"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Air mata Anisa mengalir. Mata mengembun dengan riak airmata yang membendung tatapan Anisa pada hasil pemeriksaan di klinik terdekat menghadirkan sejuta harapan.
"Sayang, Ibu seneng banget. Akhirnya Ibu punya Kamu, semoga Bapak senang ya. Nanti kalau Bapak pulang, Ibu akan kasih tahu Bapak kalau Kamu sudah hadir dirahim Ibu." Anisa mengusap perlahan perutnya yang masih rata.
"Saya kenapa Bu Dokter?"
"Ibu gapapa. Ibu hanya kecapean saja. Wajar, Ibu hamil apalagi usia kandungan Ibu baru lima minggu, memang biasa terjadi seperti itu. Ibu hanya perlu istirahat saja. Jaga capek-capek."
"Saya hamil?"
"Iya Bu, Ibu hamil. Jadi tadi Ibu pingsan dan diantar oleh teman-teman Ibu, Mereka juga masih nunggu diluar."
Anisa kembali mengingat saat Ia tadi berada di klinik. Mata Anisa menerawang, mengingat semua ucapan selamat dan nasehat rekan-rekannya soal kehamilan.
"Dijaga Nis. Kamu jangan memforsir ya. Sekarang ada nyawa diperut Kamu. Kamu harus jaga dia baik-baik. Kalian kan menunggu kehadiran dia. Jadi Kamu sama Suami saling jaga ya. Bilang Masmu, puasa dulu, masih rentan kalo diajak olahraga malam,"
Anisa bangun perlahan. Pemilik laundry mengizinkan Anisa balik dan hanya bekerja setengah hari.
Anisa berjalan menuju dapur, meminum sedikit air membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Tak ada makanan, Anisa belum masak.
Senyum Anisa mengembang, baru menyadari bekasi piring Nasi Goreng dan Kopi yang Nisa sediakan untuk Bambang tadi sebelum berangkat sudah habis.
Nisa mencuci piring dan gelas dengan senyuman sambil membayangkan wajah bahagia Bambang saat Ia mengabarkan kehamilannya.
"Mas Bambang pasti seneng Aku hamil. Kita sama-sama menunggu saat-saat ini."
Selesai mencuci piring, Anisa memasak air, mengisi termos, namun baru ingat, kalau Ia tak punya beras.
"Alhamdulillah, tadi Ibu dapat rezeki. Boss Ibu orang baik Nak, klinik tadi saja Boss Ibu yang bayar, Ikut Ibu yuk ke warung, beli beras sama bahan masakan. Nanti Bapak pulang kasihan pasti lapar."
Anisa mengunci rumah petakannya, berjalan perlahan menuju warung sembako. Berbekal uang lima puluh ribu pemberian Bossnya, Anisa dengan hati riang membeli beras dua liter, kopi sachet 2 dan gula pasir seperempat.
"Masih ada sisa dua puluh lima ribu, Kita ke warung sayur Nak," Bagai orang gila Nisa mengajak janin dalam kandungannya.
"Nis, mau beli apa? Tumben sudah balik, biasanya sore?"
"Iya Bu, lagi cepet. Bu, mau beli telur seperempat, sisanya kerupuk aja sedapetnya." Nisa menyodorkan uang sepuluh ribu.
Si Penjual melayani sambil sesekali berbincang dengan Nisa, "Oh iya Nis, tadi Saya ketemu Bambang, di pasar, tadi lagi boncengan sama Si Irma, kayaknya dari depan warung Bakso."
"Mungkin dapet tarikan disitu Bu, terima kasih Bu, Uangnya pas ya Bu, Nisa balik dulu,"
"Oh iya. Makasi ya Nis."
Langkah Anisa terasa berat, bukan sekali dua kali. Tapi kini, Anisa kembali kabar miring soal Bambang. "Nak, Bapak itu ngojek, cari uang buat Ibu, buat Kamu. Gapapa ya?"
Nisa kembali kerumah, mengabaikan perasaan curiganya, memilih memasak, menyiapkan makanan, nanti kalau Bambang pulang sudah ada lauk untuk dimakan.
***
"Mas Bambang gak mau nginep gitu?" Manja sekali Pelakor modelan Si Irma.
"Ya enggak bisa dong Cantik, Mas kan harus pulang. Nanti Nisa curiga. Besok kan Mas balik lagi, oh iya, besok temanin Mas ketemu yang punya Cafe ya, Kamu serius kan ngasih kerjaan Mas jadi keamanan Cafe ditempat Kamu nyanyi.
"Iya Aku temenin," Irma dengan wajah cemberut sengaja sekali menarik simpati Bambang.
"Jangan cemberut gitu dong Sayang, Mas kan pulang sebentar, besok kesini lagi."
"Ck! Kenapa sih Mas masih tahan aja sama Istri Mas! Padahal bagus Irma kemana-mana. Mas puas kan sama Irma? Ngapain masih bertahan sama Istri Mas. Udah Mandul!"
"Jangan ngomong aneh-aneh soal Nisa!"
"Mas, kok marah sih, Irma kan bercanda."
"Ya sudah. Mas pulang dulu."
"Iya. Hati-hati Mas,"
***
Nisa mengucap salam, masih diatas sajadah, Nisa mengangkat kedua tangannya, mengucap syukur atas semua yang telah diberikan kepadanya, apalagi kini Tuhan telah mengabulkan doa-doanya, menitipkan janin dalam kandungan Nisa.
"Nisa! Buka pintu Nis!"
"Iya Mas, tunggu!"
Anisa membuka pintu, Bambang berdiri dengan wajah ditekuk sambil memutar kunci motor.
Melewati Nisa yang masih terpaku, merasakan euforia tak sabar ingin segera memberi tahu kalau dirinya hamil.
"Kamu malah bengong! Suami pulang kasih air kek, tawarin makan kek!"
Bambang membuka jaket, meletakkannya asal, dan melepas kaos yang basah oleh keringat.
Anisa buru-buru memberikan gelas berisi air putih, Bambang menerima sambil menatap sebal pada Nisa namun air pemberian Nisa diminumnya hingga tandas.
Nisa menahan diri, tak memberi tahu kabar bahagia itu, memilih menyiapkan makanan dan menanyakan Suaminya mau makan atau mandi dulu.
"Mas gerah! Capek! Badan udah lengket! Mau mandi dulu!"
Brak!
Pintu kamar mandi ditutup kasar oleh Bambang.
"Astagfirullah! Mas Bambang," Nisa mengusap perlahan dadanya, turun ke perut membelai lembut, "Maafin Bapak ya Nak, Bapak baru pulang, masih capek." Meski perlakuan Bambang menyakitkan namun hati Nisa masih bahagia, kehadiran anak dalam kandungannya begitu besar pengaruhnya.
Nisa melayani Bambang makan. Lahap sekali. "Mau tambah nasinya Mas?" Anisa menyendokkan kembali nasi kepiring Bambang, melihat Suaminya makan lahap, bahagia sekali hati Nisa.
"Kamu gak makan? Nanti sakit nyusahin Mas," Piring nasi Nisa masih belum banyak bergerak, Bambang belum tahu saja, alasan mengala Anisa tidak berselera makan.
"Iya Mas, ini sambil makan kok."
"Besok, Mas mau berangkat pagi, siapin baju! Celana juga yang rapi. Awas lecek. Malu Mas, masa mau ketemu Boss pakaian gak rapi."
"Boss?" Anisa mengernyitkan dahi, belum mengerti arah ucapan Bambang.
"Iya, besok Mas rencananya mau ketemu pemilik Cafe. Mas diajak kerja sama Si Irma, katanya di Cafe tempat Dia nyanyi lagi butuh satpam. Mas mau lah! lumayan kalau diterima. Kita bisa hidup lebih baik dari sekarang. Gak makan tempe mulu sama sambel setiap hari!"
Anisa langsung bangkit, memeluk Bambang Suaminya. Harapan seketika bermekaran dihati Anisa.
"Ini rezeki anak Mas! Rezeki si bayi!"
Jika tadi Anisa yang terkejut dengan kabar Bambang mau kerja jadi satpam, kini Bambang dengan perlahan melepas pelukan Anisa, "Anak? Kamu hamil?" Netra Bambang bergerak cepat, memastikan telinganya tidak salah mendengar.
Anggukan Anisa disertai airmata bahagia membawa Bambang baru dan membawa kembaki Anisa dalam pelukannya.
Sebuah kabar yang sudah lama Bambang nantikan. Anisa hamil. Mereka akan jadi orang tua.
Anisa dan Bambang saking melepaskan pelukan. Anisa berdiri menuju lemari mengambil hasil pemeriksaan dari klinik.
"Kata Dokternya Aku hamil lima minggu Mas, tadi di tempat laundry, Aku pingsan sama teman-teman di bawa ke klinik dekat sana, eh rupanya Aku pingsan karena kelelahan lagi hamil."
Bambang menangis, "Maafin Mas ya Nisa. Selama ini Mas putus asa. Makanya suka kasar ke Kamu. Mas janji besok Mas akan berusaha agar diterima di Cafe itu jadi Satpam. Ini rezeki anak Sayang,"
Rasanya malam ini Nisa kembali menemukan Bambang yang dulu, dan harapan Nisa semoga dengan hadirnya anak ini, membuat hubungannya dengan Bambang kembali seperti awal-awal pernikahan.
Keduanya larut dalam kemesraan yang sudah lama tak Mereka rasakan, hingga saat Bambang ingin berbuat lebih jauh, Nisa menahan, "Mas, Dokter tadi pesan sebaiknya puasa dulu, temen-temenku juga ngomong katanya awal kehamilan masih rentan untuk berhubungan." Takut sebetulnya Nisa mengatakan pada Bambang, apalagi Nisa selama ini tak pernah menolak ajakan Bambang untuk menunaikan tugas dan kewajibannya sebagai Istri.
Walaupun kecewa, Bambang menutupinya, "Ya gapapa Nis, Mas ngerti kok, Kamu istirahat aja. Mas izin ngerokok dulu di depan ya."
"Iya Mas," Nisa tersenyum, Bambang sudah mulai melunak. Dan Nisa merasakan berkah atas kehadiran bayi dalam kandungannya.
"Sehat terus ya Nak, Bapak seneng. Benarkan kata Ibu," Nisa mengelus kembali perutnya.
dan tak berdaya dia SDH di monitor oleh si bos
Nisa jg trllu bodoh jd istri