Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 30
Anya yang panik langsung berlari menghampiri Arka. Ia membangunkannya dan menyuruh Arka segera turun ke bawah.
Shofia pasti sangat marah melihat Arka yang sekarang dalam tubuhnya sampai tidur di kamarnya.
Setelah siap, ia membukakan pintu untuk Shofia. Dengan santai, Shofia masuk ke dalam rumah. Matanya menyelidik ke arah Arka.
"Mulai saat ini, kau harus angkat kaki dari rumah ini. Kalau kau masih mau bekerja di industri ini, kau harus menjaga jarak dari Arka, mengerti?" Ketus Shofia.
"Dan kau, Arka. Mulai sekarang, tinggallah di rumahmu untuk sementara waktu sampai semua kondusif. Aku akan melakukan wawancara untuk mengklarifikasi hubunganmu dengan Anya, jadi sebelum itu, tetaplah di rumah," tambah Shofia.
Anya dalam tubuh Arka maju selangkah dengan tatapan memelas. "Anya tidak bisa pergi, bagaimana aku mengurus semuanya sendiri?"
"Arka, kenapa kau keras kepala, sih? Aku ini manajermu, jadi mulai sekarang, kau harus mengikuti semua perkataanku. Atau jangan-jangan, kalian ini benar-benar pacaran, hah!" ucap Shofia kesal, kedua tangannya mengepal kuat.
Shofia semakin membenci Anya. Ia merasa Arka benar-benar sudah berubah. Dari dirinya yang selalu cuek dengan wanita dan selalu memikirkan timnya.
Kini, ia berubah semakin lemah dan selalu membela Anya.
"Katakan! Kalian benar pacaran?" Shofia mencoba mengklarifikasi semuanya.
Julian yang berdiri di belakang Shofia tampak ketar-ketir. Ia juga berharap Anya dan Arka mengatakan tidak, jika tidak, mereka akan melihat Shofia benar-benar murka.
Anya mulai geram dengan orang-orang di sekitar Arka. Mereka semua seakan mengatur hidup Arka tanpa tahu bagaimana perasaannya.
Ia menggenggam kedua tangannya kuat. "Entah aku pacaran atau tidak dengan Anya, itu urusanku. Dengan siapapun aku, kalian tidak punya hak mengaturku. Aku cuma manusia biasa, aku juga ingin bahagia."
Anya emosional, air matanya mengancam tumpah. Ia baru menyadari betapa berat hidup Arka.
Semua gerak-geriknya selalu diawasi. Ia dituntut untuk menjadi sempurna, tanpa cela. Adakalanya, Anya juga merasa sesak seakan tak bisa bernapas.
Dari membuka mata sampai menutup mata, semua seakan harus sempurna di hadapan mereka.
Shofia membelalak. Arka yang selama ini menurut dan selalu bersikap profesional, bisa-bisanya mulai memberontak.
"Tidak, Arka. Kau ini seorang idola, kau sudah tahu konsekuensinya. Aku tidak izinkan kau melakukan semua semaumu, kau tahu kan ibumu tidak akan suka jika melihatmu melakukan ini," ancam Shofia.
Seketika, Anya terdiam saat nama ibu Arka disebut. Sebab, ia tidak tahu lebih jauh bagaimana hubungan Arka dan ibunya.
Arka menarik tangan Anya pelan, lalu menggeleng seakan tidak ingin berdebat lagi.
"Baiklah, aku akan pergi dari sini. Aku juga sudah muak dengan kalian semua," ucap Arka lalu berlalu begitu saja.
Arka mengemasi semua pakaian. Ia menyeret koper keluar.
'Apa yang kau lakukan, Arka? Bagaimana bisa kau keluar dari rumahmu sendiri?' batin Anya.
Arka keluar begitu saja. Anya hendak mengejarnya, namun Shofia meminta beberapa bodyguard untuk menghadangnya.
Setelah memastikan Arka dalam tubuh Anya pergi, Shofia kembali ke kantor. Beberapa bodyguard tetap menjaga Anya di penthouse-nya.
Beberapa berjaga bertugas di lobi, dan yang lain berjaga di sekitar rumah Arka.
Anya kembali masuk ke dalam rumahnya dengan langkah gontai. Ia bersandar di pintu, tangannya memegang ponsel.
Ia menelepon Arka.
Arka: "Ada apa, Anya?" ucap Arka dengan nada datar.
Anya: "Bagaimana kau bisa keluar dari rumahmu sendiri, sih? Lalu, aku harus bagaimana sekarang?" sahut Anya dengan nada gelisah.
Matanya menatap nanar ke setiap sudut ruangan. Aroma Arka masih terasa jelas di sana.
Arka: "Jangan manja, deh. Kau kan biasa ikut denganku, kau pasti tahu bagaimana aku bersikap dan bertindak," katanya meyakinkan Anya.
Anya: "Tapi ...."
Arka: "Sudahlah, aku harus pergi. Nanti aku kabari lagi, tunggu! Satu hal lagi, jangan pernah membuka ruangan itu, walaupun aku tidak ada di sana," ucapnya sambil menutup telepon.
Tatapan Anya kosong. Ia merasa rumah sebesar ini amat membosankan.
Tiba-tiba, ia mendapatkan ide. Matanya segera berbinar-binar.
Sementara itu, Arka berjalan keluar dari penthouse bersama Julian. Mereka segera menuju mobil yang sudah terparkir di depan.
Julian membukakan pintu untuk Arka. Dengan gaya angkuh khasnya, Arka segera masuk ke dalam mobil.
Julian berlari kecil dan segera masuk ke dalam mobil. Sebelum menginjak pedal gas, ia berbalik.
"Kita mau ke mana, Bos?"
Arka melipat kedua kaki, tangannya menumpu di atas lutut. "Kita akan pergi ke rumah sakit."
"Baik, Bos!" jawab Julian tegas. Ia lalu menyalakan mesin mobil dan menginjak pedal gas meninggalkan penthouse megah itu.