"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#4
"Ini bukan mimpi. Ini nyata."
"Ya. Ini nyata."
"Yunanda. Aku harus menemui Yunanda sekarang juga."
Zia berlari dengan cepat meninggalkan ruangan pesta. Tentu saja tidak menangis seperti di kehidupan sebelumnya. Karena sekarang, dia sudah sadar apa artinya cinta. Bagaimana indahnya dicintai. Dan, sepenting apa orang yang mencintai dia bagi hidupnya.
"Tunggu aku, Yunan. Aku, pasti akan datang. Kita pasti akan bertemu. Di kehidupan kali ini, biar aku yang mencintai kamu dengan sepenuh hatiku."
Zia datang ke tempat di mana dia bertemu Yunan beberapa tahun yang lalu. Sayangnya, tidak dia temukan orang yang dia cari. Tatapan penuh harapnya berubah kecewa seketika.
Zia mencari dengan lincah dengan matanya. Namun, orang yang dia harapkan masih tidak kunjung dia temukan. Hati Zia bertanya. 'Di mana dia? Kenapa dia tidak ada di sini?'
"Tunggu! Ini ... mungkinkah aku datang terlalu cepat? Karena itu aku tidak bisa menemukannya sekarang."
"Baiklah. Kalau begitu, aku akan tunggu dia ke kamar ... ah, tidak. Mana mungkin bisa menunggunya di kamar. Karena itu sama sekali tidak baik. Itu, aish." Zia bingung sendiri dengan apa yang harus dia lakukan.
Gadis itu langsung mengigit ujung kuku jari telunjuknya. Dia berusaha mencari cara yang paling baik, tentang apa yang harus dia lakukan untuk bertemu dengan Yunan untuk yang pertama kalinya.
Berjalan munda-mandir di depan pintu, Zia akhirnya tahu apa yang harus dia lakukan. Senyum cerah akhirnya terlihat dari wajah si gadis. "Hah! Baiklah. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Sebaiknya, aku tunggu saja dia di lorong itu. Lorong tempat pertama kali kami bertemu."
Zia pun bergegas menuju lorong tempat pertemuan pertamanya dengan Yunan. Dia menunggu dengan penuh harap dan juga hati yang berdebar. Seperti yang telah ia katakan sebelumnya, di kehidupan kedua ini, biarkan dia yang mencintai pria tersebut. Begitulah keputusan yang telah Zia buat.
Namun sayangnya, Yunan melakukan hal yang sama. Seperti yang telah Yunan katakan di kehidupan sebelumnya, jika dia diberikan satu kesempatan lagi, maka dia akan melepaskan Zia. Begitulah janji yang telah ia ucapkan waktu itu.
"Tuan muda. Kenapa kita harus mengganti tempat? Bukankah hotel ini adalah hotel terbaik yang ada di kota ini? Kenapa kita-- "
"Deswa. Jangan banyak bicara. Lakukan saja apa yang aku katakan. Kita pindah. Carikan aku hotel yang lain untuk menginap malam ini. Besok pagi, kita akan kembali secepatnya."
Deswa hanya bisa terdiam sambil menyembunyikan perasaan bingungnya. Tuan mudanya yang tenang. Malam ini, sangat jauh berbeda. Setelah tiba-tiba menjerit memanggil nama seseorang, tuan mudanya mendadak ling-lung sejenak. Dan, hasil akhirnya adalah, tuan mudanya langsung meminta Deswa membatalkan janji menginap di hotel ternama yang awalnya sudah mereka pesan sebelumnya.
Itu sangat aneh bagi Dewsa. Hanya saja, dia tidak bisa terus memaksa tuan mudanya untuk bicara. Hasilnya, dia hanya bisa menelan rasa penasarannya mentah-mentah dengan susah payah.
"Tuan muda."
"Carikan aku hotel yang paling jauh dari sini, Deswa."
"Apa? Hotel, yang ... paling jauh? Kita-- "
"Jika tidak bisa, tidur di dalam mobil juga bisa. Yang penting, kita pergi lebih jauh dari sini."
"Ada apa dengan tuan muda malam ini? Kenapa tiba-tiba bersikap aneh," gumam Deswa dengan nada sangat pelan.
Seketika, Deswa menerima tatapan tajam. dari Yunan. Tatapan yang langsung membuat mulu tengkuk Deswa berdiri. "Iy-- iya, tuan muda. Kita akan carikan hotel yang sangat jauh sekarang juga."
"Hm. Lakukan dengan cepat."
"Baik."
Yunan pun langsung melepas napas berat. Seketika, hatinya terasa rindu akan seseorang. Namun, sekuat tenaga ia tahan. Tangannya dia genggam dengan sangat erat. Kehidupan masa lalu itu tergambar dengan sangat jelas. Yunan juga mendapatkan kesempatan kedua untuk mengubah hidupnya.
Lalu, yang Yunan pilih adalah, menghindari pertemuan itu terjadi. Karena seperti yang telah ia ucapkan sebelum napas terakhir dia hembuskan, dia akan melepaskan Zia. Dia akan membebaskan wanita itu dari belenggu cinta yang telah dia pasang sebelumnya.
'Zia. Kita tidak bertemu. Semoga hidupmu bahagia bersama dengan orang yang kamu cintai. Besar harapan untuk untuk kebahagiaan dirimu, Kezia. Ku harap, kamu hidup dengan sangat bahagia di kehidupan kali ini.'
Mobil terus berjalan. Yunan kini telah menutup matanya rapat-rapat. Rasa cintanya untuk Zia masih sangat nyata. Dia menjauh bukan karena rasa cintanya sirna atau sedikit memudar. Hanya saja, dia menjauh demi kebahagiaan wanita yang dia cintai.
Di kehidupan sebelumnya, Zia sangat membenci dirinya. Dia telah melakukan banyak hal agar Zia bisa sedikit saja merasakan perasaan cinta tulus yang dia miliki. Hanya saja, dua tahun menikah, usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil.
Lalu, setelah berada di antara hidup dan mati, Yunan baru sadar, kalau cinta tidak bisa dipaksakan. Dia menyesal telah memilih untuk mengikat Zia dengan tali pernikahan. Membuat wanita tersebut menghabiskan waktu bersamanya dengan terpaksa.
Bahkan, saat Zia terjebak antara kebakaran itu, Yunan masih menyalahkan dirinya. Yunan berpikir, andai Zia tidak menikah dengannya, Zia mungkin tidak akan berada di restoran tersebut. Karena, dia tahu, Zia pergi hura-hura hanya karena tidak suka padanya.
'Kezia Laurenza. Maafkan aku. Aku harap, di kehidupan ini, kita tidak akan pernah bertemu selamanya. Berbahagialah, Zia.' Yunan berucap dalam hati sambil terus memejamkan matanya rapat-rapat.
Sementara itu, Zia terus menunggu kedatangan Yunan. Berjalan bolak-balik dengan cemas. Ponselnya berdering sudah entah yang ke berapa kalinya. Dia sudah mengabaikan banyak panggilan. Namun, orang yang dia tunggu masih juga belum datang. Zia mulai cemas.
'Di mana kamu sekarang, Yunan? Kenapa masih belum muncul?'
"Dek." Zia di dekati oleh salah satu pelayan hotel. "Kamu ... nungguin siapa? Saya lihat, kamu sudah di sini sejak satu jam yang lalu. Kamu, sedang menunggu seseorang, bukan?"
"Ee ... mm ... anu, iya. Aku ... sedang menunggu seseorang. Mbak, apa di sini, tidak, maksud aku, kamar ini, sudah di pesan seseorang belum? Ada penghuninya di dalam?" Zia berucap sambil melihat kamar yang ada di depannya.
Si pelayan pun ikut menoleh.
"Kamar yang ini, masih kosong deh, Dek."
"Apa? Ko-- kosong? Mbaknya ... gak salah ingat, kan ya?"
"Nggak kok. Setahu saya, kamar ini memang masih kosong."
"Kosong? Nggak. Gimana bisa kamar ini kosong?" Zia berucap dengan nada tak percaya.
Sungguh, ingatan masa lalunya tidak salah Dia masih bisa mengingat dengan sangat jelas, kamar tersebut. Lalu, waktu pertemuannya dengan Yunan juga sudah lewat setengah jam yang lalu. Bagaimana bisa kamar ini kosong? Itulah yang ada dalam benak Zia saat ini. Matanya terus menatap daun pintu dari kamar tersebut.