Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERINGATAN KYAI FIRDAUS
Adza memasukkan semua kopernya ke dalam bagasi dan menatap ke arah keluarga Kyai yang berniat membantunya. Dia hanya membiarkan sampai akhirnya semuanya selesai dan dia menunggu Faiz keluar dari balik pintu garasi.
"Sudah semuanya, masuklah" ujar Faiz membuat adza mengalihkan pandangannya
"Saya pergi dulu, Abi," ujarnya pada Firdaus yang langsung tersenyum.
"Hati-hati, kalau mau datang kesini jangan sungkan. Ini sudah menjadi rumah kamu juga," ujar Firdaus membuat adza tersenyum dan mengangguk.
"Iya, saya akan datang kalau ada waktu. Soalnya setelah ini akan kuliah dan sibuk sekali," balas adza dengan sopan dan Firdaus dengan tatapan lembut mengangguk.
Hari ini adza di temani oleh Rini dan Ameena untuk pergi ke apartemennya. adza membuka pintu kemudi dan dia mendahului Faiz untuk melakukannya.
"Aku saja yang membawa mobil-"
"Saya bisa," balas adza dengan sopan membuat Faiz menghela napas.
"Asisten saya sudah menunggu disana. Permisi, Gus," ujar adza lagi lalu masuk ke dalam dan menutup pintunya.
Faiz bisa melihat betapa adza sangat gencar menjauhi dan menolak semua kebaikan yang coba dia berikan. Gadis itu bisa dikatakan sangat setia dan tidak peduli dengan apa yang Faiz berikan padanya.
Dia tetap menunggu suaminya pulang padahal Azka kembali masih kurang lebih setengah tahun lagi.
Ck, menyebalkan!
Mobil pergi dari hadapan mereka, Faiz memandangi mobil mewah merk Toyota itu pergi dari hadapannya.
Sementara itu Firdaus menatap putra sulungnya yang masih lekat memandangi kepergian sang adik ipar.
"Berhenti."
Faiz menatap ayahnya yang berbicara hingga dia mengerutkan dahinya.
"Ada apa, Abi?" tanyanya kala melihat tatapan ayahnya terarah padanya.
"Berhenti mengganggu adik iparmu, dia adalah adik iparmu kalau kamu lupa. Berhenti jadi pengganggu dan jangan hancurkan rumah tangga adikmu sendiri," ujar Firdaus serius membuat Faiz terdiam.
"Apa yang Abi maksudkan?"
Firdaus menatap anaknya yang pura-pura tak tahu dan berniat mengelak itu. Tatapannya tampak serius, menatap wajah Faiz yang masih memandanginya seolah meminta kejelasan.
"Sejak hari di mana kamu meminta adza agar menikah denganmu duluan karena kamu tidak mau dilangkahi, Abi sudah tahu kalau kamu menjadi pengganggu."
"Berhenti atau Abi bisa bertindak tegas, diharamkan bagi seorang ipar untuk menyukai iparnya sendiri. Kamu harus tahu hal itu, jangan menjadi sumber masalah." Firdaus berkata dengan tegas membuat Faiz terdiam.
Dia menatap wajah ayahnya yang tampak tak main-main, hingga akhirnya menghela napas.
"Tidak ada yang sama seperti adza setelah aku mencarinya beberapa hari terakhir. Aku yang sudah melewatkannya dan aku tidak sadar kalau ada gadis seperti dia di sini, jika saja aku tahu maka aku yang akan menikahinya bukan Azka." Faiz berkata serius membuat Firdaus tersenyum kecil.
"Bukankah kamu selama ini menganggap kalau dirimu tidak tahu dengan yang namanya pernikahan? Setelah usiamu mencapai 26 tahun pun kamu tidak peduli dengan itu semua, padahal bukan sekali abi bertanya padamu tentang menikah tapi kamu sama sekali tidak peduli. Kenapa adikmu bisa mendapatkan adza, sementara kamu yang ada di sini tidak? Itu karena kepedulianmu kurang dan kamu hanya ingin dipedulikan bukan mempedulikan."
Faiz terdiam mendengar itu, Ayahnya benar karena dia selama ini memang kurang mempedulikan orang-orang yang ada di pesantren.
Statusnya sebagai seorang Gus menjadikannya sebagai seorang pria yang sedikit sombong, hanya karena ayahnya memiliki pesantren yang kelak akan menjadi miliknya karena dia adalah anak paling besar.
Walau secara aturan pembagian warisan, kedua adiknya tetap mendapatkan bagian tapi dia di sini sebagai seorang penerus paling utama apalagi adiknya, Azka sudah memiliki usaha sendiri yang pastinya nanti dia tidak akan fokus pada pesantren ini.
Lalu adiknya yang perempuan juga akan menjadi istri orang, dia hanya akan mendapatkan beberapa bagian dan Faiz tetap mendapatkan bagian utama.
Hal itulah yang membuatnya sombong dan merasa kalau apa yang dia lakukan sekarang adalah sebuah hal yang benar.
"Abi tidak peduli bagaimana sifatmu karena Abi sudah berusaha memberikan pengertian dan juga nasihat agar kamu berhenti bersikap sebagai seorang manusia yang merasa sempurna dan hebat."
"Terserah kamu mau bersikap bagaimana asalkan jangan merugikan orang lain. Berhenti mengganggu pernikahan adik kamu atau Abi bisa bersikap lebih jahat daripada yang kamu pikirkan." Firdaus menatap wajah Faiz selama beberapa saat sebelum akhirnya dia berjalan pergi.
Faiz menarik napasnya dan mengepalkan tangan. Seharusnya dia minta saja adza pada adiknya kemarin, adiknya itu tidak akan pernah membantah apapun yang dia katakan.
Azka selalu berusaha untuk menghormati dan memberikan apapun yang dia mau sejak mereka kecil.
Namun dia benar-benar kesal karena sekarang semuanya sudah terjadi dan pernikahan mereka bahkan sudah berjalan setengah bulan.
Dan sekarang adza juga tidak ada di sini, dia ada di apartemen yang sama artinya dengan Faiz akan sulit untuk mendekati atau mendatanginya.
"Kenapa bukan aku yang berjodoh dengan adza? Kenapa harus Azka itu?!"
***
"Wah, bagus sekali MasyaAllah." Ameena menatap sekitar apartemen adza dengan tatapan senang.
Sementara adza sudah menarik kopernya ke arah kamar yang akan mulai dia tempati hari ini.
"Kamu akan tinggal di sini sendirian?"
Adza tersenyum dan mengangguk.
"Iya, Ummi. Aku akan tinggal disini sambil menunggu Gus Azka pulang," ujarnya membuat Rini tersenyum dan berjalan ke arah koper yang adza letakkan.
"Jangan dibuka, biarkan saja Ummi. Nanti aku yang akan menyusunnya ke lemari, Ummi dan Meena mau makan?" tanya adza seraya berjalan ke arah dapur.
Tadi Rahman sudah menyiapkan makan siang untuknya dengan memesannya dari salah satu restoran.
Hanya saja dia sengaja tidak meminta agar anak buahnya datang, karena dia hanya mau bersantai hari ini.
"Dua Minggu ke depan kamu melakukan apa?" adza menatap wajah ibu mertuanya yang sudah datang ke ruang makan.
"Menyiapkan diri dan merapikan barang-barang. Aku juga harus bersiap untuk pelajaran universitas yang lebih besar, sepertinya aku tidak akan kemana-mana," gumamnya membuat Rini mengangguk pelan.
"Tidak mau ikut dengan kami? Abi mengajak kami jalan-jalan ke puncak," ujar ameena membuat adza menatapnya.
"Kapan?"
"Dua hari lagi, kebetulan juga rumah moyang kalian ada di sana jadi sekalian silaturahmi ke beberapa keluarga yang masih ada di sana."
"Nanti kamu juga bisa mendapatkan tempat yang tenang kalau misalnya mau menenangkan diri. Daripada kamu hanya sendiri disini, bukankah akan kesepian?" tanya Rini seraya duduk ketika adza menyerahkan masing-masing satu porsi makanan untuknya dan Ameena.
"Kalau begitu, nanti aku pikirkan lagi, Ummi. Aku juga akan pamit pada Gus nanti, kalau dia izinkan aku akan ikut," balas adza membuat Rini tersenyum dengan tatapan matanya yang keibuan.
"Baiklah, Ummi akan tunggu kabarnya. Ummi senang kamu dan Azka dekat dan saling menerima hubungan ini. Semoga kalian bisa lanjut sampai kapanpun dan bahagia selalu, ya?"
itu sih menurut ku ga tau deh kalok menurut anak pondok