Setelah kepergian Papaku, aku diasingkan oleh Mama tiriku dan Kakak tiriku.
Aku dibuang kesebuah pulau yang tak berpenghuni, disana aku harus bertahan hidup seorang diri, aku selalu berharap, akankah ada seseorang yang membawaku kembali ke kota ku ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Mengerjai Andi
"Ini siapa ya, ada perlu apa telepon kesini, dan dapat darimana nomor ku ?" cerca Andi pada penelepon.
Andi sama sekali tidak mengenali suara penelepon, padahal dia dulu hafal betul suara Devan, entah mengapa sekarang dia lupa suara bosnya, mungkin karena sudah lama Andi tidak mendengar suara bosnya itu.
Devan terdiam, dia awalnya kesal karena Andi berani memberi pertanyaan pada dirinya, namun Devan sadar, wajar kalau Andi mencerca, karena sudah pasti nomor yang digunakan Devan tidak ada dalam daftar kontak ponselnya.
Bibir Devan mulai bergerak, ingin memberi tahu Andi kalau dirinya adalah Devan, namun kesempatan itu tidak ada, karena Andi bersuara diteleponnya.
"Kalau tidak ada yang penting aku matikan, kami itu mengganggu waktuku, apa kamu tau aku lagi mencari bosku ?" tambah Andi lagi terlihat kesal.
"Memangnya bos mana yang kamu cari ?" Tanya Devan saat mendengar Andi berkata sedang mencari bosnya.
Devan sama sekali tidak berpikir kalau bos yang Andi maksud adalah dirinya.
"Pakai nanya lagi, ya bos ku lah, bos Devan, kamu tau Devan Bagaskara 'kan ?" tanya Andi sedikit mengeraskan suara karena semakin kesal.
Devan terdiam sesaat, dia sedang berpikir apa yang dikatakan Andi tadi.
"Devan, itukan nama ku, apa mungkin Andi sedang mencari ku, tidak mungkin, kejadian itu sudah setahun lebih, mana mungkin Andi masih mencari ku, sudah pasti semua orang menganggap ku sudah mati." pikirnya.
Mendengar tidak ada suara lagi diseberang telepon, Andi bertanya lagi, karena melihat ponselnya masih tersambung.
"Hei, kenapa diam, kamu pasti takut 'kan ?. Aku yakin kamu sedang gemetar sekarang mendengar nama bosku, hehehe, ya sudah aku matikan." Andi mengira penelepon diam karena takut, dan dia hendak mematikan sambungan teleponnya, tapi Andi urungkan karena terdengar lagi suara penelepon diseberang sana.
"Tunggu, apa bos yang kamu maksud, adalah Devan, yang kecelakaan pesawat setahun yang lalu ?" tanya Devan diseberang telepon, Devan menebak-nebak mungkin saja yang Andi maksud adalah dirinya.
Benar saya, mendengar pertanyaan Devan, Andi segera bertanya lagi.
"Kok kamu tau, apa kamu pernah melihat atau bertemu dengan Tuan muda Devan ?" tanya Andi harap-harap penelepon itu pernah bertemu dengan Devan bosnya.
Devan sekarang tau yang dicari Andi adalah dirinya, jadi dia menggunakan kesempatan ini untuk bertemu dengan Andi.
"Ternyata benar, mereka masih mencari ku, aku terharu sudah setahun lebih ternyata orang tuaku masih mencari ku." Gumam Devan menitikkan air matanya terharu.
"Ma, Pa, aku sangat merindukan kalian, tapi maaf Ma, Pa, untuk saat ini, aku tidak bisa bertemu kalian, aku harus menyelesaikan masalahku dulu, dengan calon menantu Mama dan Papa, aku tidak mau nanti kalau aku pulang, Mama dan Papa masih ingin menjodohkan aku dengan Anak Tante Maya. Aku seorang sudah punya tambatan hatiku sendiri." Gumam Devan lagi.
"Halo, halo, apa kamu masih mendengar ku ?" tanya Andi diseberang telepon sekali-sekali melihat layar ponselnya memastikan masih terhubung atau tidak.
"Iya, Devan yang kamu cari, dia berada dirumah ku sekarang." Jawab Devan berbohong, agar Andi datang menemuinya.
"Cepat katakan dimana dia sekarang, aku akan menjemputnya!" Desak Andi, berharap orang diseberang telepon itu segera mengatakan keberadaan Devan padanya.
"Sabar dulu, kalau kamu ingin menemuinya, kamu harus setuju dengan syarat yang aku berikan." Tawar Devan.
"Apa syaratnya, cepat katakan !" Andi sudah tidak sabar, dia ingin segera bertemu dengan bosnya itu.
"Syaratnya mudah, kamu datang kejalan xx satu jam lagi, dan jangan lupa bawakan uang cash 10 juta, tapi ingat, jangan kasih tau siapapun, dan datang sendiri, kalau kamu melanggar, kamu tidak akan bertemu lagi dengan bos mu itu." Ancam Devan, terkadang ingin tertawa, tapi ditahan agar Andi tidak curiga.
"Baiklah, tunggu aku disana, kamu jangan berbohong, kalau kamu berbohong, kamu akan tau akibatnya." Andi balik mengancam.
"Oke, siap, ingat dalam satu jam." Devan mengingatkan lagi."
"Oke," jawab Andi. Setelah itu segera memutuskan sambungan teleponnya.
Andi tanpa pikir panjang, dia langsung ke Bank, dia mengambil uang tabungannya sendiri agar Tuan Bagas tidak tau karena penelepon tadi memberi syarat, Andi tidak boleh mengatakan pada siapapun.
Sementara Devan tersenyum, karena berhasil membohongi dan mengerjai Andi asistennya.
Devan kembali masuk kedalam rumah Pak Hamid, dia mengembalikan ponsel Pak Hamid, setelah itu, dia berpamitan pada aPak Hamid dan Buk Zahra.
Setelah Pak Hamid dan Buk Zahra memberi izin, Devan mengajak Cindy pergi. Keduanya berjalan kaki menuju ketempat yang Devan janjikan dengan Andi tadi.
"Siapa yang mas telepon tadi, kenapa harus keluar ?"tanya Cindy ketika dijalan.
"Aku menelpon kawan, aku meminta dia mengantarkan uang sedikit, agar kita bisa berbelanja, dan sisanya aku akan menikahi mu ketika kita sudah sampai dirumah ku nanti." Jawab Devan santai.
"Tapi mas, kan aku udah bilang, aku tidak butuh mahar, yang penting aku selalu bersama mu. Gimana nanti kalau kita tidak sanggup bayar ?" Cindy takut Devan meminjam uang sama temannya, Cindy takut kalau Devan tidak sanggup membayarnya nanti, karena Cindy berpikir Devan hanyalah orang biasa.
Devan tersenyum, dia membingkai wajah Cindy dengan kedua tangannya, kemudian berkata.
"Kamu tenang aja, nanti setelah kita menikah, aku akan bekerja, kita bisa menabung untuk membayar uang temanku."
"Tapi gimana kalau mas tidak dapat pekerjaan ?" Tanya Cindy khawatir.
"Percaya sama aku, aku pasti bisa membayarnya." Devan meyakinkan Cindy.
Sementara dilain tempat, Nyonya Sera sedang marah-marah sendiri dirumah.
Dia marah karena Brian tidak pulang semalaman, ditambah lagi dengan Olivia yang pergi dari rumah.
"Dasar Anak tidak tau diri, sudah dikasih hati malah minta jantung, pergilah, aku yakin kamu pasti akan pulang, mana betah kami diluar kalau tidak ada uang. Lihat saja aku pasti akan menghukum mu."
Nyonya Sera mencoba menghubungi Brian, panggilannya masuk namun ditolak oleh Brian.
"Kurang ajar, beraninya kamu menolak teleponku, dasar lelaki tidak berguna." Nyonya Sera merepet sendiri.
Beberapa kali Nyonya Sera menghubungi Brian, namun tetap ditolak, akhirnya Nyonya tidak menghubungi lagi.
Nyonya Sera dengan kesal keluar dari rumah, dia berencana pergi kerumah pengacara Pak Brata lagi, dia ingin memaksa pengacara itu lagi agar pengacara itu mau menyerahkan semua surat aset Pak Brata lagi padanya.
Saat Nyonya Sera membuka pintu utama, kebetulan Brian juga tiba, keduanya berpapasan.
"Kemana aja kamu, buat apa lagi pulang, pergi sana, aku tidak butuh kamu lagi." Omel Nyonya Sera.
Brian tidak menjawab, dia langsung masuk kedalam rumah, sedangkan Nyonya Sera masih merepet memaki Brian sembari mengikuti langkah kaki Brian masuk kedalam rumah.
"Aku kesini, bukan untuk mu, tapi untuk uang, mana uangnya, berikan padaku." Bentak Brian.
Bersambung.
Semoga cindy cepat ketemu