NovelToon NovelToon
Friendzone Tapi Menikah

Friendzone Tapi Menikah

Status: sedang berlangsung
Genre:Persahabatan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama / Nikah Kontrak
Popularitas:819
Nilai: 5
Nama Author: B-Blue

Menikahi sahabat sendiri seharusnya sederhana. Tetapi, tidak untuk Avellyne.
Pernikahan dengan Ryos hanyalah jalan keluar dari tekanan keadaan, bukan karena pilihan hati.

Dihantui trauma masa lalu, Avellyne membangun dinding setinggi langit, membuat rumah tangga mereka membeku tanpa sentuhan, tanpa kehangatan, tanpa arah. Setiap langkah Ryos mendekat, dia mundur. Setiap tatapannya melembut, Avellyne justru semakin takut.

Ryos mencintainya dalam diam, menanggung luka yang tidak pernah dia tunjukkan. Dia rela menjadi sahabat, suami, atau bahkan bayangan… asal Avellyne tidak pergi. Tetapi, seberapa lama sebuah hati mampu bertahan di tengah dinginnya seseorang yang terus menolak untuk disembuhkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon B-Blue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Suara-suara kecil terdengar dari mulut Avellyne dengan kondisi mata terpejam. Dia tertidur, namun tidak bisa tenang. Wanita itu sedang mengigau, bulir-bulir keringat terlihat pada keningnya padahal pendingin ruangan bekerja dengan baik.

"Ma–Mama!" Kedua mata Avellyne terbuka dan pada detik berikutnya dia merasa kepalanya pusing.

Avellyne menghela napas, berusaha mengatur perasaannya dan ketika keadaan mulai tenang, dia melihat ke samping, melihat jam yang terletak di atas nakas di sebelah tempat tidur.

Untuk kedua kali Avellyne menghela napas lalu dia bangun dan duduk dengan tubuh yang terasa lemas. Jam menunjukkan pukul tiga dini hari. Wanita itu turun dari ranjang, langkahnya membawa ke kamar mandi. Sesampainya di sana dia membasuh wajah. Setelah selesai, cukup lama Avellyne berdiri di depan cermin, memandangi wajahnya sendiri.

"Wajah yang menyedihkan," gumamnya.

Avellyne kembali ke ranjang empuknya dan merebahkan diri. Namun, ranjang empuk itu tidak terasa nyaman dalam beberapa situasi. Contohnya seperti malam ini, dia sering sekali mengalami mimpi buruk.

Menyebalkan.

Kalau sudah terbangun tengah malam seperti ini, Avellyne akan kesulitan untuk tertidur lagi.

"Kenapa tidak ada yang berjalan lancar." Dia bergumam sendiri.

"Sebentar lagi aku bakal meninggalkan kamar ini." Avellyne mengedarkan pandangannya melihat setiap sisi ruangan kamar.

Banyak hal yang mengusik pikiran Avellyne malam ini sehingga dia benar-benar terjaga dan tidak bisa lagi tidur dengan nyenyak hingga pagi menjelang.

...

Sama halnya seperti Avellyne yang terjaga sepanjang malam, Ryos pun mengalami hal serupa. Namun, keduanya memiliki alasan yang berbeda.

Jika Avellyne tidak bisa tidur karena perasaan gelisah dan mengkhawatirkan banyak hal, Ryos sendiri tidak bisa tidur karena merasa begitu bahagia.

Sampai pagi ini, detik ini, dia masih tidak percaya Avellyne mau menikah dengannya. Bahkan dengan kesadaran penuh wanita itu sendiri yang meminta.

Di depan cermin, Ryos memandangi dirinya sendiri. Dia sedang melihat penampilannya sekali lagi untuk memastikan rambutnya apakah sudah rapi, apakah dasinya terpasang dengan benar.

"Sebentar lagi, Avel yang akan memakaikan dasi untukku." Ryos tersenyum lebar, isi kepalanya sudah membayangi menjalani rutinitas sebagai seorang suami.

Ryos menghela napas panjang, untuk satu ini dia gugup pada sesuatu yang lain. Setelah menenangkan dirinya sendiri, dia pun keluar dari kamar hotel.

Di depan kamar lain Ryos berdiri lalu dia menekan bel dan tidak perlu menunggu lama penghuninya membuka pintu.

Marsha cukup terkejut karena melihat Ryos sudah ada di depannya.

"Aku enggak mungkin melewati kesempatan penting ini." Ryos tersenyum tipis kepada rekan kerjanya itu.

"Kamu kapan sampainya, kenapa enggak kabari aku?" Marsha tetap berdiri di tempatnya dan tidak berniat meminta Ryos untuk masuk ke unit kamar hotelnya.

"Sampai satu jam yang lalu. Aku berangkat kereta pertama. Tapi Sha, kenapa wajah kamu–"

"Aku enggak bisa tidur karena kamu." Wajah Marsha terlihat lelah, seperti kurang tidur dan ternyata dia pun terjaga sepanjang malam karena memikirkan Ryos yang pergi begitu saja.

"Kamu tahu, Yos. Kalau kamu tidak datang pagi ini, aku bakal resign. Kesabaran aku sudah habis karena kamu selalu pergi mendadak meninggalkan pekerjaan cuma untuk menemui Avel. Aku tahu kalian sahabatan dari SMA, tapi sebagai pewaris perusahaan seharusnya kamu lebih bertanggung jawab. Ada ribuan karyawan yang bergantung pada kamu, Yos."

"Marsha...." Ryos masih tersenyum dan kali ini dia memegang kedua pundak Marsha, "Karena kamu partner yang hebat dan dapat dipercaya makanya aku suka meninggalkan pekerjaan mendadak. Aku percaya kamu bisa menghandle semuanya. Itu makanya kamu menduduki posisi kedua di perusahaan. Tempat kamu tepat di bawah aku. Kita saling melengkapi."

Marsha mendecih dan menepis tangan Ryos. "Saling melengkapi apanya. Omong kosong."

"Kamu marah?"

"Menurut kamu?" Marsha memalingkan wajah, dia begitu malas melihat dan berbicara panjang lebar dengan Ryos.

"Kamu duluan aja ke tempat pertemuan. Aku nyusul."

"Kena–" Ucapan Ryos terhenti sebab Marsha sudah menutup pintu. Pria itu mengedikan bahu lalu dia berjalan melewati koridor.

Di balik pintu, Marsha ngedumel sendiri. Dia tidak benar-benar meminta Ryos pergi. Kalau memang merasa bersalah setidaknya pria itu meminta maaf sekali lagi dan bukannya langsung pergi begitu saja ketika diminta.

Benar-benar tidak peka sama sekali.

...

Pertemuan Ryos hari ini berjalan dengan lancar. Pria itu bekerja dibidang konstruksi dan hari ini dia memenangkan tender untuk proyek pemerintahan. Proyek besar yang membuat perusahaannya akan semakin dikenal. Selama menjabat sebagai pimpinan utama dan menggantikan posisi sang papi sebagai pemilik perusahaan, baru kali inilah dia berhasil menangani proyek besar.

Kemampuannya dalam berbisnis memang belum bisa menyaingi mendiang sang papi. Dia memikul beban berat sebab harus mempertahankan perusahaan yang sudah dibangun orang tuanya selama belasan tahun.

"Kamu lihat, kan, Sha. Kita berhasil memenangkan tender ini." Ryos tersenyum semringah dan merasa bangga dengan dirinya sendiri.

"Aku lihat kamu yang paling bahagia di sini, padahal kita hampir tidak bisa mendapatkan proyek ini karena kamu langsung lari menemui dia." Dia yang dimaksud Marsha adalah Avellyne.

"Kamu tahu hari ini adalah hari yang penting dan menjadi penentu keberlangsungan perusahaan. Tapi demi seorang wanita, kamu hampir mengacaukan semuanya. Banyak orang berharap dengan proyek ini, Yos. Aku benar-benar enggak habis pikir kamu bisa mempertaruhkan perusahaan dan kerja keras para karyawan yang terlibat memenangkan tender ini demi seorang wanita."

"Sekarang aku percaya dengan istilah pria bisa hancur karena seorang wanita. Pria bisa hancur karena berada di sisi wanita yang salah."

Senyum semringah, mata berbinar dan raut wajah penuh kebahagiaan yang terlihat pada Ryos sirna mendadak. Sekarang yang tersisa raut wajah tanpa ekspresi sama sekali, tatapan matanya pun begitu dingin. Pria itu tidak suka dengan setiap kata yang keluar dari mulut Marsha.

"Sudah selesai bicaranya?" ucap Ryos.

"Sudah selesai membicarakan Avel?" ucapnya lagi.

"Jangan asal bicara kalau kamu tidak tahu apa pun, Sha. Jangan sembarangan men-judge aku dan Avel. Sepertinya kali ini kamu sudah kelewatan batas. Aku tahu kamu marah, aku tahu kamu khawatir. Tapi aku kan, sudah minta maaf. Bukan hanya kamu dan mereka yang bekerja keras untuk mendapatkan proyek ini. Aku juga! Dan asal kamu tahu, kalau bukan karena ide dari Avel, bahan presentasi kita mungkin ditolak pihak pemerintah."

"Bahan presentasi, bentuk konstruksi yang kita serahkan ke pihak pemerintah adalah design Avel. Avel bukan lulusan arsitek, dia bukan lulusan teknik sipil. Kamu dan karyawan yang terlibat dalam perencanaan proyek ini adalah pihak pertama yang langsung setuju dengan bahan yang aku berikan. Apa kamu lupa? Kamu adalah orang pertama yang begitu antusias melihat design bangunan yang aku serahkan." Sekarang cara berbicara Ryos terdengar tegas layaknya seorang pimpinan perusahaan. Dia menghancurkan batasan pertemanannya dengan Marsha dan saat ini hanya melihat wanita itu tidak lebih dari seorang bawahan. Tatapan matanya pun terlihat tajam.

"Avel bukan wanita perusuh seperti yang kamu katakan tadi. Dia banyak membantu aku dari belakang. Aku setuju dengan perumpamaan yang kamu katakan tadi. Seorang pria bisa hancur bila bertemu dengan wanita yang salah. Tapi, seorang pria juga bisa bangkit bila menemukan wanita yang tepat. Hidup itu selalu memiliki dua pilihan dan beruntungnya aku memilih wanita tepat."

"Dari sini kita pulang masing-masing. Aku mau langsung ketemu Avel."

"Ketemu Avel? Seharusnya kita langsung ke kantor dan mengadakan rapat untuk membahas langkah selanjutnya." Bukan hanya Ryos yang terlihat tegas, Marsha pun melakukan hal sama. Dia membuang jauh hubungan pertemanan mereka untuk saat ini dan ingin berbicara serius soal pekerjaan.

"Kita bisa melakukannya besok. Hari ini ada pertemuan penting antara kedua keluarga, sebentar lagi aku menikah dengan Avel."

Kedua mata Marsha terbuka lebar. Dia amat terkejut dan seperti ada yang mau meledak di dalam dirinya.

Wanita itu tidak percaya sama sekali kalau Ryos dan Avellyne akhirnya akan menikah.

"Enggak perlu takut. Gue enggak bakal merebut Ryos dari loe. Andai di dunia hanya ada Ryos seorang, gue lebih baik hidup sendiri. Asal loe tahu gue penganut paham Singlehood."

Kalimat itu seketika terngiang di dalam kepala Marsha. Kalimat yang diucapkan Avellyne secara sadar setahun yang lalu. Wanita itu pun menarik sudut bibirnya dan menahan perasaan kesal.

"Omong kosong. Dia sudah menjilat ludah sendiri." Marsha membatin dan mengepalkan kedua tangannya.

1
edu2820
Kepincut sama tokohnya. 😉
B-Blue: terimakasih sudah mampir 😊
total 1 replies
✿ O T A K U ✿ᴳᴵᴿᴸ࿐
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!