Istri Pengganti

"Laura sudah kembali dan mencoba mengambil hati putra kita, apakah kita harus tinggal diam?" ucap Diana pada suaminya.

Saat mengetahui Laura mencoba mendekati Leon, hati Diana sungguh geram. Apakah wanita itu tidak sadar akan perbuatannya sendiri? Dia yang membuang Leon dan sekarang ingin memungutnya lagi.

"Biarkan saja dia melakukan apa yang dia inginkan. Semakin besar kebusukannya, semakin besar kebencian Leon untuknya kelak. Jika memang Leon sudah benar-benar melupakannya, maka semua itu akan sia-sia. Lagi pula dengan kehadiran Laura, kita bisa tahu sebesar apa cintanya pada menantu kita."

Diana mengiyakan pendapat suaminya, tapi ia sungguh geram. "Tapi, aku tidak ingin Laura menyakiti menantuku dan juga ibunya yang kejam itu."

Baron mengangguk, "Aku akan bicara dengan Adiguna, agar dia mengingatkan anak dan istrinya. Jika masih berani mengganggu Anna, aku akan membuatnya bangkrut."

"Huh malangnya menantu kita, dari kecil tidak bahagia. Hanya karena kesalahan Adiguna dan Mary, ia harus menderita. Dan sialnya, Mary malah meninggal sehingga tidak bisa menjaganya dari dua monster itu."

"Sudah menjadi takdirnya. Tapi, di keluarga ini, tidak akan ada yang bisa menyakitinya. Aku yang akan maju, jika ada yang berani menyakiti menantuku, termasuk Leon sekali pun."

***

Anna sungguh tidak mengerti kisah cintanya. Sejak remaja hingga dewasa, dia belum pernah dekat dengan lelaki mana pun. Di usia dua puluh enam tahun dia malah dipaksa menikahi kekasih saudarinya. Setelah dia dan Leon saling mencintai dan nyaris bahagia, kini mereka harus dihadapkan dengan masalah lagi.

Leon meremas sebuah kertas berlogo rumah rumah sakit di kotanya. Tulisan di kertas itu menjadi tidak terbaca karena sudah koyak dibuatnya. Seorang wanita sedang menangis tersedu-sedu di depannya membuat perasaannya semakin kacau. Mulutnya tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Jika kau memang tidak ingin bertanggungjawab tidak apa-apa. Aku bisa merawat anak ini sendiri. Dari awal memang aku yang bersalah, aku yang pergi meninggalkanmu tanpa alasan dan sekarang kembali dengan keadaan seperti ini." air mata wanita itu mengucur semakin deras.

"Aku memberitahumu hal ini bukan bermaksud mengganggu pernikahanmu, aku hanya ingin kau tahu bahwa kau punya seorang putra. Jadi tidak perlu bertanggung jawab pada kami."

Suara tangis bayi yang ada di pangkuan Laura membuyarkan pikirannya. Bayi itu adalah miliknya? Rasanya seperti mimpi, entah mimpi indah atau mimpi buruk. Laura menenangkan bayinya, "Sepertinya aku harus pulang. Dan mengenai hal ini, tidak usah merasa bersalah. Anggap saja kau tidak mengetahui hal ini."

Bagaimana mungkin Leon menutup mata tentang hal sepenting itu. Kini dia memiliki anak, darah dagingnya. Keinginan untuk bertanggung jawab muncul sendiri dalam benaknya.

"Laura, bagaimana mungkin aku membiarkan anak ini. Aku akan bertanggung jawab pada anak ini, tapi maaf aku tidak bisa kembali padamu, aku tidak bisa berpisah dari istriku. Apapun yang kebutuhannya pasti kupenuhi." ucap Leon tegas, yang dalam beberapa detik telah membuat keputusan.

Laura terlihat kecewa, namun segera menyembunyikannya, mendengar kalimat itu membuat hatinya semakin diremas. Leon tidak ingin berpisah dari Anna meski ia sudah menggunakan putranya sebagai alat sandiwaranya.

"Leon, jangan terlalu gegabah. Bagaimana mungkin bisa seperti itu, apakah nanti Anna bisa menerima anak ini? Dia akan kecewa." Laura terus bersandiwara seolah memiliki hati yang mulia.

Dan Leon termakan lakon mantan kekasihnya itu. Tentu memikirkan Anna jika mengetahui hal ini membuatnya resah. Anna pasti akan sangat kecewa padanya. Wanita itu akan kembali menangis karena dirinya. Istrinya yang malang.

"Aku akan memberinya pengertian."

Berita kembalinya Laura dan membawa seorang putra telah tersebar luas dan menggemparkan dunia maya. Semua itu berawal ketika Laura datang ke perusahaan Winston membawa seorang bayi. Tentu semuanya penasaran siapa ayah bayi itu. Dan semua terjawab ketika Laura masuk ke ruangan pewaris tunggal itu. Laura datang untuk meminta pertanggungjawaban.

Sepulangnya Laura dari kantornya, Leon membaca berita yang sudah viral dimana-mana. "Anna pasti melihat berita ini." Leon memijat kepalanya yang pusing. Istrinya pasti sedang bersedih saat ini. Oleh karena itu, dia mengambil barang-barangnya dan bergegas pulang ke rumah. Dia harus menenangkan dan memberi pengertian pada wanita itu.

Ketika Leon sampai di rumah, ia mencari istrinya, namun Anna tidak ada di sana. Mencoba menghubungi ponselnya, tapi tidak dijawab, bahkan dia menemukan ponsel istrinya di kamar. Itu artinya Anna pergi tanpa ponsel. Leon semakin cemas. Ia kemudian menghubungi Alana, namun jawaban Alana membuatnya kecewa.

"Kau kemana perginya Anna." gumam Leon yang kini mengemudikan mobilnya tanpa tujuan yang jelas. Kemana istrinya pergi di kota yang sebesar ini?

Ponselnya berdering membuatnya lekas menjawab, barangkali ada kabar dari istrinya.

"Alana, ada apa? Apakah Anna datang ke tempatmu?" mungkin saja Anna baru datang ke sana.

Suara Alana terdengar tidak baik-baik saja, "Leon, aku tahu dimana Anna berada." ucap temannya itu.

"Dimana Al?" Leon sudah tidak sabar.

"Anna sedang bersama David." jawab Alana. Tentu Alana merasakan cemburu setelah baru saja melihat pria yang dia cintai sedang bersama wanita lain.

"Apa!" suara Leon memenuhi mobilnya, pria itu merasakan hal yang sama seperti Alana.

"Tapi kumohon, jangan menyakiti David." pinta Alana.

"Aku tidak janji Al." Leon mematikan sambungan telepon lalu menancap gas menuju kediaman David. Tangannya sungguh panas ingin menghabisi sahabatnya itu.

"David, kau sangat keras kepala."

Begitu ia sampai di rumah David dengan kecepatan tinggi, Leon masuk tanpa izin. "Anna..." ia berseru memanggil istrinya. "Kau dimana."

Seorang pelayan rumah menghampirinya, "Tuan Leon, jangan membuat keributan, saya akan membawa Anda pada Nona Anna." ucap wanita itu.

Leon berjalan mengikuti pelayan itu dan tiba-tiba saja, David muncul dari sebuah kamar. "Sialan dimana istriku!" Leon langsung menyerbu David dan melayangkan bogem mentah di wajah sahabatnya.

"Dasar gila, beraninya membuat keributan di rumahku." David pun hendak membalas perbuatannya.

"Kau yang sudah gila. Beraninya kau membawa istriku. Sudah bosan hidup rupanya. Minggir." Leon hendak masuk ke dalam kamar, tetapi David menghalangi.

Penuh emosi, Leon malah menghajar David hingga pria itu tak berkutik. "Kau yang membuatku seperti ini." ucap Leon yang merasa bersalah karena telah menghabisi sahabatnya sendiri.

Leon bergegas masuk ke dalam kamar dan melihat istrinya yang telungkup di atas tempat tidur. Punggung wanita itu tampak bergetar membuat perasaan bersalah semakin membuncah dalam dirinya.

Leon duduk di tepi tempat tidur, perlahan menyentuh punggung istrinya dan kemudian beralih mengusap rambut panjang wanita itu. Isak tangis terdengar jelas meski Anna sudah membekap mulutnya dengan bantal.

"Sayang..." panggilan itu membuat Anna terkesiap. Ia segera membalikkan tubuhnya. Matanya yang berlinang air mata kini tampak jelas di depan Leon.