Camelia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam.
Hanya karena hutang besar sang ayah, ia dipaksa menjadi “tebusan hidup” bagi Nerios—seorang CEO muda dingin, cerdas, namun menyimpan obsesi lama padanya sejak SMA.
Bagi Nerios, Camelia bukan sekadar gadis biasa. Ia adalah mimpi yang tak pernah bisa ia genggam, sosok yang terus menghantuinya hingga dewasa. Dan ketika kesempatan itu datang, Nerios tidak ragu menjadikannya milik pribadi, meski dengan cara yang paling kejam.
Namun, di balik dinding dingin kantor megah dan malam-malam penuh belenggu, hubungan mereka berubah. Camelia mulai mengenal sisi lain Nerios—sisi seorang pria yang rapuh, terikat masa lalu, dan perlahan membuat hatinya bimbang.
Apakah ini cinta… atau hanya obsesi yang akan menghancurkan mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biebell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 — Hari Pertama di Kantor
Camelia sudah berdiri di dalam gedung pencakar langit yang menjulang, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Gedung itu terlihat megah, dinding kacanya berkilau memantulkan cahaya matahari. Di atasnya tertera nama besar yang mendominasi dunia teknologi: Miller's Corp.
Hari pertama bekerja sebagai sekretaris pribadi Nerios—lelaki yang kini sekaligus menjadi 'penjaranya.' Pagi itu, langkahnya terasa berat, seolah setiap detik yang berjalan hanya semakin menjeratnya dalam permainan takdir yang ia benci.
Camelia menarik napas panjang sebelum memasuki lobby lagi setelah sebelumnya ia pergi ke toilet yang ada lantai dasar. Suara hak sepatu beradu dengan lantai marmer yang dingin. Semua mata pegawai sesekali meliriknya, sebagian berbisik pelan, bertanya-tanya siapa wanita cantik yang berani berjalan langsung menuju lift khusus CEO.
Sesampainya di lantai paling atas, pintu lift terbuka. Ruangan luas dengan desain modern langsung menyambutnya. Aroma kopi segar bercampur dengan wangi kayu mahal membuat suasana semakin menekan.
Dan di sanalah Nerios berada. Di dalam ruangan yang luas, di balik meja besar dari kayu hitam, ia menatap layar laptop dengan wajah dingin dan fokus. Rambut hitamnya tertata rapi, dasi gelap melingkari lehernya, sosoknya benar-benar memancarkan aura tak tersentuh.
Camelia memberanikan diri mengetuk pintu kaca itu.
Tok! Tok! Tok!
Tanpa mengangkat wajah, Nerios menjawab pelan, suaranya dalam dan tegas. “Masuk!”
Cklek!
Camelia melangkah masuk dengan langkah perlahan, menutup kembali pintu di belakangnya. Berdiam diri di sana sambil menatap ke arah sekeliling.
Di sudut kanan ruangan terdapat sebuah meja yang hampir mirip dengan milik Nerios, di atas meja terdapat beberapa berkas dengan map yang beragam warna.
Merasa tidak ada suara dari orang yang masuk Nerios akhirnya mengangkat pandangannya. Sepasang mata tajam itu mengamati setiap detail wajah Camelia, seperti hendak mengukirnya dalam ingatan. Lalu, sebuah senyum tipis—nyaris tak terlihat terbit di sudut bibirnya.
"Sudah selesai berganti pakaian?" tanya Nerios yang membuat Camelia mengendus kesal.
Bagaimana ia tidak kesal jika baru saja sampai di lobby tiba-tiba saja ia bertabrakan dengan seorang wanita yang membawa kopi, membuat minuman itu tumpah membasahi dirinya.
Dan yang lebih membuat Camelia kesal adalah—wanita itu tidak meminta maaf padanya biar pun Nerios sudah menegurnya dengan tegas, ia langsung pergi begitu saja.
Jadilah dirinya mengganti pakaian dengan pakaian yang disediakan oleh Bu Retno atas permintaan Nerios sebelum berangkat ke kantor. Katanya itu sering dilakukan oleh Bu Retno, menyiapkan pakaian cadangan ke dalam bagasi mobil.
Lalu dua penjaga di suruh oleh Nerios untuk menjaga Camelia agar wanita itu tidak kabur saat di toilet, sedangkan pria itu pergi ke ruangannya terlebih dahulu.
"Sudah!" jawab Camelia dengan ketus, ia tak menatap Nerios, melainkan menatap meja yang kosong itu
Nerios mengembangkan senyumnya karena Camelia tidak melihatnya, lalu ia berkata, "Meja itu adalah meja kerjamu. Kau akan bekerja satu ruangan denganku."
Camelia mendongak, menatap Nerios tak percaya, dan Nerios langsung mengubah wajahnya menjadi datar.
"Mengapa harus satu ruangan denganmu? Seharusnya sudah ada ruangan khusus sekretaris!" protes Camelia, karena setahu dirinya disetiap perusahaan pasti memiliki ruangan untuk sekretaris Ceo.
Di kantor lamanya pun begitu, sekretaris Ceo berada di ruangan yang berbeda. Lagi pula jika satu ruangan seperti ini Camelia tidak bisa banyak bergerak. Setiap pergerakannya pasti dipantau oleh Nerios.
"Tentu saja agar aku selalu bisa memantau dirimu!" ungkap Nerios sambil mengendikkan kedua bahunya tak acuh.
"Bagaimana caraku kabur jika satu ruangan seperti ini!" Camelia menggerutu kesal dalam hati.
Keningnya ikut mengerut saat ia menggerutu di dalam hati, wajahnya pun terlihat kesal. Itu membuat wajah Nerios mengeras, ia menggertakan giginya.
"Jangan berpikir bahwa kau bisa kabur dariku!" sentak Nerios seakan tau apa yang dipikirkan oleh Camelia.
Camelia mengepalkan kedua tangannya di samping tubuhnya. "Kau begitu keterlaluan Nerios! Sebenarnya kau ingin menjadikan aku sebagai apa? Kau membuatku sesak, sulit bergerak!" jeritnya.
"Kau kekasihku!" tekan Nerios, matanya menajam.
Nerios tak suka Camelia berteriak padanya, ia hanya ingin Camelia patuh padanya dan sadar bahwa selamanya dia akan menjadi miliknya.
"Aku hanya jaminanmu! Bukan kekasihmu!" sanggah Camelia, ia tak pernah setuju menjadi kekasih Nerios, ia hanya setuju menjadi jaminan untuk keluarganya.
Senyum miring terbit di bibir Nerios. "Itu kau tau, kau hanyalah jaminan, Camelia! Jadi turuti semua kemauanku termasuk menjadi kekasihku!"
"Kau gila!" bentak Camelia, ia dengan cepat berbalik badan, menggenggam handle pintu hendak membukanya.
"Berani kau melangkah keluar, satu tembakan akan melayang ke arah rumahmu!" ancam Nerios yang berhasil menghentikan gerakan Camelia.
"Dasar b*jing*n!" umpat Camelia sambil berbalik menatap Nerios penuh amarah.
Nerios menggebrak meja di depannya dengan keras. "Ya, aku memang b*jing*n! Tapi apa kau bisa kabur dari pria b*jing*n ini, Camelia?"
"Tentu saja tidak! Kau tidak akan bisa kabur dariku, sampai kapan pun!" lanjutnya.
Dada Camelia naik turun, jantungnya berdegup kencang karena amarah. Pria itu seperti orang gila yang lepas kendali, dia seperti orang yang memiliki kepribadian ganda, setelah dia tersenyum tak lama dia akan menatap tajam seperti menatap musuh.
"Jika ayahku sudah melunasi hutang itu maka aku akan segera lepas darimu!" ujar Camelia penuh percaya diri, seakan uang 3 milliar mudah didapatkan.
Nerios tertawa sinis, jarinya mengetuk meja beberapa kali. "Bagaimana cara ayahmu melunasi hutangnya yang bernilai 3 milliar itu? Usaha ayahmu saja baru bangkit kembali, akan membutuhkan lama untuk menebusnya!"
"Dan, apakah kau berpikir bahwa ayahmu akan segera melunasi hutang itu?" lanjutnya meremehkan.
"Tentu saja, ayahku tidak akan membiarkanku hidup lebih lama dengan pria sepertimu!" sanggah Camelia. Ia sangat yakin bahwa sang ayah pasti akan segera berusaha melunasi hutang itu.
Lagi pun ia akan diam-diam mengirimi ayahnya uang, dan nanti ayahnya yang akan mengirim uang itu pada Nerios, dengan begitu hutang akan lunas lebih cepat. Karena ia yakin Nerios pun akan memberikannya uang, dan itu pasti tidak sedikit.
Nerios bertepuk-tangan ringan, ia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Aku sangat mengapresiasi rasa percaya dirimu itu!"
Jika hutang itu benar-benar lunas, maka Nerios pastikan bahwa Camelia sudah bergantung padanya. Ia yakin wanita itu tidak akan bisa lepas darinya, dan Camelia akan memohon padanya agar menjadikannya sebagai miliknya dengan 'seutuhnya.'
Sedangkan Camelia sedang meyakinkan dirinya bahwa ia pasti akan lepas dari Nerios. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini—termasuk terlepas dari jeratan pria yang selalu menggunakan kekuasaannya untuk menahan dirinya.
Keheningan itu tidak berlangsung lama, karena secara tiba-tiba pintu ruangan terbuka begitu saja, membuat tubuh Camelia terdorong maju.
"Sheryl!"
Berikan dukungan kalian teman-teman!
Jangan lupa vote dan komen
Salam cinta, biebell