NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4

Anton yang sudah masuk kamar hanya menghela napas. Ia merasa bimbang—apakah perbuatannya terhadap Carol sudah benar atau belum. Anton takut tindakannya disalahartikan oleh Carol. Walau Carol bukan anak kandungnya, Anton tetap merasa kesal melihat gadis itu bersama pria lain.

Tak lama kemudian, Carol masuk ke kamar tanpa berkata apa-apa. Ia langsung duduk dan mencoba mengerjakan tugasnya.

Tiba-tiba, handphone Carol berdering. Ada pesan masuk dari Mario.

Carol membaca pesan itu dengan bingung—ada apa, pikirnya. Mario menulis:

> "Malam, Carol. Lagi apa?"

"Malam, Mario. Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa kok, cuma mau nanya kamu Sabtu ini sibuk tidak?"

"Tidak. Kenapa emangnya?"

"Aku mau ajak kamu jalan."

"Oh, aku izin dulu ya sama Papa aku."

"Oke, aku tunggu ya."

Carol mengakhiri pesannya dengan Mario. Entah kenapa, ia merasa risih dengan sikap Mario. Walau ia tahu Mario menyukai dirinya, Carol tetap merasa tidak nyaman dan bingung bagaimana cara menolak pria dengan baik.

Sebelumnya, Carol memang tidak pernah menolak pria dengan cara yang sopan. Ia juga tak menyangka bahwa ada yang benar-benar menyukainya. Carol hanya ingin hidup tentram dan damai di sekolah, tapi kenapa selalu saja ada halangan yang membuatnya lelah.

Ia akhirnya memilih tidur, mencoba melupakan semua pikiran yang menghantuinya. Kadang, Carol merasa benar-benar lelah—terlalu banyak hal yang datang silih berganti tanpa sempat ia selesaikan satu per satu.

Malam itu, Anton bermimpi buruk. Dalam mimpinya, Carol diculik oleh seorang pria dan tidak pernah kembali. Anton merasa sangat terpukul. Ia menyesal karena selama ini terlalu membiarkan Carol bebas melakukan apa pun.

Anton terbangun dengan napas tersengal-sengal. Ia tidak menyangka bisa bermimpi seburuk itu. Ia lalu turun ke bawah untuk minum air putih, mencoba menenangkan diri.

Saat sedang minum, Anton melihat Carol berjalan ke arah dapur. Dalam keadaan setengah sadar, gadis itu mengambil gelas dan menuang air dari tempat yang sama dengan gelas Anton.

Anton ingin menegurnya, tapi terlambat—Carol sudah meneguk airnya sampai habis.

Saat itu juga, Anton sadar. Ia benar-benar tidak bisa lepas dari Carol. Lantas, apa yang harus ia lakukan?

Setelah minum, Carol kembali ke kamarnya. Anton menatap punggungnya yang perlahan naik ke tangga, lalu diam-diam ikut berjalan di belakangnya. Ia ingin memastikan Carol baik-baik saja.

Anton berpikir, mulai besok, sebaiknya di kamar Carol disediakan air putih, agar gadis itu tidak perlu turun malam-malam. Ia takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

Mimpi tadi membuat Anton sadar: selama ini ia terlalu keras terhadap Carol. Seharusnya ia bisa lebih sabar, karena Carol sebenarnya tahu kapan harus maju dan kapan harus mundur—sama seperti dirinya.

---

Keesokan paginya, di meja makan.

Wajah Carol tampak lesu ketika turun dari tangga. Anton memperhatikan, bingung ingin bertanya tapi takut dianggap terlalu mencampuri urusan pribadi. Ia memilih menunggu sampai Carol berbicara lebih dulu.

"Pa, Carol lagi bete," kata Carol akhirnya.

Anton menatapnya. "Ya, kenapa, sayang?"

"Soalnya teman pria Carol, namanya Mario, ngajak jalan."

Anton terdiam. Ia langsung teringat mimpinya semalam—Mario, nama yang sama dengan pria dalam mimpinya.

"Terus kamu bilang apa ke dia?" tanya Anton pelan.

"Aku bilang mau izin dulu sama Papa. Papa nggak kasih aku pergi, kan? Please, Pa."

Anton menatap wajah Carol, mencoba membaca maksudnya. Dari ekspresinya, terlihat jelas bahwa Carol sebenarnya tidak ingin pergi dan lebih memilih di rumah.

"Kalau kamu nggak mau pergi, ya jangan pergi. Nggak usah dipaksa," ujar Anton lembut.

"Soalnya dia suka sama aku, Pa. Aku takut dia ngelakuin hal yang nggak-nggak. Makanya aku cerita ke Papa."

Anton tercengang. Ia tak menyangka isi mimpinya semalam seperti menjadi peringatan nyata.

"Emang dia pernah ngapain kamu sampai kamu takut begitu?"

"Dia kayak maksa aku terus buat pergi berdua sama dia, dan dia sering ngajak aku ke rumahnya. Aku bingung, Pa. Kenapa ya, kalau laki-laki ngajak perempuan pergi, harus ke rumahnya? Papa dulu juga gitu ke Mama?"

Anton terdiam. Ia bingung harus menjawab apa, karena Carol tidak dibesarkan oleh ibunya—dan bukan anak kandungnya.

Akhirnya Anton hanya berkata, "Papa mau ke kantor ya, sayang. Nanti ketemu di rumah. Jangan pulang malam-malam, ya. Atau mau Papa antar ke sekolah biar si Mario nggak macam-macam?"

Carol tersenyum senang dan mengangguk. Tak lama, mereka berangkat bersama.

Di dalam mobil, handphone Anton berdering—panggilan dari klien. Namun, ia tidak mengangkatnya. Ia ingin menikmati waktu bersama Carol.

"Kamu udah makan tadi?" tanya Anton.

"Belum," jawab Carol singkat.

"Hem, kenapa nggak makan? Ini Papa cuma mau minum kopi, tapi kopinya pahit, hitam," kata Anton bercanda.

Carol hanya menggeleng. Anton khawatir Carol lapar, jadi saat lampu merah, ia berhenti sebentar di toko kue dan membeli kopi serta roti manis untuk Carol.

Carol terkejut dengan sikap ayahnya, begitu juga dengan sopir dan sekretaris Anton yang ikut di mobil. Mereka semua terdiam—tidak ada yang berani berkomentar.

Karyawan-karyawan Anton sudah terbiasa melihat betapa perhatian bos mereka terhadap Carol. Di kantor, mereka sering berkata dalam hati, “Enak banget jadi nona Carol, selalu diperlakukan kayak putri.”

Walau mereka tahu Carol hanyalah anak angkat, semua orang tetap menghormatinya. Tidak ada yang berani macam-macam, karena mereka tahu konsekuensinya jika sampai menyakiti nona Carol.

---

Sampai di sekolah.

Anton menatap Carol yang hendak turun. Carol mengecup pipi ayahnya lalu melambai tangan sambil tersenyum. Anton tersenyum kecil—sudah terbiasa dengan kemanjaan Carol yang justru membuat hatinya hangat.

Namun, saat mobil hendak melaju, tiba-tiba seorang pria mendekati Carol. Carol tampak ketakutan. Anton segera turun dari mobil dan menghampiri mereka.

"Kamu ngapain?" tanya Anton dengan nada tegas.

"Jangan ikut campur, Om. Ini urusan saya sama Carol!" balas pria itu kasar.

Pria itu mencengkeram tangan Carol kuat-kuat hingga gadis itu meringis kesakitan. Kulit putihnya langsung memerah.

Anton, yang melihat itu, langsung naik pitam. Ia menarik tangan pria itu hingga pria tersebut ikut meringis kesakitan. Anton tidak sadar telah bertindak kasar.

Guru-guru yang melihat kejadian itu segera mendekat, namun kepala sekolah hanya bisa berdehem saat melihat Anton. Mereka tahu siapa Anton—investor besar sekolah itu. Tak ada yang berani menegur.

Anton akhirnya melepaskan pria tersebut. Pria itu marah dan melampiaskan kekesalannya pada kepala sekolah.

"Bu! Om-om ini sudah keterlaluan! Masa saya pegang tangan cewek saya aja nggak boleh?"

"Sejak kapan cewek ini jadi pacar kamu? Emang kamu udah nanya ke dia, dia mau sama kamu atau nggak?" balas kepala sekolah tajam.

Pria itu, Mario, memang dikenal sebagai anak kaya pewaris tunggal. Tapi Anton tidak pernah takut kepada siapa pun. Ia tahu, dalam dunia bisnis, satu detik saja bisa mengubah segalanya—dan siapa pun yang berani menyakiti Carol, tidak akan mudah dimaafkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!