Di bawah rembulan yang dingin, seorang jenderal berdiri tegak, pedangnya berkilauan memantulkan cahaya. Bukan hanya musuh di medan perang yang harus ia hadapi, tetapi juga takdir yang telah digariskan untuknya. Terjebak antara kehormatan dan cinta, antara tugas dan keinginan, ia harus memilih jalan yang akan menentukan nasibnya—dan mungkin juga seluruh kerajaannya. Siapakah sebenarnya sosok jenderal ini, dan pengorbanan apa yang bersedia ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Fha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Desa Luo yang sepertinya sudah memasuki musim penghujan, Yang membuat para petani di desa kini mulai sibuk seperti yang dilakukan oleh Keluarga Yun,Bibi Yun Mulai membagi tugas pada anak anaknya. Yun Banxia, putra tertua, bersama Bibi Yun menggarap ladang karena musim semi ditambah curah hujan yang pas adalah Waktu yang cocok untuk berladang. Yun Zhao, si bungsu, melakukan pekerjaan rumah. Sementara Xin Lan dan Ling bertugas mencari kayu bakar, sayuran liar, dan berburu.
Nyonya Yun awalnya melarang Xin Lan berburu, khawatir kondisi tubuhnya yang masih lemah. Namun Xin Lan bersikeras. "Jika aku tak bergerak, kesehatanku justru akan semakin buruk, Bibi," katanya, menambahkan, "Aku berjanji akan berhati-hati."
Xin Lan sudah dianggap sebagai anggota keluarga oleh keluarga Yun.
Bahkan Keluarga Yun memberikannya identitas baru untuknya.
Sesampainya di gunung, Xin Lan kemudian berbagi tugas,ia sudah pasti bagian Berburu karena Ling hanya bisa menggunakan teknik pedang dasar jadi Ling bertugas mencari sayuran liar.
Untuk seorang Mantan jenderal pembunuh, berburu bukanlah hal yang sulit,Xin Lan sangat terampil menggunakan panah buatannya untuk menembak hewan yang sering berada di tempat yang tinggi, selain itu Xin Lan juga sangat ahli memasang jebakan dan membaca jalur hewan lewat jejak kakinya ,dari 5 jebakan sederhana yang buat ,Hanya 2 jebakan yang berhasil.
Mereka berdua akhirnya Kembali ke desa, Ling yang nampak gembira langsung berlari menuju dapur meninggalkan Xin Lan di pintu masuk pekarangan dengan gerobak berisi hewan buruan.
"APA YANG?!! AAAAA!!! LING!!!!! "Teriak Xin Lan.
Yun Banxia lantas memukul kepala Ling,Namun pemuda itu nampak tidak peduli ia langsung berlari menuju dapur,Yun ban xia lantas berlari menuju Xin Lan yang pakaiannya tersangkut di pegangan gerobak yang posisinya tergantung karena muatan berat di bak penampung membuat Xin Lan yang bertubuh kecil berada di pegangan kemudi menjadi terangkat,
Pakaian Xin Lan Robek, Membuat bagian punggungnya yang dipenuhi bekas luka terekspos.
"Nona ...."Yun Banxia terkejut mendapati punggung Xin Lan dipenuhi bekas luka dan memar,
Yun ban Xia lantas memberikan pakaian luarnya untuk menutupi tubuh bagian atas Xin Lan.
"kau Pergilah ke dalam ,Biar aku yang menyelesaikan ini."Ucap Yun ban xia tanpa melihat kearah Xin Lan.
Xin Lan hanya mengangguk kemudian pergi sambil mengucapkan terimakasih.
"Bu! Pakaian Nona xin Robek!"Tiba tiba saja Yun ban xia berteriak membuat wajah Xin Lan memerah.
Xin Lan melotot ke arah Yun ban xia Yang sepertinya tersenyum puas melihat reaksi Xin Lan,Xin Lan tidak pernah tahu jika pemuda yang biasanya terlihat dewasa dan tenang itu memiliki sisi jahil juga.
Xin Lan meminjam pakaian milik Ling, Yang memang postur Ling dan Xin Lan hampir sama walaupun tinggi tubuh mereka tidak jauh berbeda.
Yun ban xia kembali ke dalam rumah tepat makan malam sudah dihidangkan.
"Hei kalian! Lihat! Aku memasak sup jamur kali ini!"Seru Ling .
Yun Banxia dan Yun Zhao, penggemar berat jamur, langsung menyambar mangkuk. Nyonya Yun tidak pernah menyukai jamur karena menurutnya tekstur jamur itu aneh, .
Sedangkan Xin Lan mengamati dengan curiga. karena ia Tahu , hanya sedikit orang pedesaan yang bisa membedakan mana jamur yang beracun dan juga jamur yang aman untuk dikonsumsi,Akan tetapi Xin Lan yang sudah memutuskan untuk berubah menjadi orang biasa, akhirnya mencoba untuk percaya. Namun, ragu-ragu, ia mencicipi sup itu. "Rasanya memang lezat," akunya, "Semoga saja tak terjadi apa-apa."
Beberapa saat kemudian, mereka yang makan sup jamur itu tergeletak di ranjang, tubuh mereka panas dan berkeringat.
"mencoba untuk Mempercayai seseorang memang pilihan yang bodoh."Batin Xin lan.
"Bibi yun,Coba bawakan aku sisa jamur yang ada di keranjang!" seru Xin Lan, kepalanya pusing, Handuk basah sudah berada di keningnya dan sejauh ini hanya Xin Lan yang bisa dikatakan korban selamat dari insiden sup jamur buatan Ling karena Xin Lan hanya memakan sedikit sup jamur tadi.
Bibi yun menghampiri Xin Lan dengan membawa sebuah jamur yang terlihat seperti jamur Tiram , "Ini."Ucapnya.
Hanya melihat sekilas dari wujud jamur itu ,Xin Lan langsung tertawa,Ia memaksakan dirinya untuk duduk,ia lantas mengambil bantalnya dan melemparkannya ke arah Ling yang berbaring di sampingnya membuat pemuda itu terbangun.
Xin Lan langsung melemparkan jamur tersebut kearah Ling.
"Jika kau tidak tahu kenapa tidak bertanya kepadaku sebelumnya?!"Bentakan Xin Lan membuat Ling terdiam,ia kemudian Mengambil dan memperhatikan jamur tersebut.
"Bu...bukan kah ini jenis yang biasa kita makan sebelumya? Bukankah jamur ini bisa dimakan ya?"Ucapan Ling yang polos membuat Xin Lan terkekeh.
"Anda tahu tentang jamur?"Tanya bibi yun.
Xinlan mengangguk kearah bibi Yun.
"Aku adalah seorang pengembara,tentu saja aku harus tahu berbagai jenis tumbuhan dan hewan dan juga cara mengolahnya."Ucap Xin Lan dengan bangga.
"Jadi...,Itu jamur apa nona?"Sahut bibi Yun.
"itu jamur jenis jamur Aurora Ostrearia,Atau orang di kampungku bilang jamur Salju kematian,Dia memang mirip dengan jamur tiram yang bisa dimakan tapi yang menjadi pembeda dengan jamur tiram adalah gelang yang terdapat di batang jamur itu."Jelas Xin Lan.
Ling langsung memeriksa jamur tersebut dan memang terdapat garis samar yang melingkar di batang jamur itu.
Xin Lan dengan bantuan bibi Yun lantas membuat obat penawar dan beberapa teknik pijat, ia menggunakan teknik itu dengan sangat terampil seperti sudah biasa menggunakannya, Ling baru menyadari sekarang bahwa Xin Lan bukan hanya ahli dalam bidang bela diri ia juga memiliki bakat dibidang medis.
Keesokan paginya berkat pengobatan Xin Lan,Tubuh tiga Yun bersaudara merasa lebih segar.
...
"Bagaimana perasaan anda sekarang?"Ucapan Xin Lan Yang tiba tiba membuat Yun ban Xia sedikit terkejut dengan kehadirannya yang sering muncul tiba-tiba.
"Terimakasih sudah merawatku,Aku merasa lebih baik sekarang."Ucap Yun ban Xia sambil melakukan perenggangan otot.
Di tengah obrolan santai dengan Ban xia, teriakan Ling membuat ekspresi Xin Lan berubah drastis. Ban Xia , yang diam-diam memperhatikan, menahan tawa. Sepertinya Xin Lan masih kesal soal insiden sup jamur beracun.
Ling menghampiri mereka, "Nona Xin! Kenapa Anda tidak menunggu saya? Apakah… Nona masih marah kepada saya?"
Xin Lan menghela napas panjang, berusaha meredam kekesalannya. Ia menatap Ling dengan senyum terpaksa, lalu mencengkram bahu Ling hingga membuatnya tersentak.
"Tidak kok,Untuk apa aku kesal? Itu kan sudah berlalu ," kata Xin Lan.
Yun ban Xia hanya bisa menahan tawanya.
Xin lan tiba-tiba bersuara, "Oh ya, bibi Yun menyuruhmu bertugas di ladang, menggantikan kakak Pertama." Ling terkejut melihat ekspresi Xin Lan tampak ingin membunuh seseorang. Ia pun pergi mengambil cangkul.
Sedangkan Yun ban Xia hanya bisa tertawa kecil, Kehidupan keluarganya berubah menjadi lebih baik semenjak kehadiran Liu Xin Lan.
...
Sepanjang perjalanan menuju hutan di Gunung Bei, Xin Lan dan Yun ban Xia tertawa mengingat kejadian pagi tadi.
"Astaga, kau kejam sekali pada Adik pertamaku. Jelas sekali kau masih marah padanya," kata Yun ban xia.
"Tentu saja!" Xin Lan menjawab. "Ngomong-ngomong, Senior yun…"
"Panggil saja aku kak Ban xia ," potong . Yun ban Xia.
"Baiklah, kak banXia."Xin Lan merasa aneh di lidahnya begitu ia memanggil nama Yun ban Xia tanpa marga.
" Ah, Omong omong nona,Dimana kau mempelajari teknik yang kau gunakan tadi malam? Bisakah kau mengajariku? Kau sepertinya punya bakat medis yang luar biasa," kata Yun ban Xia dengan mata berbinar.
"Anda terlalu memuji. Itu hanya teknik dasar yang kupelajari Saat mengembara dulu," jawab Xin lan.
"ah, omong omong....Keluarga… orang tuamu?" tanya Yun ban xia
Xin lan terdiam sejenak. "A...aku bahkan tidak pernah tahu siapa orang tua ku,Selama ini aku hidup di panti asuhan."
"Maaf, aku tidak bermaksud…" Yun ban Xia merasa bersalah.
"Tidak apa-apa,Ah ya sebaiknya kita berpencarnya mulai dari sini,." jawab Xin Lan tenang.
"Baiklah,Hati hati."Ucap Yun ban Xia.
Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Xin Lan dan Yun Ban Xia saat mereka berpisah, masing-masing menuju tugasnya. Hutan di pegunungan Bei yang lebat membentang di antara mereka, membentuk dinding hijau yang memisahkan namun juga menyatukan. Xin Lan melangkah lebih jauh, menghilang di balik rimbunnya dedaunan. Langkahnya berhenti di sebuah celah tersembunyi, di mana sinar matahari hanya mampu menembus sela-sela daun membentuk pola-pola cahaya yang berkelap-kelip di tanah. Di sana, dengan gerakan tangan yang cepat dan terampil, ia menarik anak panahnya membidik seekor burung.
Namun bukan burung yang jatuh, melainkan seorang pria berjubah hitam terjatuh dari atas pepohonan. Wajahnya tersembunyi di balik tudung, hanya sorot mata tajam yang mengintip dari balik kain gelap itu. Jantung Xin Lan berdegup kencang saat menyingkirkan tudung hitam yang menutupi wajah pemuda itu. "Tidak mungkin..." bisiknya lirih. Ia merasa familiar dengan wajah itu.
Flashback
Xin Lan bersembunyi di balik rimbunnya semak-semak di tepi hutan. Malam ini, ia mengintai target yang diperintahkan untuk dihabisi. Jemarinya yang cekatan menggenggam erat belati, matanya setajam elang mengamati setiap pergerakan di sekitarnya. Suara binatang malam dan desiran angin menjadi teman setianya dalam kesunyian yang mencekam. Tiba-tiba, suara langkah kaki tergesa-gesa memecah keheningan. Seorang pemuda dengan pakaian kotor dan wajah penuh luka, berlari kalang kabut menuju semak belukar yang tak disangka menjadi tempat persembunyian Xin Lan.
"Sial!" umpat pemuda itu, matanya liar menelisik sekeliling, mencari celah untuk bersembunyi. Tanpa pikir panjang, ia menerobos masuk ke dalam semak lebat itu, tempat di mana Xin Lan bersembunyi. Ia terkejut membuat Tubuhnya yang besar menimpa Xin Lan, membuat gadis itu terhenyak.
Napas pemuda itu tersengal-sengal, memburu di telinga Xin Lan. Cahaya rembulan yang menembus celah dedaunan menyinari wajahnya, membuat Xin Lan dengan jelas melihat wajah pria yang tersembunyi di balik luka dan kotoran. Ada memar keunguan di pipi kirinya, dan goresan luka yang mengering di pelipisnya. Meski begitu, aura berbahaya sekaligus memikat terpancar darinya, membuat jantung Xin Lan berdegup lebih kencang dari biasanya.
"Siapa kau?!" bisik Xin Lan, terkejut sekaligus waspada. Belatinya sudah siap siaga, menempel di pinggang pemuda itu. Ia berusaha mendorong pemuda itu menjauh, namun pemuda itu justru mencengkeram lengannya erat.
Pemuda itu tidak menjawab, melainkan menempelkan jari telunjuk ke bibirnya, memberi isyarat agar Xin Lan diam. Xin Lan dengan marah menyingkirkan jari pria itu dari bibirnya. "Apa yang kau lakukan?!" bisik Xin Lan, geram. Aksinya mengintai bisa gagal total karena kehadiran orang asing ini.
Belum sempat Xin Lan melanjutkan protesnya, pemuda itu membungkamnya dengan sebuah ciuman mendadak. Bibirnya yang dingin dan sedikit berpasir menempel paksa pada bibir Xin Lan, membuat gadis itu membeku dalam keterkejutan. Matanya terbelalak, mencerna apa yang baru saja terjadi. Pada saat yang sama, suara teriakan dan derap langkah kaki semakin mendekat. Xin Lan menyadari, pemuda ini pasti seorang buronan yang sedang dikejar-kejar.
"Hei, kau," bisik pemuda itu, setelah ciuman itu berakhir, menatap Xin Lan dengan mata dingin namun penuh perhitungan. "Umurmu berapa?"
"E... enam belas tahun," jawab Xin Lan, suaranya sedikit bergetar, masih berusaha mencerna situasi yang serba cepat ini, dan rasa panas di wajahnya.
Pemuda itu menyeringai tipis, meski wajahnya penuh luka. "Kau... Diamlah...,bantu aku bersembunyi, dan aku akan memberikanmu imbalan."
Belum sempat Xin Lan berpikir, sekelompok penjaga bersenjata lengkap muncul di tepi semak-semak tempat mereka bersembunyi. Mereka menyisir setiap sudut hutan, obor di tangan mereka menari-nari, menerangi kegelapan. Pemuda itu semakin merapatkan tubuhnya ke Xin Lan, menekan gadis itu lebih dalam ke rimbunnya semak. Deruan napasnya yang hangat menyentuh leher Xin Lan, membuat tubuh gadis itu menegang dan merasakan sensasi aneh yang belum pernah ia alami. Aroma keringat dan tanah dari tubuh pemuda itu menusuk hidungnya, bercampur dengan aroma hutan.
Para penjaga itu berhenti tepat di depan semak-semak tempat mereka bersembunyi. Xin Lan bisa merasakan jantungnya berdegup kencang, memukul-mukul dadanya. Salah sedikit saja, mereka berdua bisa tertangkap, dan misi Xin Lan akan berakhir bencana. Pemuda itu menempelkan tubuhnya begitu rapat, seolah ingin menyatu dengan Xin Lan, membuat gadis itu merasa sangat tidak nyaman, namun tak berdaya untuk bergerak.
"Sial!" kata salah seorang penjaga dengan nada frustrasi. "Dia pasti sudah lari lebih jauh ke dalam hutan."
"Jangan lengah," timpal penjaga yang lain, suaranya terdengar berat. "Kita harus segera menemukannya. perintahkan para bawahan untuk segera menyebar! Cari si pemberontak itu sampai dapat!"
Dirasa tidak menemukan si target sang jenderal membawa pasukannya pergi, Obor dan suara langkah kuda dan derap dari langkah para pasukan semakin menjauh meninggalkan Xin Lan dan pemuda itu dalam keheningan yang canggung dan sarat ketegangan. Xin Lan segera mendorong pemuda itu menjauh dengan sekuat tenaga. Wajahnya memerah padam karena marah, malu, dan entah mengapa, sedikit bingung.
"Kau!?" sergah Xin Lan, matanya menyorot tajam sambil merapikan pakaiannya yang sedikit terbuka dan berantakan akibat insiden tadi. Ia bahkan merasa bibirnya masih sedikit perih.
Pemuda itu hanya terdiam tak peduli dengan apa yang ia lakukan, ia hanya menghela napas panjang sambil mengawasi sekeliling, memastikan tidak ada lagi bahaya. Kemudian, ia merogoh kantungnya dan mengeluarkan sebuah kantung berisi penuh koin emas yang berkilauan di bawah cahaya rembulan. "Ini untukmu," katanya, menyerahkan kantung itu kepada Xin Lan. "Aku harus pergi sekarang. Terima kasih."
Tanpa menunggu jawaban Xin Lan, pemuda itu berlari menghilang di antara pepohonan, menyatu dengan kegelapan hutan. Xin Lan menatap kantung emas di tangannya, lalu menatap ke arah pemuda itu menghilang. Ia masih terpaku, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Misi mengintainya gagal total, dan ia malah terlibat dengan seorang buronan misterius yang menciumnya. Perasaan aneh bercampur aduk di dalam hatinya saat ia menyentuh bibirnya, meninggalkan jejak kebingungan dan sedikit rasa penasaran yang tak terucap.
End of Flashback.
Xin Lan tersentak kembali ke dunia nyata. Wajah pemuda berjubah hitam itu... tidak mungkin ia melupakannya. Pemuda yang ia lindungi malam itu, kini berada dipangkuannya,dengan luka di sekujur tubuhnya.
Tak lama kemudian Pemuda itu mengerang pelan, mencoba bangkit. Xin Lan bisa melihat jelas luka memar dan goresan di wajahnya yang tampan. pria itu tampak linglung, Mungkin efek benturan keras yang ia alami.
"Siapa kau?" tanya pemuda itu dengan suara serak, matanya menyipit berusaha memfokuskan pandangan. " Apa kau dari pihak musuh?"
Xin Lan tertegun. pemuda itu tidak mengenalinya? Ah, Tentu saja, Xin Lan teringat ia tidak mengenakan topengnya saat ini,Ia bernafas lega karena pria itu tidak mengenalinya.
"Tenanglah aku bukan dari pihak musuh," jawab Xin Lan datar, berusaha menyembunyikan keterkejutannya. "Kau jatuh dari pohon."
Pemuda itu mendengus sinis. "Jangan berbohong. Aku melihatmu membidikkan panah ke arahku." sambil menghunuskan pedangnya kearah Xinlan.
"itu karena Aku sedang berburu!," balas Xin Lan. "Kau saja yang sial karena berada di jalur panahku."
Pemuda itu menatap Xin Lan dengan curiga, berusaha mencari kebohongan di matanya. Namun, Xin Lan hanya memperlihatkan ekspresi datarnya.
yang membuat keduanya saling bertatapan.
"Siapa namamu?" tanya Pemuda itu lagi, kali ini dengan nada lebih lembut.
Xin Lan terdiam sejenak. Ia tidak mungkin memberitahukan nama aslinya. "Margaku Liu Namaku Xin lan," jawabnya singkat.
"Liu Xin lan?" Pemuda itu mengulang nama itu pelan, seolah sedang mencicipi setiap suku katanya. " Aku Yu Zhang, Maaf atas kesalahpahaman tadi nona Xin ,dan juga maaf karena sudah menuduhmu Sebagai musuh padahal kau berniat menolongku, Sekali lagi aku meminta maaf pada anda nona xin lan."
Xin Lan hanya menjawabnya dengan anggukan.
"Aku merasa begitu familiar dengan gadis ini ,Dan sepertinya aku pernah melihat Mata ini disuatu tempat tapi...,Dimana ya?."
Batin yu zhang sambil melihat Xin Lan yang sedang meracik obat untuk mengobati lukanya.
...