Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Niat tidak baik Karina
Maria di angkat oleh Riko ke atas tempat tidur Rena. Dan Lusi juga dua anak buah Joyce lainnya sudah kembali merapikan lemari. Alhasil, saat Berta mencari Maria dan menemukan wanita itu sedang tidur di atas kasur Rena. Berta sangat marah pada Maria.
Bahkan menghukum pelayan setianya itu dengan potong gaji. Maria coba membantah, memberi alasan yang masuk akal. Tapi buktinya semua gantungan pakaian ada di tempatnya. Dan ketika bibi Dini diminta mencari sapu, dia mendapatkannya.
Berta semakin murka pada Maria. Selain potong gaji, Maria juga di kurung di gudang dan tidak boleh di beri makan malam.
Sementara itu di rumah sakit, ketika Karina kembali. Dia mendengar dari perawat kalau Rena mengamuk di kamarnya.
Begitu Karina masuk ke ruangan Rena. Dia bahkan membanting ponsel dan laptopnya di lantai.
Para perawat juga tidak berani menyentuh barang-barang itu. Takut disalahkan, makanya mereka menunggu anggota keluarga datang.
Dan melihat Rena yang seperti orang stress begitu. Karina juga tidak berani mendekat. Dia pun menghubungi Mark dan juga Berta.
"Ada apa?" tanya Berta yang terburu-buru datang ke rumah sakit.
"Bibi, tadi Tasya minta aku belikan makanan. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi saat aku kembali. Rena sudah membanting ponselnya dan laptopnya ke lantai. Dia mengamuk seperti itu!" kata Karina yang menatap agak ngeri juga pada Rena yang terlihat sangat frustasi itu.
Berta segera mendekati anak bungsunya itu.
"Rena..."
"Ibu, aku mau keluar dari sini Bu. Aku mau ke kampus. Lihat itu, berita itu. Nicky ku dirayu artis kampungan itu Bu. Mereka pacaran, aku tidak terima. Aku tidak terima!"
Rena terdengar begitu frustasi. Beberapa perawat di tempat itu memang merasa apa yang dilakukan oleh Rena itu berlebihan. Tapi seusia Rena, memang usia yang masih sangat labil. Usia yang mengedepankan emosi dan obsesi di atas realita dan akal sehat, atau logika.
Baginya, Nicky adalah segalanya. Semangatnya untuk terus datang ke kampus. Dan satu-satunya pria yang menurutnya harus menjadi pacarnya. Jadi, begitu crush nya itu mendeklarasikan dirinya sudah pacaran dengan wanita lain. Itu adalah pukulan yang sangat berat dan menyakitkan bagi Rena.
Seperti seseorang yang sudah menjadi budak cinta. Maka Rena juga merasa dunianya runtuh.
"Rena, tenanglah. Kenapa kamu seperti ini. Jika kakakmu melihatmu seperti ini. Dia akan marah. Kamu harus pikirkan masa depan, jika kamu berhasil menjadi seorang pengacara nanti, akan banyak pria yang menyukaimu"
Sayangnya, meski di nasehati dengan kata-kata yang baik. Jika seseorang sudah menjadi budak cinta. Baginya tidak ada yang lebih benar dari pemikirannya itu sendiri.
Rena mendorong ibunya.
"Jika ibu tidak bisa membantuku. Ibu diam saja!" Rena membentak Berta.
Saat itulah Mark yang sudah dihubungi oleh Karina datang.
"Rena!" bentak Mark.
Mendengar suara Mark. Rena langsung memalingkan wajahnya dan menundukkan kepalanya.
Berta yang masih merasa begitu sedih. Segera merangkul Rena.
"Rena, tenang dulu. Kamu masih dalam masa pemulihan. Jangan memikirkan hal lain!"
Rena masih diam. Mark yang melihat adiknya terus membuat masalah sampai memegang kepalanya yang terasa berdenyut.
Malam harinya, Mark duduk di ruangan mini bar yang ada di rumahnya. Dia minum beberapa gelas minuman yang mengandung alkoholl. Pikirannya benar-benar berat akhir-akhir ini. Masalah kerugian perusahaan, masalah adik-adiknya. Dan masalah Alisa yang dia rasa sudah berubah. Belum lagi desakan dari keluarganya dan juga keluarga Karina, yang meminta dirinya memberikan status yang jelas untuk Karina.
Rasanya semua masalah itu membuat kepala Mark penuh, dan begitu tidak nyaman. Makanya setelah beberapa bulan tidak minum, pada akhirnya Mark membuat dirinya setengah mabukk di tempat ini.
Karina yang mengetahui hal itu, segera menyusul Mark. Ibunya sudah memberinya cara yang cukup efektif. Rencana yang sangat bagus. Karena apa yang Karina dan ibunya lakukan ini, adalah cara yang ampuh untuk membuat Mark. Nantinya bertanggung jawab pada Karina. Tidak bisa mungkir lagi pokoknya.
Dengan jubah tidur yang tipis. Karina masuk ke dalam ruangan mini bar yang ada di lantai satu itu.
"Mark, apa yang kamu lakukan?" tanyanya mencoba menarik perhatian Mark.
Mark masih tidak menggubris Karina. Dia kembali menenggak minuman yang ada di depannya.
Karina yang memang tidak mau kehilangan kesempatan malam ini. Segera mengalihkan perhatian Mark ke arah lain.
"Kamu dengar suara ponsel? apa itu ponselmu? dimana ponselmu? siapa tahu bibi menghubungimu!" kata Karina.
Mendengar itu, Mark yang memang sangat perduli pada keluarganya. Segera mengingat kembali dimana ponselnya.
"Ada di jas" kata Mark yang langsung turun dari kursi di depan mini bar itu dan mencari jasnya yang dia letakkan di sofa.
Melihat ada celah, tentu saja Karina tidak menunggu lagi. Wanita itu segera menuangkan obat yang di berikan oleh ibunya. Ke dalam minuman di gelas Mark.
Mark mengambil ponselnya. Dan melihatnya.
"Tidak ada panggilan" ujarnya yang kembali membawa jas itu ke tempat duduknya tadi.
"Kamu kenapa minum sendirian disini. Jika kamu ingin, aku bisa menemanimu!" kata Karina sambil meletakkan jemarinya di lengan Mark. Dan menggerakkan jari-jari lentiknya itu menggoda pria di depannya itu.
Mark menepis jari-jari Karina itu dari lengannya.
"Pergilah. Kamu juga sudah membantu menjaga Rena, kamu pasti lelah. Istirahat saja sana!" kata Mark yang kembali meraih gelas di depannya.
Karina yang melihat itu terlihat sangat antusias.
'Minumlah itu, minumlah sampai habis Mark. Dan kamu harus bertanggung padaku!' batin Karina.
Mark menenggak kembali minuman itu sampai habis.
"Aku, aku tidak akan pergi. Aku sudah berjanji padamu dan pada bibi. Susah senang keluarga ini, aku akan ikut serta di dalamnya. Tidak akan pernah meninggalkan kalian!" kata Karina.
Mark terkekeh.
"Kamu seharusnya paling tahu Karina. Kenapa kita bisa jadi seperti ini?" tanya Mark.
Wajah Karina mendadak menjadi gugup.
"Mark, dulu kita memang dekat karena perjodohan orang tua kita. Tapi, kita juga sudah bersama dua tahun. Aku mencintaimu..."
Mark kembali menepis tangan Karina yang mencoba menyentuh wajahnya.
"Jika kamu mencintaiku, kamu tidak akan pergi meninggalkanku. Pesta pernikahan sudah disepakati, aku juga sudah bertanggung jawab pada Alisa. Dia tidak akan menuntut..." Mark menjeda ucapannya.
Dia mulai merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Mark memegang kepalanya, yang terasa semakin pusing.
Karina yang menyadari, kalau Mark mulai terpengaruh dengan obat yang dia berikan segera memeluk pria itu dari belakang.
"Maafkan aku, tapi kamu tahu kan. Aku sakit, aku pergi bukan sengaja. Aku sakit Mark. Sampai saat ini, aku masih sangat mencintaimu" ucap Karina dengan begitu lembut, sambil memeluk Mark dengan begitu erat.
***
Bersambung...