Kisah ini tampak normal hanya dipermukaan.
Tanggung jawab, Hutang Budi(bukan utang beneran), Keluarga, cinta, kebencian, duka, manipulasi, permainan peran yang tidak pada tempatnya.
membuat kisah ini tampak membingungkan saat kalian membacanya setengah.
pastikan membaca dari bab perbab.
Di kisah ini ada Deva Arjuno yang menikahi keponakan Tirinya Tiara Lestari.
Banyak rahasia yang masing-masing mereka sembunyikan satu sama lain.
____________
Kisah ini sedang berjuang untuk tumbuh dari benih menjadi pohon.
Bantu aku untuk menyiraminya dengan cara, Like, Komen dan Subscribe kisah ini.
Terimakasih
Salam cinta dari @drpiupou 🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eh Nini Lampir datang... Yasmin berbahagia.
Kanastana Morgez
🐦🐦🐦
"Lalu apa gunanya kami kemari? Apa sebenarnya tujuanmu, Sera?" tanya Yasmin, sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Ia mengamati Sera dengan kening berkerut.
Sera tersenyum tipis. "Hmm... aku hanya ingin kalian tahu betapa liciknya rubah tua itu." Ia melirik sekilas ke arah kerumunan tamu. "Bukankah kalian selalu mengira Barbara hanya didukung keluarga Sema? Kenyataannya, keluarga Trovic adalah dalang di balik semua ini.
Aku juga masih mencari tahu apa sebenarnya tujuan mereka sepuluh tahun lalu." Mereka semua berbisik-bisik, bahu mereka nyaris bersentuhan, bersembunyi di balik sebuah pilar marmer besar di sudut ruangan yang agak jauh dari hiruk-pikuk pesta.
"Maksudmu Trovic dan Sema bekerja sama?" tanya Kana, mendengus pelan, seolah tak percaya.
"Ya, begitulah," ucap Sera santai, menjentikkan jarinya.
Deva mengusap dahinya, kepalanya terasa pening. "Aku bingung, ini semakin pelik. Aku tidak mengerti satu pun permasalahan kalian. Dendam kalian terlalu rumit." Ia menatap kosong ke arah lantai dansa yang dipenuhi tawa dan musik. Penyakit mentalnya membuat dia melupakan kejadian sepuluh tahun silam.
Yasmin, Kana, dan Sera terdiam. Mereka bertukar pandang, ingin menjelaskan, tetapi bingung harus memulai dari mana. Sedangkan Revan hanya diam mengamati mereka semua, dia tak ingin ikut campur. Tugasnya hanya menemani Yasmin selebihnya dia tidak akan bereaksi. Itu adalah mandat Sera.
"Sudahlah...
Dev, kamu bikin aku pusing aja! Diam deh, kamu enggak diajak!" celetuk Yasmin kesal, melambaikan tangannya di depan wajah Deva.
"Apaan sih, Yas!" balas Deva tak terima.
"Berisik!" potong Kana dengan suara rendah, menatap tajam ke arah keduanya.
Sera menghela napas. "Sebaiknya kita tunda rencana kita. Kita perlu mencari tahu lebih banyak. Mulai sekarang, kita punya tugas masing-masing." Sera menunjuk satu per satu. "Deva, kamu cari informasi dari Tiara! Kana, bisakah kamu mencari data perusahaan mereka? Minta bantuan ayahmu saja," jelasnya.
"Terus aku ngapain?" tanya Yasmin sambil mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Kamu diam aja udah bagus," sahut Deva.
"Ishhh—nyebelin," balas Yasmin sambil merengut, membuang muka.
"Yasmin, kamu sementara ini tangani Susan di kediaman Gunadi. Ingat, jangan pedulikan yang lain! Hanya Susan," perintah Sera, suaranya kini terdengar serius. "Walaupun dia bukan Susan yang asli, tapi wanita itu pasti tahu di mana Susan yang sebenarnya berada! Kamu harus bisa membuatnya membuka mulut!"
Di tengah diskusi mereka, tak disangka, sosok Barbara datang mendekat. Gaun hitamnya menyapu lantai, gerakannya anggun namun penuh aura dingin.
"Selamat malam. Rupanya kamu di sini, Deva, apa kabar, sayang?" sapa Barbara tiba-tiba dengan senyum yang dipaksakan. "Istrimu ada di sebelah sana," lanjutnya, menunjuk ke arah Tiara yang duduk anggun di salah satu meja.
Deva tak menggubris perkataan Barbara, matanya menatap nyalang pada ibu tirinya itu.
Kana melangkah maju, meletakkan tangannya di bahu Deva. "Ah, Nyonya Barbara? Perkenalkan, saya Kanastania Morgez," ucap Kana dingin, tanpa senyum sedikit pun.
Barbara membeku sejenak di tempatnya, senyumnya luntur. "Ah, Morgez. Saya cukup mengenal nama keluarga Anda. Salam kenal. Saya Barbara Sema," balasnya, meraih tangan Kana untuk bersalaman dengan canggung.
"Hahaha, tentu. Keluarga Morgez cukup terpandang," timpal Sera, menyilangkan lengannya. "Tidak seperti keluarga... yang hanya jelata, memanjat dan haus akan status." Sera memandang sinis ke arah Barbara dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Wajah Barbara memerah, mengepal tangannya di sisi tubuh. "Apa maksudmu?!"
"Aw, jangan tersinggung, Nyonya. Mulut sahabat saya ini memang blak-blakan. Padahal dia kuliah di tempat yang sama dengan Tiara," sela Yasmin, melangkah maju. "Hah, harusnya kamu bisa mencontoh Tiara, Sera! Dia sangat ahli dalam merayu pria. Bahkan... dia bisa menikahi pamannya sendiri demi menutupi aibnya," lanjut Yasmin, mengedipkan matanya ke arah Sera.
"Upss, iya, aku kurang ahli. Tidak seperti Tiara... Hahaha... Bahkan dia bisa naik ke ranjang suamiku. Sebentar, aku akan minta kursus penggoda padanya," balas Sera terkikik, pura-pura berpikir.
Barbara yang merasa tak tahan dengan sindiran mereka mengepalkan tangannya. Suara gemeletuk giginya terdengar begitu ngilu di telinga mereka.
Matanya nyaris menyala karena amarah.
Deva dan Kana yang mendengar sindiran Yasmin dan Sera hampir meledakkan tawa. Mereka menunduk, menggigit pipi bagian dalam mereka untuk menahannya.
"Ekhem... Oma, kenalkan, ini istri pertamaku," ucap Deva, mengalihkan pembicaraan, memegang lembut tangan Kana.
"Apa?! Gila kamu! Sejak kapan kau menikah dengannya?!" Teriak Barbara, suaranya memekakkan telinga. Ia menunjuk Kana dengan jari gemetar.
Bisik-bisik di penjuru ruangan mulai terdengar, menyebar seperti api. Tiara, yang merasa ada keributan, segera mendekati mereka.
"Oma... ada apa? Jangan terlalu banyak berteriak, Oma," ujar Tiara, mengelus punggung Barbara, berusaha menenangkan wanita tua itu.
Barbara menatap Tiara tajam. "Tiara! Apa benar yang Deva bilang jika wanita ini," tunjuk Barbara ke arah Kana, "adalah istri pertamanya?! Sebenarnya apa yang kalian pikirkan! Mengapa kamu hanya menjadi istri keduanya!"
"Oma... Ini—benar, Oma. Sudahlah, tak perlu ribut di sini... Malu sama semua tamu," jelas Tiara, menunduk malu. "Kita pergi," lanjutnya, menarik Barbara menjauh.
Kepergian mereka membuat ledakan tawa Yasmin menggema di sudut ruangan.
"Hahahaha, asli, Nenek Lampir itu selalu ada saja tingkahnya," celetuk Yasmin, sampai memegang perutnya.
"Sudahlah, Yasmin, lebih baik kau diam. Barbara tidak akan tinggal diam setelah hari ini. Kita harus bersiap," jelas Kana, menatap serius ke arah mereka.
Tawa Yasmin masih terdengar, membuat Barbara yang belum jauh dari mereka menggeretakkan giginya.
Matanya menyipit, menahan sensasi yang hampir membuatnya hilang kendali. Dia mempercepat langkahnya, ingin segera pergi dari sana.
______🐎🐎🐎🐦🐦🐦____
Barbara yang sudah ditarik Tiara menjauh dari sudut ruangan, berjalan cepat menuju teras yang sepi.
Angin malam menerpa wajahnya, tetapi tidak sedikit pun meredakan amarahnya.
Ia meronta, melepaskan tangan Tiara.
"Oma! Kenapa Oma marah sekali? Semua orang melihat kita," bisik Tiara, berusaha menenangkan.
Barbara tidak menjawab. Ia berbalik, menatap tajam Tiara, wajahnya yang keriput terlihat semakin menyeramkan di bawah cahaya remang. "Apa maksudnya ini semua, Tiara?! Apa benar yang dikatakan Deva tadi?"
Tiara menunduk, tidak berani menatap mata Oma-nya. "Benar, Oma. Kana adalah istri pertama Deva, tapi..."
PLAkkk!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Tiara. Kepalanya menoleh ke samping. Tiara membeku, memegang pipinya yang mulai memerah.
"Bagaimana bisa?! Aku sudah berikan segalanya untukmu! Aku bahkan membantumu menyingkirkan wanita itu! Dan sekarang kau hanya menjadi istri kedua?!" Barbara mencengkeram bahu Tiara, mengguncangnya dengan kasar.
"Apa yang kau dan susan rencanakan?! Katakan!"
Tiara menangis, air matanya membasahi pipi. "Aku juga baru tau Oma, sungguh."
Barbara melepaskan cengkeramannya, kemudian berjalan mondar-mandir.
Napasnya memburu, matanya memancarkan api kemarahan. Ia melirik kembali ke dalam ruangan, melihat Yasmin, Sera, dan Kana yang masih tertawa di sudut sana.
"Lihat! Mereka menertawakan kita!" desis Barbara, menunjuk dengan jari gemetar.
"Aku tidak akan biarkan ini! Kita sudah terlalu banyak mengorbankan segalanya. Nama baik kita, reputasi kita... tidak boleh rusak begitu saja!"
Barbara berhenti, menatap Tiara dengan sorot mata dingin. "Kau harus memikirkan cara untuk menghancurkan mereka, Tiara. Tunjukkan padanya bahwa mereka sudah salah mencari lawan! Kamu masih ingat bukan ini sudah lewat! Aku akan menghabisi Deva jika kau tak mampu membuat dia jatuh cinta padamu!."
"Tenang Oma, aku sudah berhasil tidur dengan Mas Deva. Tapi aku masih bingung gimana cara menyingkirkan Kana?"
Barbara menyeringai. "Jangan pernah biarkan Deva dekat-dekat dengan Kana Mulai sekarang, kau harus lebih sering bersamanya. Buat dia mencintaimu, dan melupakan wanita itu!" perintah Barbara dengan suara penuh ancaman.
"Baik," Tiara mengiyakan semuanya dia tak berdaya. Omanya mampu membunuh siapapun bahkan jika itu cucu kandungnya sendiri.
"Aku akan membicarakan ini dengan Dimitrix. Kita akan membalas penghinaan ini!"
Barbara kembali melangkah ke dalam, menuju Aula pesta. Dia tidak peduli lagi dengan siapa yang melihatnya.
Amarahnya telah menguasai dirinya, dan ia bertekad untuk menghancurkan siapa pun yang menghalangi jalannya.
selamat atau gimana Thor ?