Azura Claire Morea, seorang dokter muda yang terpaksa membuat suatu kesepakatan bersama seseorang yang masih berstatus pria beristri.
Ya, dia Regan Adiaksa Putro, seorang kapten TNI AD. demi kesembuhan dan pengobatan sang ibu Azura terpaksa menerima tawaran sang kapten sebagai istri simpanan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIMPANAN KAPTEN 4
Sesampainya mereka di Hotel, azura memutuskan untuk menelpon balik ibunya, setelah tadi, saat dijalan Ia berjanji akan menelpon balik ibunya saat kembali ke hotel.
Sejak siang azura mengabaikan panggilan ibunya, ibunya kembali menelpon dimalam harinya. Namun, saat itu, azura sedang berbelanja kebutuhannya, oleh sebab itu Ia berjanji untuk menelpon setelah sampai di hotel. Ia berfikir, sepertinya, ada hal penting yang ingin ibunya sampaikan, sebab tak biasanya, ibunya menelpon berulang-ulang kali seperti itu.
"Mas... Aku permisi mau telepon ibu yahh!" ujar azura sopan.
"Astaga sayang ee... Ko mo telpon, telpon saja toh, tra usa minta ijin sa lagi!" celetuk Regan dengan dialek Papua yang membuat azura tak mampu menahan tawa.
Namun, karena sepanjang perjalanan tadi, dia terus mendengar Regan bertegur sapa dengan penduduk sana, dengan dialek mereka, kali ini, azura sudah sedikit memahami apa yang dikatakan sang kapten.
Ia segera menekan nomor ibunya dan melakukan panggilan. Sedangkan Regan, sibuk dengan handphonenya sendiri.
Azura melakukan panggilan menggunakan mode speaker, sambil merapikan bahan belanjaannya dan memisahkan beberapa barang yang hendak regan bagikan nanti saat dijalan untuk kembali ke Pos.
"Halo, Kak!" Suara tua itu, terdengar sangat lemah.
"Halo Bu! Maaf kakak, seharian gak hubungin ibu, karena agak sibuk,"
Bohong azura. Sebab yang sebenarnya Ia butuh mempersiapkan mentalnya untuk berbicara dengan ibunya. Meskipun Ia tidak berniat untuk memberitahukan pada sang Ibu tentang pernikahan diam-diamnya ini, tapi tetap saja, sebagai putri tertua yang sangat mencintai ibunya. Ada beban moral dalam hatinya.
"Tidak apa-apa, Nak!" balas ibunya pelan.
"Gimana keadaan ibu, udah lebih baik kah? Kakak khawatir, kakak takut, kakak jauh! Tolong tetap bertahan Bu, kakak akan melakukan apapun, supaya ibu kembali seperti dulu yahh, kakak rindu!"
Ucapan panjang azura ini, Ia utarakan sambil menutup mata dan menahan dadanya yang terasa semakin sesak. Air matanya perlahan menetes, membasahi pipinya.
Regan yang mendengarkan ucapan penuh luka itu, segera bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri azura. Ia mengusap lembut kepala sang istri dan meraih tangannya untuk digenggam erat, untuk sekedar memberi rasa nyaman.
"Ibu baik, karena ibu punya anak yang baik, yang selalu sayang sama ibu. Makasih Kak, kamu putri yang sangat hebat. Tapi...," Wanita paruh baya diseberang sana, menjeda kata-katanya.
"Ada apa, Bu?" tanya azura pelan.
"Kak... Itu uang dari mana, sebanyak itu. Kamu minjem sama siapa?" tanya ibunya azura, dengan nada pelan.
Degh...
Sekejap saja oksigen dikamar itu seperti menipis. Azura yang berfikir, harus membohongi ibunya saat ibunya dalam kondisi seperti ini, merasa begitu kesulitan.
Ia terdiam diujung telepon. Regan yang melihat reaksi azura, akhirnya mengerti, mengapa gadis ini begitu berat mengambil keputusan ini.
Namun, Ia memutuskan untuk tetap diam, membiarkan azura menyelesaikan masalahnya dengan ibunya sendiri dengan Ia tetap menggenggam erat tangan gadis itu.
"kenapa diam kak! Jangan bilang, duit itu hasil dari kau menjual dirimu?" Ketus Nazirah sang adik yang ternyata sedang mendengar percakapan ibunya dengan sang kakak.
Dada azura semakin sesak. Perkataan itu memang tidak salah, dan pantas disematkan pada dirinya. Namun, apa harus seperti itu, apa dia harus dihina dengan kata-kata menyakitkan seperti itu?
"zirah, jaga ucapan kamu! Kau tidak pantas mengatai kakakmu seperti itu!" Tegur Dewi, sang Ibu.
"Ya bisa saja kan, Bu! Kakak kan kerjanya dipos, bersama para prajurit TNI yang kedinginan dan jauh dari istri mereka. Aku cuma mengingatkan, kali ajah, ibu lupa," sindir zirah yang tak ingin menarik kembali ucapannya, malah semakin menjadi-jadi.
Regan yang mendengar ucapan kasar adik azura itu, ingin menangkis kata-kata itu. Sebab dia merasakan, tubuh gadis yang berada disebelahnya ini, bergetar menerima semua perkataan kasar itu.
Namun, azura meremas tangannya, dan memberi isyarat agar sang kapten tidak perlu menanggapi perkataan adiknya itu.
"Bu... Kakak dapat pinjaman dari atasan kakak. Nanti kakak ganti, setelah selesai pekerjaan kakak disini. Ibu gak perlu khawatirkan hal itu. Sekarang, ibu cukup berusaha untuk sembuh yahh, kakak akan ngelakuin apapun, agar ibu kembali pulih! Jangan pikirin hal yang aneh-aneh, nanti ibu bisa drop lagi."
Ucapan lembut gadis itu, membuat Regan tersadar, bahwa Ia telah semena-mena, merampas hak gadis itu dan telah melukai harga dirinya.
Ia segera, mengecup pucuk kepala azura penuh sayang, sembari berbisik, "Maafin aku!"
Azura hanya mengangguk, merasa dihargai setelah mendapatkan kata-kata yang begitu meruntuhkan harga dirinya sebagai seorang wanita.
"Kak, ibu gak papa. Ibu sedih, justru kalau karena berusaha untuk ibu, kau jadi terluka atau harus melakukan hal yang tidak seharusnya kau lakukan. Tolong jaga dirimu baik-baik disana!"
Nazirah yang tidak senang, karena perkataan lembut ibunya, ikut nimbrung dengan perkataan nyelekit nya.
"Halah, udah gak usah muna, ngaku ajah kak! Kakak udah bolong 'kan?"
"Ap-apa? Bolong?"
...***...
Malam itu, azura tidak dapat memejamkan matanya. Ucapan kasar adiknya tadi, begitu melukai hatinya. Ia merasa sangat rendah sebagai seorang wanita. Ia tidak percaya, bisa berada dalam prahara kehidupan yang sangat pelik seperti ini.
Berkali-kali, Ia menghela nafas panjang dan menghembuskannya. Setiap menit dan detik terasa begitu berat untuk Ia jalani.
Ia meraih botol berisi air mineral yang sudah tinggal setengah di atas meja dan meneguknya hingga tandas. Dan menatap pekatnya malam di luar jendela kamar hotel itu.
"Tuhan, aku percaya semua yang kau takdirkan padaku adalah baik, sesuai kebutuhanku. Meskipun tidak sesuai dengan keinginanku, aku tetap percaya, bahwa semuanya akan indah pada waktunya. Oleh sebab itu, tolong aku, beri aku kekuatan dan ketabahan hati untuk menjalani takdirku ini."
"Tolong aku, agar aku senantiasa menjadi pribadi yang selalu bersyukur dalam susah maupun senang. Ampuni aku, jika aku terlalu banyak mengeluh, kabulkan doaku ini ya Tuhan, aminn!"
Permohonan yang disertai airmata yang menetes itu, benar-benar menggambarkan perasaan hati seorang azura yang merasa rapuh dan tidak memiliki tempat berpijak, selain memohon pada yang kuasa.
Sejak kecil, azura dan sang ibu sudah ditinggal pergi ayahnya yang adalah seorang berkebangsaan Jerman. Pekerjaan ibunya yang adalah seorang pekerja disebuah restoran di jakarta, mempertemukan mereka.
Namun, setelah azura berusia lima tahun, ayahnya pergi meninggalkan mereka dan tidak pernah kembali.
Selama beberapa tahun, ibunya menanti, namun akhirnya Ia pun lelah dan menerima pinangan dari seorang pria lajang, yang bersedia menerima dirinya dan azura.
Tahun-tahun pertama, semua berjalan dengan baik, namun setelah ibunya resign dari tempat kerjanya karena mengandung adiknya nazirah, kehidupan mereka menjadi berubah.
Terlebih lagi, saat ayah tirinya itu, memutuskan untuk pindah kembali ke kampung halamannya di Jawa Barat. Kehidupan mereka semakin sulit, karena ibunya kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok.
Ayah tirinya memang bekerja, namun Ia tidak sudi, uang hasil kerjanya, dibagi untuk sekolah azura.
Terlebih lagi, tampang azura yang kebule-bulean, membuat orang sering menggunjingnya di luaran sana.
Anak haram, pelihara anak orang, pria bodoh mau-maunya di kibulin, berbagai umpatan itu, membuat ayah tirinya sangat membencinya.
Meskipun, sang istri sudah berusaha menjelaskan statusnya yang adalah seorang janda sebelum menikah dengan suaminya yang baru, namun tetap saja, azura selalu dianggap anak pembawa sial.
Sebab penduduk setempat menganggap, orang kulit putih, memiliki agama yang berbeda dengan mereka, dan jika dewi berhubungan dengan mereka, itu artinya, dewi sudah melakukan dosa besar, dan anaknya pun dianggap sebagai anak haram, atau anak pembawa sial, sebab dilahirkan dari hubungan perzinahan.
Yah, seperti itulah masa kecil azura yang suram. Kini Ia bisa berhasil sampai menyelesaikan S1 kedokterannya, itu karena Ia merupakan siswa berprestasi sejak masih duduk di bangku sekolah dasar.
Sehingga seluruh biaya sekolahnya mulai dari SD, SMP, SMA, hingga ke perguruan tinggi, semuanya dibiayai oleh pemerintah setempat, melalui jalur beasiswa.
Dan inilah azura saat ini, perjalanan panjang hidupnya yang menyiksanya, ternyata tidak cukup sampai disitu. Ia masih harus menderita karena keputusannya sendiri. Kalau dulu, dia dianggap anak yang lahir dari perzinahan, sekarang dia berubah menjadi seorang pelakor yang menikah siri dengan suami orang demi uang.
Yah, seorang pelakor. Kata itu, cepat atau lambat, akan Ia terima. Hanya menunggu waktu, pikirnya.
...***...
Sejak tadi azura terus menatap keluar jendela, dengan pikiran melayang memikirkan semua hal yang sedang menimpanya disaat yang bersamaan.
Ibunya yang sakit, pernikahan rahasianya dengan sang kapten, karirnya sebagai dokter yang sedang Ia pertaruhkan, semuanya itu bercokol dalam benaknya sehingga Ia tidak menyadari kehadiran regan di dekat nya.
Regan segera memeluknya dari belakang.
"Ra... Besok akan banyak kerjaan, aku menerima kabar, ada beberapa prajurit yang terluka lagi. Tolong istirahatlah, dan buang semua kekhawatiranmu. Aku berjanji, tidak akan menyentuhmu, sampai kau siap nanti. Jadi, mari kita tidur! Aku tidak akan mengganggumu." ujar Regan dengan penuh ketulusan.
Azura segera berbalik dan mencari kebohongan didalam tatapan tajam pria itu. Namun Ia tidak menemukan apapun. Yang ada hanyalah tatapan tulus seseorang yang benar-benar mengkhawatirkan keadaannya.
Ia segera memeluk tubuh kekar pria itu erat-erat dan menyembunyikan wajahnya didada bidang pria itu. Regan membalas pelukannya, sambil mengusap-usap punggung belakangnya lembut.
"Makasih Mas! Makasih karena sudah mengerti keadaanku. Dan... Maafin aku, karena tidak menepati kesepakatan kita," lirih azura.
"Ssst... Jangan senang dulu, sebab aku sedang menabung. Bila saatnya nanti, aku akan melakukannya, hingga kau tidak mampu untuk sekedar melangkah. Aku akan membombardir tubuh kecilmu ini, sampai kau berteriak, 'aghh... Ampun kapten!'," ujar Regan menirukan suara perempuan, yang membuat azura terkekeh geli.
"Ish ish ish... Nakal kali lah kau nih!" gurau azura yang membuat Regan tertawa terbahak-bahak.
Mereka segera beringsut naik ke atas ranjang dan segera menjejalkan tubuh mereka ke dalam selimut yang terlihat sangat menggiurkan, sebab malam di kota Wamena, memanglah sedingin itu.
"Mas...,"
"Hmm."
"Sepanjang hari ini, aku tidak melihatmu menelpon istrimu barang sekali. Sebab kita terus bersama disepanjang hari ini."
"Gak perlu!" jawaban datar itu,
hanya sesingkat itu. Sedangkan azura mengharapkan jawaban lebih.
"kenapa?"
"Ssst... Regan udah nyenyak, kau sedang berbicara dengan hantu nona," canda Regan, yang memang sudah sangat mengantuk. Ia semakin mengeratkan pelukannya, di tubuh ramping azura yang sedang membelakanginya.
"Ckk... Mas!"
"Apa lagi?"
"kenapa?" kejar azura.
"Karena aku sudah memiliki yang bisa aku peluk sepanjang malam, istriku yang cantik, Dokter Azura Claire. Jadi gak butuh yang hanya di atas kertas. Dah, no tanya-tanya lagi, suamimu besok mau mimpin tim ke daerah terpencil. Jadi udah yahh!?"
tambah seru nih