Prolog :
Nama ku Anjani Tirtania Ganendra biasa di panggil Jani oleh keluarga dan teman-temanku. Sosok ku seperti tidak terlihat oleh orang lain, aku penyendiri dan pemalu. Merasa selalu membebani banyak orang dalam menjalani kehidupan ku selama ini.
Jangan tanya alasannya, semua terjadi begitu saja karena kehidupan nahas yang harus aku jalani sebagai takdir ku.
Bukan tidak berusaha keluar dari kubangan penuh penderitaan ini, segala cara yang aku lakukan rasanya tidak pernah menemukan titik terang untuk aku jadikan pijakan hidup yang lebih baik. Semua mengarah pada hal mengerikan lain yang sungguh aku tidak ingin menjalaninya.
Selamat menikmati perjalanan kisah ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Masih Sama
"Ini gak berlebihan Mas? Kita dapat uang, dapat rumah, bahkan sekolah Quin sudah di jamin oleh suami Jani." Angga menatap wajah Putri nya yang sedang bermain di pangkuan Bundanya.
"Mas bingung juga sayang. Ini seperti nya sangat berlebihan rizki yang kita dapatkan. Tapi kan kita juga tidak bisa menolak kalau Allah sudah berkehendak." Bicara dengan lembut.
"Aku nyesel suka nyuruh-nyuruh Jani kerja ini itu. Mas pasti tahu kan meskipun Jani tidak pernah mengeluh?" Angga hanya tersenyum. "Sekarang balasannya malah sebanyak ini sampe aku malu sama diriku sendiri Mas."
"Coba minta maaf pada Jani sayang, katakan semua penyesalan mu selama ini tidak hangat padanya." Gina menggeleng.
"Malu Mas, terlalu banyak yang sudah aku lakukan. Jani pasti tidak mau memaafkan aku yang jahat ini." Angga lagi-lagi hanya tersenyum.
Dia tidak bisa menyalahkan Gina sepenuhnya, dia berubah menjadi wanita yang cukup keras dan egois karena keadaan yang menekannya.
Gina wanita yang lembut, dia bahkan mau menerima Jani meski keadaan mereka berdua sudah sangat sulit. Gina tidak pernah menyakiti Jani secara fisik, dia hanya suka membebani Jani dengan pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya sebagai ganti melampiaskan amarahnya menghadapi kejamnya dunia.
Jani bahkan pernah melarang Angga untuk menegur Kakak Iparnya, Jani tidak mau Mbak Gina semakin kecewa dengan kehadirannya yang hanya bisa menyusahkan mereka berdua.
"Rasanya aku malu sekali Mas, aku malu jika ingat semua ucapan kasar ku jika sedang menghadapi kesulitan. Aku sering menjadikan Jani pelarian ku agar bisa marah sepuasnya." Gina terisak, dirinya tidak pernah punya niat jahat tapi sering terbawa suasana.
"Kau tau, Jani ku anak yang sangat dewasa dan pengertian. Dia bahkan selalu membelamu dan tidak mengijinkan aku menegurmu sayang." Gina mengangguk.
"Dia mengalah, dia tidak pernah mempermasalahkan sikap kita yang suka dingin dan jahat pada Jani. Adik seperti itu yang aku miliki, dia hebat sekali tidak sekalipun perduli dengan dirinya sendiri." Angga mengusap sudut matanya yang basah.
"Kau benar Mas, Jani yang selama ini selalu ada di sisi kita. Tapi aku selalu menganggapnya beban. Aku suka sekali berfikir untuk memintanya hidup mandiri tidak terus ada di rumah kita. Jahat ya aku Mas." Mereka berdua sedang melepas rasa sakit yang ingin sekali mereka lupakan.
Tapi semakin kuat ingatan itu kembali saat kebaikan-kebaikan datang lewat hadirnya Jani dalam hidup mereka. Beban yang selama ini ingin mereka lepaskan malah menjelma menjadi malaikat yang selalu datang dengan keindahan dan kasih sayangnya.
Ponsel Angga berdering, dengan cepat Angga mengusap air mata yang membasahi pipinya. Begitu juga Gina.
Jani : Assalamualaikum
Angga : Wa'alaikum salam dek. Sedang istirahat yah?
Terlihat dari layar Jani menganggukkan kepalanya. Ada Calvin duduk di belakang Jani melambaikan tangan.
Jani : Mas pinda ke rumah baru?
Angga : Iya sayang, mas juga buka toko di dekat rumah Mas sekarang.
Jani memalingkan wajahnya, tidak mau kedua Kakak nya melihat air mata nya yang tidak bisa di bendung.
Jani : Nanti Jani kalau sudah tidak sibuk mampir ya Mas.
Angga menganggukkan kepalanya. Dia bahagia sekali Jani di jaga dengan baik oleh laki-laki yang menikahinya. Angga merasa sedikit tenang meski rasa bersalahnya belum hilang sepenuhnya. Masih ada penyesalan karena Jani melalui semua kepahitan ini demi Putri kecilnya.
Angga : Iya sayang, Mas tunggu yah. Kita semua rindu dengan mu Dek.
Jani : Iya Mas, Jani juga sangat rindu dengan kalian semua.
Angga : Jangan lupakan Mas ya Jan, hanya Jani adik Mas satu-satunya. Keluarga yang Ibu dan Ayah tinggalkan setelah mereka pergi untuk selamanya Dek.
Jani : Iya dong Mas, pasti itu Mas. Jani tidak akan pernah melupakan kalian, Jani tidak akan berubah. Jani masih sama dengan yang dulu.
Angga : Terimakasih sayang. Mas tidak berbuat banyak selama ini.
Jani : Tidak Mas, aku bangga punya kalian. Jani selalu dapat kasih sayang yang sangat besar dari kalian tanpa kalian sadari.
Gina meremas ujung bajunya menahan emosi dan haru mendengar Jani tidak punya dendam sedikitpun pada dirinya.
Jani : Jaga kesehatan ya Mas, Mbak. Jani sayang kalian. Dadah Quin sayang….
Jani menutup panggilannya, tidak mau semakin larut jika diteruskan, bahagia sekali setelah melihat sendiri kondisi mereka saat ini. Tangan Calvin mengusap pinggang Jani dengan lembut, dirinya ikut terharu melihat keharmonisan hubungan keluarga Jani.
“Jani bingung bagaimana cara berterimaksih nya sama Mas Vin. Jani malu terus-terusan membebani Mas Vin seperti ini.” Ucapnya sambil berderai air mata.
“Semua ini aku lakukan dengan tulus sayang.” Tangan Calvin kini beralih menyeka air mata yang membuat dirinya tidak tahan ingin menghentikannya.
“Cukup sayang.” Lirihnya sambil terus mengusap lembut pipi Jani.
“Mereka kebahagiaan Jani Mas, melihat mereka bahagia membuat Jani tidak bisa berhenti bersyukur Mas.” Calvin menarik Jani ke pelukannya.
Dengan sedikit kasar Calvin mencium bibir jani cukup lama. Air mata Jani menyakiti matanya, jantungnya terus berdegub tidak beraturan tidak bisa mengendalikan emosinya.
Dengan nafas tersenggal jani mendorong dada Calvin menjauh dari tubuhnya.
“Mas.” Calvin mengusap bibir Jani dengan lembut. Senyum terbit di ujung bibirnya melihat wajah Jani yang nampak tegang dan takut.
“Tidak aku ijinkan mata cantikmu ini menangis Jan. Aku tidak tahan melihatnya.” Jani menelan salivanya, tenggorokannya kering dan jantungnya masih berderu kencang. “Maaf sedikit kasar sayang.” Bisiknya membuat bulu kuduk Jani merinding.
“Tapi ciuman ku berhasil menghentikan air mata sialan ini.” Tangannya masih mengusap sisa-sisa air mata yang membasahi pipi Jani.
“Jani harus kembali ke ruangan Jani Mas. Terimakasih.” Calvin mengangguk, di tariknya tubuh Jani perlahan ke sisi nya. “Jani masih ada pekerjaan Mas.”
“Sebentar sayang, aku ingin mengisi energiku yang terkikis.” Jani membiarkan Calvin melakukan yang dia inginkan. Tangannya terus mengusap lembur surai Jani yang tergerai indah.
Tok…tokk…..tokkk….
Jani sedikit menjauh meski tangannya masih di genggam erat oleh Calvin.
“Maaf Bos. Klien sudah datang dan menunggu di ruang meeting.” Calvin mengangguk paham.
Jani mengusap sudut bibir Calvin yang terlihat merah. Ada bekas lipstiknya di sana. “Aku turun ya Pak.” Jani dengan cepat lari menuju pintu keluar setelah mengusap bibir Calvin.
“Lucu ya Ra.” Ara ikut tersenyum melihat wajah malu-malu Jani. “Padahal dia itu istriku, tapi sampai saat ini masih malu-malu kalau berhadapan langsung denganku."
“Lebih baik yang seperti Nona Bos. Tidak banyak tingkah dan sederhana.” Calvin menghembuskan nafasnya panjang.
Beruntung wanita yang Langit jodohkan dengannya sebelumnya kabur. Tanpa alasan jelas dan tanpa sepatah katapun dia pergi menghilang tanpa jejak.
Baru-baru ini dia muncul kembali membuat keributan dan ingin kembali pada Calvin. Perbuatannya sudah sangat keterlaluan, tindakannya yang seenaknya itu sudah membuat Calvin kalut dan menuntut Langit untuk segera menemukan pengantin pengganti untuk dirinya.
Beruntung Jani yang Langit bawa, dia wanita yang sangat baik dan lugu. Jani banyak merubah Calvin sejauh ini, Calvin lebih banyak mengalah dan selalu bersikap manis selama bersama Jani. Calvin tidak rela wanita yang sudah jadi tujuan hidupnya kesusahan.
Calvin sudah bertekad untuk terus menjadi kebahagiaan untuk Jani. Sudah cukup pencapaian yang dirinya miliki, saat ini Calvin ingin membenahi semua bisnisnya dengan benar. Calvin ingin punya banyak waktu dengan Jani.
Braakkkkk…….
Pintu terbuka dengan cukup keras. Wanita dengan nafas tersenggal-senggal masuk ke ruangan Calvin. Tanpa malu merengkuh tubuh Calvin memeluknya dengan erat.
“Aku tidak rela jika kau menikah dengan orang lain. Kau milikku!” Teriaknya sambil memeluk Calvin yang mengangkat kedua tangannya.
“Lepaskan Maura, aku sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan mu.” Bicara dengan cukup tegas. “Lepaskan.” Calvin berusaha keras melepaskan pelukkan Maura yang cukup kuat. “Aku bisa melaporkan mu ke polisi. Lepaskan!”
“Tidak….aku tidak akan melepaskan mu sampai kau mau menerima ku kembali.” Calvin terus menarik tangan Maura mencoba melepaskan dirinya.
Calvin mencoba pelan-pelan karena tidak ingin menyakiti wanita yang dulu pernah membuat dirinya bahagia.
“Lepaskan, aku bisa benar-benar marah jika kau tidak melepaskan pelukkan mu ini.”
Ara datang dengan dua orang petugas keamanan dan segera membantu Calvin. “Gawat Bos….Nona Jani baru saja pergi.” Calvin menyipitkan matanya.
Kesal sekali Jani harus melihat dirinya dengan Maura berpelukan. Dia bisa saja salah paham.