NovelToon NovelToon
Lentera Jelita

Lentera Jelita

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Anak Genius / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Romansa / Penyelamat
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Alfianita

Meminta Jodoh Di Jabal Rahmah?
Bertemu Jodoh Di Kota Jakarta?


Ahtar Fauzan Atmajaya tidak menyangka jika ia akan jatuh cinta pada seorang wanita yang hanya ia temui di dalam mimpinya saja.


“Saya tidak hanya sekedar memberi alasan, melainkan kenyataan. Hati saya merasa yakin jika Anda tak lain adalah jodoh saya.”


“Atas dasar apa hati Anda merasa yakin, Tuan? Sedangkan kita baru saja bertemu. Bahkan kita pun berbeda... jauh berbeda. Islam Agama Anda dan Kristen agama saya.”

Ahtar tersenyum, lalu...

“Biarkan takdir yang menjalankan perannya. Biarkan do'a yang berperang di langit. Dan jika nama saya bersanding dengan nama Anda di lauhul mahfudz-Nya, lantas kita bisa apa?”


Seketika perempuan itu tak menyangka dengan jawaban Ahtar. Tapi, kira-kira apa yang membuat Ahtar benar-benar merasa yakin? Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya? Akankah mereka bisa bersatu?


#1Dokter
#1goodboy
#hijrah
#Religi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seperti Tak Asing

...“Ya Allah ya Rabb… Engkau yang paling pandai dalam membolak-balikan hati setiap hambaMu. Dan saat ini hamba ingin Engkau membalikkan hati seorang perempuan yang kini keberadaannya ingin hamba cari, yang dirinya sangat hamba harapkan, dan hadirnya yang sangat hamba nantikan. Dan jadikanlah tempat ini sebagai saksi titik pengharapan seorang hamba.”...

...****************...

Mendengar nama Humaira membuat Akhtar merasa malas keluar dari kamarnya. Dia pun hanya memilih untuk membuka ponselnya dan menekan galeri. Dibukanya foto gadis pemain biola itu.

"Aku tidak tahu apa yang membuatku merasa betah memandangi fotomu wahai gadis asing. Dan ya... aku juga tahu jika memikirkanmu akan membuatku masuk ke dalam jurang zina hati dan zina mata. Maka dari itu aku berdo'a kepada Allah agar menghadirkanmu dalam mimpi meski hadi suatu saat."

"Dan jika kita bertemu di dunia nyata, aku akan segera melakukan khitbah untukmu. Karena aku yakin jantungku yang berdetak saat pertama kali melihat fotomu itu, sebagai tanda kalau kita... berjodoh."

...****************...

Satu minggu sudah Akhtar bekerja di rumah sakit Royal Infirmary, rumah sakit umum di kota Edinburgh. Dan tepat di hari itu Akhtar pulang siang, karena akan ada acara pesta kecil untuk merayakan hasil kerjasama yang bagus saat melakukan operasi yang dipimpin Akhtar selama satu minggu, sekaligus untuk membuat tim itu semakin akrab.

"Dok, jangan lupa datang tepat waktu. Seperti yang pernah dikatakan Dokter Akhtar, waktu itu patut dihargai. Karena kita tidak bisa mengulanginya atau menghentikannya." Suster Talia kembali kata yang pernah Akhtar ucapkan.

“Ha… Ha… Ha…” tawa Akhtar menggema. "Siap, suster Talia. Saya usahakan akan datang tepat waktu. Kalau begitu saya pamit pulang dulu, tak ada jadwal lagi, kan."

"Iya, memang tidak ada. Tapi jangan lupakan hari esok, penuh." Suster Talia mendengus.

Akhtar memutar bola matanya dengan cepat, "Tentu saja."

Detik berikutnya keduanya tertata bersama. Setelah itu Akhtar langsung menuju ke tempat parkir.

...****************...

"Bagaimana kalau kita makan malam di restoran The Mussel? Mumpung kita Masih berada di sini."

"Tapi..."

"Come on, Adam. Papa tahu aku nggak akan melakukan hal yang macam-macam. Hanya makan saja, tak ada yang salah, kan? Jangan terlalu mengekangku seperti Papa, Adam. Aku sungguh bosan menjalani kehidupan yang seperti ini. Aku ingin bebas, tapi aku tidak tahu kapan hari itu." Gadis itu menghela napas berat.

"Ok baiklah. Tapi, jangan pesan makanan yang mengandung seafood."

Gadis itu kembali tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.

...****************...

Sebenarnya Akhtar malas sekali untuk pulang. Karena jika dia pulang Maka akan bertemu denganku Humaira, gadis yang sangat Dihindari Akhtar selama satu minggu terakhir.

"Om Tristan, tolong cepatlah kembali. Karena anak gadismu sungguh-sungguh meresahkan hatiku." Akhtar menggeleng pelan, dia mencoba menarik kembali kewarasannya.

"Kalau tak pulang... Aku kemana? Dikiranya lelaki jelalatan nanti. Ah ya sudah, pulang sajalah, kangen juga sama dedek kecil Abizzar Dan keponakan Garda."

Akhtar menarik gagang gas untuk melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Rasanya dia tidak sabar untuk segera bertemu dengan saudara tirinya yang masih berusia dua bulan itu, dan sedangkan putra Arjuna masih berusia dua tahun.

Tidak sampai dua puluh menit Akhtar sampai dan langsung disambut oleh Garda. Anak laki-laki itu berlari mendekati Akhtar yang baru saja turun dari motor.

“Hei jangan lari, Garda. Nanti kamu terjatuh,” ujar Akhtar yang berlari menghampiri Garda.

“Galda mau peluk Om Akhtal, Galda kangen,” ungkap bocah kecil itu dengan suara cedal.

"Eits, boleh peluk Om, tapi... Om baru pulang dan belum cuci tangan. Apalagi masih bau loh badan Om." Akhtar mencium bajunya sendiri.

"Iya, ya. Om Akhtal masih bau. Mandi dulu gih, Om."

"Ok, siap! Sekarang Garda masuk dan bermain lagi. Om mau mandi dulu." Akhtar mengacak rambut Garda pelan.

Akhtar lewat pintu belakang sambil menatap tempat itu dengan tatapan hilir mudik, seolah dia ingin mencari keberadaan seseorang.

"Bang Akhtar, kenapa jalannya begitu? Terus kenapa kok lewat belakang?" tanya seseorang yang mengejutkan Akhtar.

Akhtar seketika berdiri tegak, wajahnya berubah pucat pasi. Akhtar tahu suara siapa dibelakangnya itu.

“Eh... Ada Bunda,” ucap Akhtar dengan cengiran, lalu dia menghampiri Bunda Khadijah untuk salim.

“Bang Akhtar kenapa lewat pintu belakang? Terus jalannya...” Bunda Khadijah menggantungkan ucapannya.

“Nggak apa sih, Bun. Cuma tadi di luar ada Garda yang masih bermain. Nanti kalau tahu Akhtar sudah pulang takutnya dia minta peluk, sedangkan Akhtar baru pulang dan belum bersih-bersih.” Alibi Akhtar.

“Oh... Begitu. Ya sudah, langsung mandi sana gih!” pinta Bunda Khadijah yang diangguki Akhtar.

Bunda Khadijah kembali berjalan, tapi saat beberapa langkah Akhtar sudah memanggilnya lagi.

“Eh, Bun, Humaira kemana ya? Kok Akhtar tidak lihat.” Akhtar hanya sekedar ingin tahu, tidak lebih.

“Lagi keluar sama Mbak mu, katanya ada beberapa hal yang harus dia lakukan.”

“Oh...” Akhtar manggut-manggut, dalam hatinya bernapas lega.

...****************...

Akhtar memilih memakai kaos polos berwarna putih dan dilapisi jaket tebal, lalu dipadukan dengan celana jeans hitam. Tidak merubah ketampanan Akhtar, justru ketampanan seorang Akhtar semakin memancar. Tidak lupa dia semprotkan minyak baju yang aromanya maskulin, menggambarkan sisi lembut di dalam diri Akhtar.

“Mau kemana kamu, Nak?” tanya Abi Yulian yang sedang duduk di teras.

“Ada acara pesta kecil dengan tim bedah di restoran The Mussel, Bi. Sekaligus acara untuk membuat tim bedah supaya lebih akrab saja, dan Akhtar membutuhkan hal itu.”

Sebagai dokter baru memang benar dengan keputusan Akhtar. Selain tidak ingin dicap sebagai dokter yang sombong, Akhtar juga perlu memberikan kenyamanan saat bekerjasama dengan mereka di ruang operasi, apalagi dibawah pimpinannya.

“Ok, hati-hati dijalan! Dan pulangnya jangan terlalu malam. Abi mau bicara sama kamu dan Abangmu,” ucap Abi Yulian yang diangguki Akhtar.

Akhtar pun salim pada Abinya, setelah itu dia memakai mobil sesuai dengan rencananya.

Malam itu Akhtar melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Suasana malam yang begitu santai membuat Akhtar bisa menikmati suasana malam di Royal Mile.

Setelah sampai di sana Akhtar langsung berbaur dengan rekan kerjanya setelah salah satu dari mereka melambaikan tangan.

“Baru dua yang datang? Yang lain?” tanya Akhtar sambil mengerutkan keningnya.

“Katanya masih ada di jalan, Dok. Tunggu saja, pasti sebentar lagi sampai.”

Suster Talia dan perawat Max, keduanya yang masih single memang bisa datang tepat waktu. Sedangkan lima orang lainnya entahlah masih ada dimana.

Akhtar mengedarkan pandangannya, melihat bagaimana suasana malam hari di restoran itu. Yang dibilang cukup ramai, ada beberapa kalangan anak muda yang sedang makan juga di sana.

‘Rasa apa ini? Kok deg-degan begini ya?' tanya Akhtar dalam hati.

Lima menit menunggu teman-teman yang lain, tapi sampai saat itu ke limanya belum ada yang datang.

“Saya ke toilet sebentar ya! Jika sudah lengkap personilnya langsung pesan makanan, sekalian pesankan untuk saya.” Akhtar undur diri sebentar, ada sesuatu hal yang membuatnya tiba-tiba merasa nervous.

“Seperti tak asing dengan rasa ini. Tapi apa? Debaran yang sulit ku artikan, tapi seakan aku menantikan debaran ini.”

Akhtar memegang dadanya yang terasa semakin bergetar. Dan seketika dia mengingat satu hal, pikirannya kembali melayang tentang gadis pemain biola.

“Ya Allah, apa ini artinya gadis pemain biola itu juga ada disini? Debaran rasa ini memang terasa tak asing, debaran pertama kali saat aku melihat fotonya.”

“Ya Allah ya Rabb… Engkau yang paling pandai dalam membolak-balikan hati setiap hambaMu. Dan saat ini hamba ingin Engkau membalikkan hati seorang perempuan yang kini keberadaannya ingin hamba cari, yang dirinya sangat hamba harapkan, dan hadirnya yang sangat hamba nantikan. Dan jadikanlah tempat ini sebagai saksi titik pengharapan seorang hamba.”

“Pijarkan lentera padanya ya Rabb... Agar aku bisa mengenali jelita ku. Aamiin.”

Setelah dirasa cukup lama berada di dalam toilet khusus laki-laki Akhtar memutuskan untuk keluar. Namun, setelah membuka pintu Akhtar justru dikejutkan dengan sosok laki-laki yang berbadan tinggi tegap jatuh pingsan.

“Astaghfirullahallazim... Ada apa dengannya?” gumam Akhtar lirih.

Akhtar seketika menghampiri tubuh laki-laki itu. Diperiksa nya denyut nadi laki-laki itu dan tanda vitalnya.

“Dia... Henti napas.”

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!