Jodohku Guruku

Nurma Akhirnya pingsan dan segera di bawa pergi oleh pria misterius tersebut dan rupanya di gang sempit itu sudah ada beberapa orang yang telah menunggunya dan bergegas membawa Nurma pergi, kejadian itu tanpa di sengaja di pergoki oleh Damar, damar yang melihatnya tak bisa berkutik, ia terpaku dan juga takut karena tampang para penculik sangat menakutkan seperti seorang mafia.Damar bersembunyi di balik pohon beringin di dekat taman, tubuhnya sedikit gemetar.

Sementara itu Rea dan Wina bergegas mencari keberadaan Nurma dan saat tiba di taman belakang, ia tak menemukan Nurma disana.

Ada satu benda yang membuat mata Rea menjadi silau, yakni bros kupu-kupu yang biasa Nurma gunakan di hijabnya tiba-tiba terjatuh di antara rerumputan taman belakang, Rea pun semakin cemas dan ia memberikan bros tersebut kepada Wina, dan wina sempat berpikir telah terjadi sesuatu dengan Nurma, akhirnya mereka berdua bergegas untuk menemui pak satria.

Rea dan Wina berlari tergesa-gesa melintasi lapangan sekolah menuju ruang guru. Napas mereka memburu, dan kekhawatiran terlihat jelas di wajah Wina.

"Bagaimana kalau Nurma benar-benar diculik?" tanya Wina dengan suara bergetar sambil memegang erat bros kupu-kupu milik Nurma.

Rea mencoba tetap tenang meski hatinya juga diliputi rasa takut.

"Kita harus cepat, Win. Kita harus kasih tahu Pak Satria. Dia orang yang paling bisa dipercaya dan dia... dia harus tahu," kata Rea, memutuskan bahwa ini adalah saatnya untuk mengungkapkan kebenaran.

Mereka tiba di depan ruang guru. Kebetulan, Pak Satria baru saja keluar, tampaknya ia akan menuju kantin untuk istirahat makan siang. Wajahnya terlihat santai.

"Pak Satria!" seru Rea dan Wina serempak.

Satria menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Oh, Rea, Wina. Ada apa? Kalian tampak panik sekali," tanyanya dengan nada khawatir.

"Ini gawat, Pak! Nurma... Nurma hilang!" kata Wina hampir menangis. Ia segera menyodorkan bros kupu-kupu yang ia genggam. "Kami menemukannya di taman belakang, dekat gang sempit. Nurma tidak ada di sana, Pak!"

Mata Satria langsung menangkap bros itu. Itu adalah bros yang ia hadiahkan pada Nurma di hari pernikahan mereka. Senyum di wajah Satria langsung menghilang, digantikan oleh ekspresi dingin dan menakutkan yang belum pernah dilihat Rea dan Wina.

"Apa?!" raungnya, suaranya dalam dan mengandung kemarahan yang tertahan. Ia merebut bros itu dari tangan Wina.

"Kalian yakin? Bagaimana dia bisa sampai di sana?"

Rea menelan ludah, sadar bahwa ia harus mengatakan semuanya sekarang. "Tadi di kantin, Pak... Santi menunjukkan foto-foto Bapak dan Nurma, yang di rumah sakit dan saat berboncengan. Dia menuduh Nurma bohong dan bilang Bapak dan Nurma adalah sepasang kekasih! Nurma sangat panik dan lari ke taman belakang, lalu..." Rea ragu-ragu.

Satria sudah tidak sabar. "Lalu apa, Rea? Katakan!"

"Lalu dia menghilang, Pak! Saya yakin dia diculik!" Wina menyela dengan isak tangis.

Satria memejamkan mata sesaat, mencoba mengendalikan emosinya. Ia menghela napas panjang, lalu membuka matanya. Tatapannya tajam dan fokus.

"Dengar baik-baik, kalian berdua," ujar Satria, suaranya kini tenang namun penuh otoritas.

"Kalian benar. Nurma memang istri saya. Kami menikah diam-diam. Dan sekarang, sebagai suaminya, saya akan mencarinya."

Rea sudah tahu sejak semalam sedangkan Wina, ia terkejut setengah mati, namun pengakuan itu kini terasa tidak penting. Keselamatan Nurma adalah yang utama.

"Bapak tahu siapa yang mungkin melakukan ini?" tanya Rea.

Satria tidak menjawab. Ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Siapkan orang-orang kita. Temukan dia. Sekarang juga! Cari di sekitar gang sempit sekolah. Cek semua CCTV di jalan itu. Istriku telah diculik!"

Satria memasukkan bros kupu-kupu Nurma ke saku jaketnya. Ia menoleh ke Rea dan Wina.

"Terima kasih atas informasinya. Kalian kembali ke kelas dan jangan beritahu siapa pun. Saya akan mengurus ini. Ingat, tidak ada yang boleh tahu tentang status kami," perintah Satria tegas.

Tanpa menunggu jawaban, Satria berlari menuju parkiran dengan kecepatan luar biasa. Ia melompat ke motor sport-nya, mengenakan helm, dan menghidupkan mesin. Raungan motornya memecah keheningan siang hari di sekolah.

Satria adalah seorang guru matematika yang profesional, tapi sekarang, ia adalah Satria Galih Prakoso, sosok yang memiliki jaringan dan latar belakang yang lebih kompleks daripada yang diketahui siapa pun di sekolah itu, bahkan Nurma sendiri. Janjinya pada almarhum ayah Nurma untuk menjaga gadis itu adalah janji suci yang tidak akan ia ingkari.

Siapa pun yang berani menyentuh Nurma, akan berhadapan denganku, batinnya penuh amarah.

Sementara itu Wina masih tidak percaya atas pernyataan dari Pak Satria yang membenarkan bahwa Nurma dan dirinya memiliki suatu hubungan, bahkan keduanya sudah menikah, ini sulit di percaya.

"Re... apakah ini nyata? Pak Satria dan Nurma adalah pasangan suami istri?'

Rea menghela napasnya sejenak dan ia pun membenarkan akan hal itu.

"Iya Win, aku sudah tahu sejak semalam saat aku datang ke rumahnya Nurma untuk mengembalikan buku catatan Biologi yang aku pinjam, dan disanalah semua kebenaran itu terungkap, kau tahu apa yang aku lihat di sana?"

Wina menggeleng cepat, ia penasaran apa yang telah terjadi.

"Ayo cepat katakan Rea?" ucapnya sudah tidak sabar akan jawaban dari Rea.

" Mereka sedang berciuman mesra di dapur, aku sampai syok saat melihatnya, hampir saja jantungku mau copot!"

Wina menutup mulutnya karena kaget.

" Ya tuhan, beruntungnya Nurma menjadi istrinya Pak Satria yang ketampanannya enggak ada obat!".

.

.

kemudian Satria melaju kencang dengan motor sportnya, meninggalkan area sekolah menuju jalanan arah gang sempit, Target pertamanya adalah area gang sempit di samping taman belakang yang disebutkan Rea dan Wina. Saat tiba di gang tersebut, Satria melihat Damar, seorang siswa, yang berdiri terpaku dengan wajah pucat.

"Damar! Apa kau melihat sesuatu?" tanya Satria sambil menahan motornya.

Damar terkejut melihat Satria. Ia menunjuk ke arah jalan.

"Iya, Pak! Tadi... tadi ada mobil hitam. Orang-orang besar membawa Nurma. Mereka terlihat... seperti mafia!"

Informasi Damar memperkuat kecurigaan Satria. Ia tahu persis siapa yang mungkin berada di balik ini semua.

"segera kembali ke kelasmu, Damar. Jangan katakan apa-apa kepada siapa pun," ujar Satria, lalu segera memutar motornya dan tancap gas.

Satria tidak perlu membuang waktu untuk mencari. Para pasukannya sudah bekerja. Dalam hitungan menit, ponselnya bergetar.

Pesan dari pasukan 'Bayangan'.

Target terdeteksi. Mobil van hitam melaju ke arah gudang tua di pelabuhan lama. Jarak 15 km dari lokasi Anda.

Satria mengangguk kecil. Wajahnya kini terlihat tenang, namun matanya memancarkan tekad baja. Ia menarik tuas gas lebih dalam. Angin kencang menerpa wajahnya.

'Tunggu aku, istriku, Aku datang untuk menyelamatkan kamu.'

Bersambung...