Aurora menjalani hukuman selama 5 tahun di balik jeruji besi. Bahkan setelah keluar dari penjara, Devandra Casarius tetap menyiksa Aurora , tanpa ampun. Apakah Devandra Casarius akan berhenti belas dendam ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Mecca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WANITA MURAHAN
"Apa maksud kamu, anaknya laki laki?, kenapa kamu tidak melaporkan bahwa dia sudah melahirkan?" Tanya Devandra dengan berkacak pinggang.
"Maaf pak, bukankah Bapak yang melarang ku untuk tidak mencari tau atau memberitahuku tentang dia , dan menunggunya sampai dia keluar penjara" Jawab John dengan dahi mengkerut san bibir yang sedikit terbuka.
Devandra nampak tidak terima dengan jawaban John lalu berdiri dengan menatapnya tajam.
"Apa dengan aku memerintah seperti itu, kamu langsung menyetujuinya, trus apa tugasmu jadi orang kepercayaanku? Tantang Devandra dengan mendongakkan dagunya sedikit keatas.
John terdiam dan terlihat menunduk kebawah, namun dalam hati dan pikirannya berisik.
'Aku harus jawab apa ni,,, membantah salah,,,,, kalaupun mengiyakan tetap salah, lebih baik diam aja lah' ucapnya dalam hati sambil memainkan kuku kukunya dan tetap tertunduk lesu.
"Maaf pak Devan,,,, saya yang salah telah mengabaikan perintah Bapak," ucap John dengan tatapan memelas.
"Apa ada info lainya yang belum aku ketahui," Tanya Devandra dengan mengintimidasi.
"Ada bapak" Ungkap John dengan mengangkat wajahnya sedikit ke atas.
"Saat ini bu Aurora sudah keluar dari Rumah sakit dan sudah kembali lagi ke tahanan, dan.....," imbuh John dengan kata katanya yang tercekat di tenggorokan belum terucap, dan dia sedikit berfikir apakah harus memberitahukan hal itu atau tidak.
"Apa lagi?," tanya Devandra penasaran
John menggaruk garuk kepala kemudian menjawab pertanyaan Devandra dengan tegas.
"Dia mendapatkan banyak hadiah untuk bayinya, ada kasur bayi , perlengkapan bayi dan peralatan bayi lainya serta barang barang tersebut berasal dari Ayah bayi tersebut dan menurut informasi yang saya dapat barang tersebut tergolong barang yang mahal," imbuh John menyakinkan.
"Apa kamu juga berfikir Ayah dari bayi tersebut berasal dari orang yang ekonominya tinggi atau termasuk orang yang berada?" Tanya Devandra dengan mengangkat alisnya keatas.
"Saya juga berfikir demikian, namun untuk saat ini bisa juga ekonomi rendah tapi mampu membeli barang barang mahal," ungkap John dengan sedikit berpendapat.
"Tapiiiiii itu hanya persepsi saya pak, dan saya bisa juga salah," imbuh John lagi
"Cari tahu siapa ayah dari bayi tersebut," perintah Devandra dengan mengangguk angguk kepalanya.
"Siap pak, mengenai besok makan siang dengan bu Clarisa beserta keluarga bapak bagaimana?" Tanya John sambil mengambil dokumen di meja Devandra yang berkasnya telah di tandatangani.
"Kosongkan jadwalku untuk acara besok ," perintah Devandra sambil terus mengecek dokumen.
"Siap Bapak, apa ada hal ingin di perintahkan lagi pak, kalau tidak,,, bisa saya kembali ketempat duduk saya?" Tanya John dengan mulut yang sedikit terbuka.
Devandra hanya menjawab pertanyaan tersebut dengan mengangguk kemudian John pergi dengan membawa setumpuk dokumen.
John membanting tubuhnya di atas kursi empuknya sambil berucap lirih,
"Kapan aku punya pacarnya ni,,,, kerja aja gak ada liburnya,,, wajahku juga gak jelek jelek amat,,, kekuranganku cuma satu, punya bos arogan yang super tengil,,, ya walaupun sedikit royal," ucap John sambil berkaca dengan layar ponselnya terlukis senyumnya yang tipis.
Sementara di rumah sakit, William nampak menyuapi Rani dengan lembut sedangkan Hamdan mengusap peluh rani dengan penuh kasih sayang dan perhatian.
Rani nampak memandangi William dan Hamdan satu persatu kemudian mulutnya terbuka dan mulai berbicara.
"Setelah keluar dari rumah sakit, Ibu ingin mengatur kencan butamu dengan wanita pilihan Ibu" Pinta Rani dengan suara sedikit parau
Mendengar hal tersebut, William mengangkat kepalanya kemudian melirik Hamdan lalu tersenyum,
"Iya bu,,,,, William ikut apa kata Ibu," Jawab William sambil mengecup punggung tangan Rani.
Hamdan nampak tersenyum dan berucap dalam hati
'Aku ingin Ibu dan William jadi akur seperti ini' ucap Hamdan sambil memijit kaki Rani dengan pelan.
"Makan yang banyak ya bu,,, biar ibu cepat pulang," ucap William masih terus menyuapi Rani.
Rani mengangguk kemudian berucap kembali
"Jangan lagi kamu menemuinya, Ibu gak sudi punya menantu dan cucu dari seorang napi," gerutu Rani sambil terus memandang William.
"Iya bu,,,, untuk sementara ibu jangan membahasnya ,,, yang penting sekarang kesehatan Ibu dulu," Jawab William masih terus menyuapi Rani.
Rani nampak tersenyum bahagia, matanya berkaca kaca seakan puas atas jawaban William.
'Gak apa apa aku sakit seperti ini, asal William jauh dari wanita itu,,aku sama sekali gak ikhlas dan gak ridha jika William punya istri seorang napi' Ucap Rani dalam hati.
Clarisa nampak pergi ke pusat pembelanjaan dengan semangat, dia menaiki mobil dengan ditemani lagu favoritnya.
Sesampainya di pusat pembelanjaan Clarisa berjalan ke arah butik ternama yang terletak di ujung lantai dua.
Clarisa menenteng tas berbahan kulit asli bernuansa coklat.
"Selamat datang ibu,,,, ada yang bisa saya bantu?" Tanya salah satu pramuniaga tersebut dengan ramah yang sudah mengenal Clarisa karena Clarisa merupakan pelanggan tetap dan sering kasih tips buat pramuniaga disana.
Clarisa membalasnya dengan senyum tipis kemudian mencari cari gaun yang cocok buat acara pertemuan makan siang dengan keluarga Devandra besok.
"Emmmmmmm saya mau gaun yang terlihat mewah nan elegan namun bukan yang norak ," Jawab Clarisa dengan memegang gaun putih kemudian beralih ke gaun berwarna ungu beludru.
"Bagaimana dengan ini Bu," ucap Pramuniaga tersebut sambil menunjukkan gaun berwarna merah polos yang terbuat dari sutra.
Potongan gaunnya nampak sederhana namun sangat elegan, dengan tanpa lengan dan sedikit terbuka di bagian dadanya.
Clarisa nampak tersenyum, lalu mengambilnya dengan tersenyum sumringah dan matanya berbinar.
"Pilihan kamu selalu benar " Ucap Clarisa ke pramuniaga tersebut karena sudah mengenal lama pramuniaga tersebut dengan mengerlingkan mata.
"Oke aku coba," Imbuh Clarisa sambil berjalan menuju ruang ganti dan ditemani oleh pramuniaga tersebut.
Rara nama pramuniaga tersebut membantu Clarisa memakaikan gaun tersebut, nampak Rara dengan hati hati membantunya.
"Wowwww Ibu cantik banget," ucap Rara jujur karena pada kenyataannya Clarisa memang terlihat cantik dan anggun.
Gaun itu seolah olah menyatu dengan kulitnya yang putih bersih.
"Sangat memukau bu," Imbuh Rara kembali terlihat kagum.
Clarisa memandang dirinya sendiri di cermin,,, dia memutar mutar tubuhnya seakan kagum dengan dirinya sendiri.
'Mudah mudahan dia suka,' Batin Clarisa yang tiada hentinya memegang megang gaun tersebut.
Sementara di ruang penjara, Aurora nampak gelisah karena Alvero selalu menangis.
" Kamu kenapa nak, kamu mau nenen?" Ucap Aurora sambil membuka belahan dadanya untuk menyusui Alvero, namun Alvero hanya menyusu sebentar lalu melepasnya.
"Apa kamu ingin melihat Bapakmu nak, ibu coba hubungi Bapak ya nak!! ucap Aurora kembali.
Aurora meminta bantuan Ratmi untuk mencari pinjaman ponsel mengingat Ratmi adalah tahanan senior di lapas tersebut.
Setelah mendapatkan pinjaman ponsel, Aurora mencoba menghubungi William namun berkali kali menelpon sama sekali tidak di angkat bahkan ponsel William menjadi tidak aktif.
Sampai akhirnya Aurora menghubungi William dengan nomor Hamida.
Baru satu kali panggilan berdering, Hamida langsung mengangkat telponnya sambil berucap yang membuat Aurora syok.
"Dasar Jalang,,,,, dasar wanita murahan," ucap Hamida dengan suara lantang.