainya?
Dan bagaimanakah sikap Berliana yang akan membalas ketidakadilan yang ia terima pada musuh-musuhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ArumSF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa?
Beberapa kali Exsel berusaha untuk bisa bertemu dengan Berliana. Beberapa kali juga Berliana terus menolak untuk bertemu.
Meski Exsel bisa melihat dari sorot mata wanita itu jika wanita itu mungkin masih menyayanginya. Hanya saja rasa benci atas kehilangan anaknya membuat Berliana enggan untuk sekedar menatap laki-laki itu.
“Apakah kamu tidak lelah terus menghindar dari saya?”
Exsel tidak menyangka jika selama sebulan ini dirinya dengan terang-terangan berniat menemui Berliana. Tapi wanita itu dengan terang-terangan juga menolak untuk bertemu dengannya.
Hanya saja pertemuan mereka kini di taman adalah hal yang tak pernah ada dalam rencana mereka berdua.
“Justru saya yang harusnya bertanya, kenapa saya harus menemui Anda? apakah Anda masih berfikir jika Anda memang sepenting ituu di hidup saya?”
Terlihat tatapan mata Berliana terlihat sangat membenci sosok laki-laki yang kini berdiri dihadapannya.
Berliana seakan ingin bertanya kenapa? kenapa Exsel dulu seakan menghindar dari dirinya? jika memang Exsel belum siap untuk tanggungjawab. Setidaknya laki-laki itu berani untuk mengatakan itu langsung padanya.
“Setiap kali saya berniat untuk menemui Anda untuk mencari kejelasan dari hubungan ini, ibu Anda selalu menjadi penghalang untuk saya bisa bertemu dengan Anda.”
Berliana menguatkan hatinya, tatapan matanya terus saja menyorot pada Exsel seakan meminta penjelasan atas kejadian lima tahun yang lalu.
Seakan sulit bagi Berliana untuk sekedar mendapatkan penjelasan, membuatnya sadar jika dirinya dulu yang terlalu bodoh.
Kehamilannya bahkan Berliana sembunyikan dari Sinta dan awak media. Tak pernah ada yang menyangka jika alasan Berliana yang berhenti sementara dari dunia modelling sementara dengan alasan dirinya yang mempersiapkan diri untuk terjun ke dunia aktris itu hanyalah karangannya.
“Saya yang bodoh,” hanya itu yang mampu Exsel katakan.
Rasanya Exsel tak mungkin bisa beralasan jika karena egonya, karena hasutan ibunya, dan karena kesibukan perusahaan membuatnya tidak pernah menyelidiki masalah itu.
Lagipula selama lima tahun itu Exsel selalu berada di luar negeri. Memilih menghindar dari kenyataan yang sebenarnya bukan itu kenyataannya.
Baru beberapa bulan ini Exsel kembali ke negara asalnya.
“Enak sekali Anda hanya menjawab begitu? apa Anda tahu jika selama ini saya terus mencari kemana Anda pergi? apa Anda tidak pernah merasa jika Anda itu terlalu memalukan dan pengecut?!”
“Itu memang kesalahan saya sepenuhnya. Kamu bebas untuk marah sepuasnya, saya akan terima itu.”
Berliana tersenyum mengejek, laki-laki yang biasanya terlihat acuh dan dingin. Laki-laki yang selalu terlihat angkuh seakan-akan seluruh dunia berada di bawah kendalinya. Kini tatapan laki-laki itu menyorot dengan tatapan penuh penyesalan yang seakan tak tahu harus menjelaskan dari mana.
Exsel sadar karena egonya dan karena ibunya Berliana sudah terlalu banyak menderita. Walau selama ini juga Exsel juga tak kalah menderita.
Membenci wanita yang sangat dicintainya itu perlu sebuah keberanian untuk berfikir jika wanita itu telah berbuat salah padanya, hingga ia harusnya sadar untuk tidak mencintai wanita itu.
Hanya saja itu bukanlah kenyataan sebenarnya.
“Beri saya kesempatan,” pinta Exsel.
Bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan kejadian sebenarnya pada Berliana jika mereka berdua hanya berpisah karena kesalahpahaman. Karena apapun yang akan keluar dari mulut Exsel tidak akan mungkin bisa dipercaya oleh Berliana.
“Apakah Anda layak?”
Setelahnya Berliana berjalan pergi beberapa langkah, lalu tak lama ada mobil yang berhenti disampingnya. Berliana kira itu mobil Exsel yang berniat untuk mengejar dirinya, tapi ternyata itu mobil Efron.
“Kenapa?” tanya Efron yang terlihat terkejut sekaligus syok. Ia tak menyangka jika wanita seacuh dan secuek Berliana bisa menunjukan sosok dirinya yang kini terlihat rapuh.
“Saya lagi nggak ingin ditanya,” acuh Berliana terus mengusap air matanya yang tak bisa ia tahan.
Kenapa? kenapa Berliana harus bertemu dengan Exsel secara langsung? meskipun laki-laki itu sangat terkenal dan sering masuk berita ataupun majalah. Berliana masih bisa mengabaikan itu. Tapi kini bahkan lelaki itu dengan berani menemui dirinya langsung?
‘Tidak tahu malu,’ batin Berliana mengutuk Exsel.
“Masuk dulu, biar saya antar.”
Tidak berniat untuk membantah Berliana memilih untuk patuh. Ia bahkan hanya diam saja saat Efron ternyata membawanya ke mansion Madam Zoya.
“Kenapa ke sini?” tanya Berliana heran.
“Saya khawatir kamu akan berbuat hal yang nekat. Jadi untuk sementara kamu lebih baik menenangkan diri di sini.”
Melihat Berliana terlihat sembab dan habis menangis. Madam Zoya sontak langsung memukul putranya yang ia curigai sebagai dalang atas kesedihan Berliana itu.
“Apa yang kamu lakukan pada anak Mamah yang cantik ini?” tanya Madam Zoya yang langsung membawa Berliana ke pelukannya.
Berliana yang sudah lebih tenang hanya tersenyum. Ia tak berniat menjelaskan kesalahpahaman itu meski muka Madam Zoya terlihat masam.
“Awww Sakit Mah, bukan Efron yang buat Berliana nangis,” keluh Efron mengusap telinganya yang memerah karena pelintiran tangan Madam Zoya yang tanpa ampun.
“Terus siapa? setan? atau anak ayam?”
Beberapa kali Madam Zoya terus memukul Efron dengan tatapan kesalnya. Sementara Berliana yang berada dipelukan Madam Zoya hanya tersenyum.
“Berliana Saya mohon kamu jelaskan ...,” tatapan Efron kini mulai mengiba. Ia seakan meminta dikasihani pada Berliana agar segera memberikan penjelasan pada Madam Zoya yang menjadikannya sebagai tersangka.
‘Ayolah,’ mungkin itu arti tatapan Efron yang seakan sangat lucu bagi Berliana.
Laki-laki yang terlihat selalu cool dan berwibawa ternyata juga bisa memiliki ekspresi tak berdaya saat bersama dengan ibunya.
“Sudahlah Madam, ini bukan salah Kak Efron,” ujar Berliana yang akhirnya buka suara setelah ia melihat sekujur tubuh Efron tak ada yang lepas dari pukulan Madam Zoya.
“Kamu jangan membela anak yang kurang ajar ini Berliana. Jika memang dia yang salah atau mengancam kamu, Jagan takut. Kamu bisa katakan langsung pada Madam,” ujar Madam Zoya yang justru tambah kesal pada Efron.
Pukulannya itu pun bertambah kencang hingga Efron hanya pasrah dengan hal itu.
‘Kalau tau begitu mau mau aku jadi tinju samsak gratis. Nasib-nasib,’ batin Efron yang hanya bisa mengeluh tanpa suara.
Rasanya ia dijadikan kambing hitam atas kesalahan yang bukan ia lakukan. Walau Efron juga tak bisa membenci itu semua karena ia tahu jika ibunya memperlakukan Berliana layaknya anak kandung sendiri.
“Sebenernya yang anak kandung saya atau Berliana,” rintihan pelan dari Efron saat Madam Zoya mulai kelelahan memukulnya.
“Tetap saja walau Berliana bukan anak kandung, jadi kamu berhak buat nyakitin dia gitu?” melotot Madam Zoya pada Efron yang hanya dijawab cengengesan dari laki-laki itu.
“Hehehe, nggak. Bukan itu maksudnya ...”