Selama ini Amara memberikan kehidupannya kepada Dion dan mengabdikan diri sebagai istri yang sempurna. sudah 3 tahun sejak pernikahan tidak ada masalah pada rumah tangga. namun fakta lain membuat hati Amara begitu teriris. Dion berselingkuh dengan seorang wanita yang baru ia kenal di tempat kerja.
Amara elowen Sinclair berusia 28 tahun, wanita cantik dan cerdas. Pewaris tunggal keluarga Sinclair di london. Amara menyembunyikan identitasnya dari Dion Karena tidak ingin membuat Dion merasa minder. mereka menikah dan membina rumah tangga sederhana di tepi kota London.
Amara menjadi istri yang begitu sempurna dan mencintai suaminya apa adanya. Tapi saat semuanya terungkap barulah ia sadar ketulusannya selama ini hanyalah dianggap angin lalu oleh pria yang begitu ia cintai itu.
Amara marah, sakit dan kecewa. ia berencana meninggalkan kenangan yang begitu membekas di sisa sisa hubungan mereka. akankah Amara dapat menyelesaikan masalahnya?....
ikuti terus ya guysss
selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 31
Kini Clarissa sudah menyusuri setiap jalanan yang ada di sekitaran perusahaan, tak ada tanda tanda keberadaan Amara. Tak berselang lama beberapa mobil melaju menghampirinya. Di dalam mobil keluar David yang menunjukkan ekspresi panik. "dimana Amara? Kenapa bisa di culik?." ucapnya dengan khawatir
" ceritanya panjang tuan, sebaiknya kita mencari nona Amara lagi." ucap Clarissa. Akhirnya mereka melanjutkan pencarian. Saat sudah memasuki mobil, tanpa mereka sadari, mobil yang dikendarai pria misterius yang menculik Amara melintas di hadapan mereka. Sementara pria di dalam sana tersenyum miring dan melanjutkan perjalanannya.
Mereka melakukan pencarian besar besaran di area kota London. Bahkan setiap mobil yang berwarna hitam akan di cek satu satu. tanpa mereka tahu jika mobil yang membawa Amara pergi telah diganti dengan mobil berwarna merah. Mobil itu baru saja melintas di hadapan mereka.
.
.
Sementara di tempat lain, Amara dibaringkan pada sebuah sofa besar di ruangan gelap dengan tangan dan kaki yang terikat. Udara dingin menusuk hingga ke tulang membuatnya perlahan tersadar. Hari mulai larut, menandakan sekarang sudah waktunya istirahat. Namun tidak dengan dirinya, ia merasakan takut yang tak terbayangkan saat mengetahui jika keadaannya sedang tidak aman. Kaki dan tangan yang terikat membuatnya panik. Ia ingin berteriak, namun mulutnya ditutupi lakban. Di dalam ruangan yang memiliki pencahayaan redup itu Amara dapat melihat samar samar seseorang duduk tak jauh darinya. Amara tidak bisa melihat jelas wajah pria itu.
" Sudah sadar?." Ucapnya dengan suara menyeramkan. Amara menggeleng sambil menitikkan air mata saat melihat pria itu mulai berjalan pelan ke arahnya.
Pria itu melepas lakban yang menutupi mulut Amara, lalu menyentuh dagu nya dan menatap tajam pada Amara.
" Tolong!!!." Amara berteriak dengan kencang berharap ada yang bisa mendengarnya.
Sementara pria di hadapannya terlihat menyunggingkan senyum tanpa rasa panik sedikitpun. " Berteriak saja sampai suaramu habis. Tidak akan ada yang bisa mendengarnya."
Tempat dimana Amara berada sangatlah tersembunyi, mereka berada di tengah hutan dan di basement bawah tanah. Tempat itu merupakan salah satu tempat Edward menjual barang har*m yang menjadi bisnisnya selama ini.
" Siapa kamu?." Teriak Amara ketakutan. Ia tak menyangka jika kini berada satu ruangan dengan orang yang tidak di kenal.
" Kamu akan tahu siapa aku, tapi sebelum itu aku yakin kamu pasti mengenal Leonard bukan?."
Amara terdiam dengan tatapan kosong." Aku mengenalnya, ada hubungan apa kamu sama dia?." Ucap Amara bertanya.
" Dia pria yang sedang jatuh cinta. Dia menyuruhku untuk menculikmu dan dia akan datang menyelamatkan mu sebagai seorang pahlawan. Dan kalian akan menjadi pasangan. Konyol bukan?." Edward menyeringai jahat saat memfitnah Leo. Ia berencana membuat Leo buruk Dimata Amara.
" Apa?. " Amara tak percaya dengan semua yang ia dengar. Ia tidak menyangka jika Leo yang selama ini dianggapnya baik bisa berbuat sejahat ini.
" Sebaiknya kamu tunggu saja, sebentar lagi sang pahlawan akan datang menyelamatkan mu." Ucap Edward. Ia lalu pergi meninggalkan ruangan itu sambil bersiul.
Amara mulai berpikir keras " jika memang Leo merencanakan semua ini, tidak mungkin orang suruhan seperti dia akan membocorkannya. Ada yang tidak beres." Amara merasakan ada sesuatu yang janggal.
Ia melirik sekeliling berharap ada tas nya di sana, namun nihil, tak ada sesuatu pun di dalam ruangan itu selain dirinya.
Sementara itu di ruangan lain, kini Edward sedang menelpon Leo untuk memberikan kabar tentang Amara.
Tak berselang lama telepon tersambung, " hallo adik ku sayang. Apa kamu ingin mendengar sesuatu yang mengejutkan?." Ucapnya
" Ada apa?." Tanya Leo yang saat ini sedang berada di apartemennya.
" Amara, dia sedang bersamaku sekarang."
Leo langsung berdiri dan panik saat mendengar nama Amara. " Untuk apa kamu menemuinya?." Tanya Leo.
" Aku menahannya di sini, jika kamu mau menyelamatkannya berikan surat warisan resmi kepadaku. Waktumu tak banyak, hanya malam ini." Ucap Edward di iringi dengan tawa jahat yang menggelegar. Sementara di seberang telepon Leo menggenggam ponselnya dengan erat, pandangannya berubah menjadi marah, uratnya terlihat hingga rahangnya mengeras.
" Dimana kamu?." Leo menekan nada bicaranya.
" Ruang bawah tanah, tempat dimana aku selalu mengurungmu." Ucap Edward. " Jangan sampai terlambat, aku pastikan dia tidak akan selamat." Ucap Edward dengan nada mengancam.
Leo teringat pada tempat dimana ia sering mendapatkan penyiksaan dari ayahnya dan Edward sewaktu masih kecil. Ia selalu di pukul di dalam sana saat berbuat sesuatu yang membuat Hena sang ibu memujinya.
Kemarahan Leo semakin menjadi jadi, ia memerintahkan Steven untuk mengambil surat resmi pewaris di sebuah brankas rahasia yang leo simpan di ruang kerjanya, kemudian setelah selesai ia langsung mengenakan jaket dan turun ke bawah. Sesampainya di parkiran ia melajukan mobil membelah jalanan.
Dengan perasaan khawatir bercampur marah, Leo semakin mempercepat laju mobil. Setelah beberapa saat mengemudi, ponselnya kembali berdering dimana itu panggilan dari Edward yang semakin mendesaknya. Kesal dengan hal itu, ia melempar ponselnya ke kursi belakang. Kecepatan laju mobil semakin tinggi.
.
.
Sementara itu di lain sisi, kini Vanya ditemukan tak sadarkan diri oleh Gery. Ia sangat panik. Lalu membawa Vanya ke rumah sakit. Di dalam perjalanan, ia terus membangunkan Vanya dengan mengguncang pelan bahunya. Namun nihil, Vanya tak terbangun. Saat ini mereka sedang naik taksi. Setelah 15 menit dalam perjalanan, mereka akhirnya tiba di sebuah rumah sakit dimana Vanya langsung di bawa ke IGD. Gery menemaninya di dalam sana dengan gelisah.
"Vanya, apa yang sudah kamu lakukan. Kalau sampai terjadi sesuatu pada bayiku kamu tidak akan selamat." Ucap Gery dalam hati.
Setelah dokter memeriksa keadaannya, sang dokter langsung mengatakan kepada Gery mengenai kondisi Vanya.
" Pasien mengalami keracunan akibat minum obat tidur dalam jumlah yang banyak. Kami harus segera melakukan tindakan penyelamatan." Dokter memerintahkan kepada perawat untuk memindahkan Vanya ke ruangan lain.
" Dokter, bagaimana dengan anak saya?." Ucap Gery dengan panik.
" Kami akan berusaha menyelamatkan nya. Kondisi bayi pasien sangat lemah." Ucap sang dokter. Gery duduk dengan frustasi setelah apa yang ia dengar.
Selama menunggu hasil pemeriksaan, Gery hanya bisa mondar mandir di tempatnya. Rasa gelisah menyerangnya hingga ia begitu frustasi. " Seharusnya aku tidak meninggalkanmu sendirian hingga kamu bisa berbuat sebodoh ini Vanya." Ucap Gery dengan kesal. Ia begitu mengkhawatirkan anaknya.
.
.
Kini Leo sudah tiba di tempat yang di maksud Edward. Ia masuk dan di tuntun oleh salah seorang anak buah Edward. Di dalam sana suasananya sangat gelap, sebelumnya Steven sudah menyerahkan surat resmi pewaris padanya, hanya dia sendiri yang masuk tanpa di temani siapapun.
Leo masuk pada sebuah ruangan dimana Edward sudah duduk di sana dengan dua bodyguard yang berjaga.
"Akhirnya datang juga, apa kamu mengambil dokumen aslinya?. Jangan coba coba menipuku dengan yang palsu atau dia tidak akan selamat." Edward menunjuk pada sebuah ruangan kecil dimana ruangan itu terkunci rapat.
" Ini!." Leo melempar dokumen itu tepat di hadapan Edward. Anak buah Edward langsung memungutnya. Lalu menyerahkan dokumen itu pada Edward.
Edward melirik ke arah Leo sekilas baru kemudian mulai melihat isi dokumen yang diberikan Leo. Matanya memeriksa dengan jeli setiap inci dokumen.
" Ini asli." Edward melemparkan sebuah kunci ke arah Leo. Kemudian ia bangkit dan pergi dari ruangan itu.