NovelToon NovelToon
Skandal Tuan Playboy

Skandal Tuan Playboy

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / CEO / Playboy / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author:

Sebastian Adiwangsa. Nama yang selalu bergaung dengan skandal, pesta malam, dan perempuan yang silih berganti menghiasi ranjangnya. Baginya, cinta hanyalah ilusi murahan. Luka masa lalu membuatnya menyimpan dendam, dendam yang membakar hasratnya untuk melukai setiap perempuan yang berani mendekat.

Namun, takdir memiliki caranya sendiri. Kehadiran Senara Ayunda, gadis sederhana dengan kepolosan yang tak ternodai dunia, perlahan mengguncang tembok dingin dalam dirinya. Senara tidak seperti perempuan lain yang pernah ia kenal. Senyumnya membawa cahaya, tatapannya menghadirkan kehangatan dua hal yang sudah lama terkubur dari hidup Sebastian.

Namun, cara Sebastian menunjukkan cintanya pada Senara bermula dari kesalahan.

Riang yang Membawa Luka

Setelah mendapat izin Bastian kemarin, akhirnya hari ini Sena pergi bersama Clea.

Mall sore itu dipenuhi cahaya lampu neon yang memantul di lantai marmer. Musik lembut dari speaker pusat bercampur dengan riuh obrolan para pengunjung. Sena berjalan di sisi Clea, keduanya menenteng paperbag dari beberapa toko yang sudah mereka singgahi.

“Aku harus punya ini, Sena!” seru Clea sambil menunjuk set gelas kaca dengan motif elegan. Ia mendekat, matanya berbinar seperti anak kecil menemukan mainan baru.

Sena terkekeh, namun tetap mengikuti jalannya Clea.

Mereka menelusuri toko demi toko, hingga akhirnya berhenti di sebuah toko furniture. Clea langsung berjongkok di depan sebuah karpet berbulu lembut, jemarinya mengusap permukaan kain itu dengan penuh kagum, seolah sudah membayangkan karpet tersebut terbentang manis di ruang tamunya nanti.

“Yang ini cocok kan buat ruang tengahku?” tanyanya penuh antusias.

Sena ikut berjongkok, mengusap permukaan karpet. “Cocok banget. Bahannya lembut sekali. Tapi jangan lupa, pilih yang sesuai ukuran apartemenmu”

… … …

Setelah puas belanja, mereka mampir ke sebuah Cafe. Uap hangat dari dua cangkir latte mengepul di meja, aroma kopi bercampur manisnya slice cake stroberi dan matcha cake yang mereka pesan.

Sena menyandarkan punggung, merasa rileks setelah seharian ikut berburu barang.

“Terima kasih ya, Sen. Kalau nggak sama kamu, aku pasti bingung milih,” ujar Clea sambil menyeruput minumannya.

Sena tersenyum lembut. “Aku senang kok. Lagi pula, kapan lagi kita bisa jalan-jalan kayak gini?”

Mereka larut dalam tawa dan obrolan, sama sekali lupa waktu berjalan. Sementara itu, di penthouse… ponsel Sena tergeletak diam di atas meja nakas, sesekali bergetar dan menyala, menampilkan nama Bastian berulang kali. Tak ada yang menjawab.

Sena memang terbiasa tidak terlalu biasa menggenggam ponsel, dan hari ini ia benar-benar lupa telah meninggalkannya di kamar. Bahkan hingga detik ini, ponsel itu sama sekali tak terlintas di benaknya.

Padahal di seberang sana, Bastian tengah menahan gejolak emosi yang siap meledak kapan saja.

...****************...

Di kantor, Bastian menatap layar ponselnya dengan wajah gelap. Ia sudah mencoba menelepon Sena lebih dari sepuluh kali, tapi tak satu pun diangkat. Jarinya mengetuk meja kerja dengan ritme cepat, menandakan betapa gelisahnya Bastian.

“Kenapa nggak dijawab?” gumamnya lirih, suara beratnya dipenuhi rasa kesal sekaligus cemas.

Di sekitarnya, meja penuh berkas menumpuk. Laptop menampilkan grafik yang menuntut perhatiannya, tapi pikirannya terus melayang pada satu hal. Sena. Bayangan buruk berkelebat di kepalanya, semakin menambah beban pikiran di tengah pekerjaan yang sudah menyesakkan dada.

Pintu ruangannya tiba-tiba terbuka menampilkan Nathalie.

“Ada apa Nathalie?” tanyanya dengan nada tidak semangat.

“Pak ada laporan yang harus diperiksa segera”

Bastian memutar bola matanya lelah.

“Butuh bantuan saya pak?” tanya Nathalie lagi seperti menawari dirinya.

Namun, Bastian tak peduli. Ia sudah mengambil jasnya dan bergegas keluar kantor.

“Siapkan semua laporan di mejaku, aku kembali nanti malam,” ucapnya dingin.

Ia memutuskan pulang lebih awal.

...****************...

Jarum jam menunjuk pukul 18.30 ketika pintu penthouse terbuka. Sena masuk dengan langkah ringan, senyum tipis masih melekat karena harinya begitu menyenangkan bersama Clea.

Namun langkahnya terhenti.

Di ruang tamu, Bastian duduk tegak di sofa, jas kerjanya masih rapi, dasinya sedikit longgar.

Tatapannya gelap, matanya menyorot tajam ke arah pintu seolah sudah menunggu lama. Suasana ruang tamu yang biasanya hangat kini terasa seperti ingin interogasi.

Sena membeku sejenak. Senyum di bibirnya menghilang, digantikan rasa panik yang perlahan merayap.

“B-Bastian?” panggilnya pelan, hampir berbisik.

Pria itu tidak langsung menjawab. Ia hanya mengangkat dagunya sedikit, memberi isyarat agar Sena mendekat. Suara dentuman jam dinding terdengar begitu nyaring, seolah menambah tekanan di antara keheningan malam.

“Dari mana saja kamu?” suara Bastian rendah, dingin, menusuk sampai ke tulang.

“Aku kan sudah bilang kemarin, mau pergi sama Clea” jawab Sena pelan, mencoba menahan getar di suaranya.

Tatapan Bastian semakin tajam. “Dan aku sudah bilang, boleh pergi asal ketika aku pulang, kamu juga harus sudah ada di sini.”

Sena menghela napas, menunduk. “Kamu biasanya nggak pulang jam segini, Bas. Aku kira… kamu akan pulang malam, seperti biasanya.”

“Terus, handphonemu?” suara Bastian terdengar semakin menekan.

Sena terperanjat. Handphone? Ia baru sadar kalau benda itu tertinggal di kamar sejak siang tadi. Detik itu juga wajahnya pucat, hatinya mencelos. Matilah aku, batinnya berdesis.

Ia semakin menunduk, suaranya lirih. “Bastian… maaf. Aku lupa membawa handphone.”

Bastian bangkit berdiri. Tubuhnya yang tinggi menjulang di depan Sena, membuat perempuan itu makin merasa terpojok. “Aku hubungi kamu berkali-kali. Puluhan kali, Sena. Kamu tahu aku hampir gila karena khawatir?”

Sena menelan ludah, suaranya gemetar. “Aku nggak sengaja, Bas… aku benar-benar minta maaf.”

Bastian menghela napas keras, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh. “Aku meninggalkan kantor, padahal pekerjaan ku lagi banyak. Aku pulang lebih cepat hanya untuk memastikan kamu baik-baik saja. Tapi yang aku dapat? Kamu bahkan tidak peduli!”

Mata Sena memanas, air bening mulai menggenang. “Aku salah… aku janji nggak akan ngulangin lagi. Tolong jangan marah.”

Namun sorot mata Bastian tak melunak. Emosi yang bercampur aduk, marah, takut, frustrasi membuat nada suaranya tetap tajam. “Aku nggak bisa tenang kalau kamu seenaknya begini.”

Suasana tegang itu berakhir dengan suara kunci mobil yang digenggam Bastian. Ia meraihnya tanpa menoleh.

“Aku ke kantor. Ada banyak hal yang harus kuselesaikan.”

Pintu penthouse tertutup keras, meninggalkan gaung yang terasa menampar dada Sena.

Perempuan itu berdiri kaku di ruang tamu, air matanya akhirnya jatuh membasahi pipi. Ia menatap kosong ke arah pintu, hatinya diliputi penyesalan dan rasa bersalah yang membakar.

Di sisi lain, Bastian menyalakan mesin mobil. Genggamannya pada setir begitu erat hingga buku jarinya memutih. Tatapannya lurus ke depan, wajahnya tetap tegang. Namun jauh di dalam matanya, tersimpan rasa kekhawatiran yang ia tutupi dengan amarah.

Mobil melaju meninggalkan gedung penthouse, sementara Sena hanya bisa terisak pelan di balik pintu yang tertutup rapat.

...----------------...

^^^Cheers, ^^^

^^^Gadis Rona^^^

1
sya
terlalu banyak masalah sih inimah kapan bahagianya, menderita terus perasaan
Zalirang
.
Rizky Muhammad
Aku merasa terkesima sampai lupa waktu ketika membaca karyamu, thor. Jangan berhenti ya! 🌟
Gadis Rona: Hai terima kasih sudah baca karya pertamaku bikin aku makin semangat nulis🥰
total 1 replies
elayn owo
Penuh empati. 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!