Vexana adalah seorang Queen Mafia, agar terbebas dari para musuh dan jeratan hukum Vexana selalu melakukan operasi wajah. Sampai akhirnya dia tiba di titik akhir, kali ini adalah kesempatan terakhirnya melakukan operasi wajah, jika Vexana melakukannya lagi maka struktur wajahnya akan rusak.
Keluar dari rumah sakit Vexana dikejutkan oleh beberapa orang.
"Ibu Anne mari pulang, Pak Arga sudah menunggu Anda."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Monica Frustasi
Di depan gerbang, sebuah taksi sudah menunggu. Tanpa ragu, Anne segera masuk ke dalam dan mobil itu pun melaju menjauh dari rumah yang selama ini menjadi penjaranya.
Dengan tangan gemetar, Anne meraih ponsel dan menghubungi Monica. Tak butuh waktu lama, sambungan langsung terangkat.
“Mon, aku sudah keluar dari rumah itu. Sekarang aku di dalam taksi,” ucap Anne dengan suara gemetar, hampir berbisik.
“Iya, Anne. Tenangkan dirimu. Semua akan baik-baik saja,” balas Monica, yang suaranya selalu terdengar menenangkan.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang?”
“Cukup duduk tenang. Sopir taksi itu akan membawamu bertemu denganku dan Anna.”
“Baik,” jawab Anne pelan. Ia menggenggam ponselnya erat di atas pangkuan. Meski secara fisik sudah meninggalkan rumah Arga, namun bayang-bayang pria itu masih menekannya. Membuat napasnya terasa sempit.
Bagaimana jika Tuan Arga mengetahui semuanya? pikir Anne cemas.
'Bukan hanya aku yang akan disakiti, tapi juga Anna... bahkan Monica. Ya Tuhan, kumohon... lindungi kami semua,’ batinnya pilu, menunduk dalam dan menggigit bibir bawahnya yang mulai gemetar.
Tak lama, mobil taksi berhenti di pelataran sebuah pusat perbelanjaan. Terparkir bersama mobil-mobil yang lain. Sopir taksi tidak berkata apa-apa, hanya memberi isyarat agar Anne turun.
Begitu keluar dari taksi, sebuah tangan segera menarik tubuhnya ke arah mobil hitam yang terparkir di sebelah.
“Akh!” seru Anne kaget.
“Sstt!” Monica menahannya dengan cepat. Dengan cekatan ia membawa Anne masuk ke dalam mobil, menutup pintu rapat. Dari luar mobil itu terlihat gelap, seolah tak ad kehidupan di dalamnya.
Vexana sudah menunggu, duduk diam mengenakan mantel hitam. Rambutnya terikat rapi. Wajahnya sama dengan Anne namun aura dinginnya langsung menusuk ke sumsum tulang.
“Anna.” suara Anne bergetar, air matanya kembali menggenang.
Vexana menoleh perlahan. Tatapannya tajam, menguliti Anne dari ujung kepala hingga kaki. “Kamu terlambat sepuluh menit.”
“Ma-maaf... aku takut,” lirih Anne.
“Jangan banyak bicara.” Vexana melepaskan mantelnya, menyodorkannya ke Anne. “Pakai. Kita tukar posisi sekarang.”
Monica segera membantu, memasangkan jaket dan topi pada Anne. Semuanya dilakukan cepat dan senyap, seperti operasi senyap dalam sebuah misi rahasia.
Beberapa menit kemudian, dua wanita yang memiliki wajah yang sama itu duduk saling menatap. Anne dengan mata bengkak dan tubuh gemetar. Vexana dengan dagu terangkat dan sikap dingin menusuk.
“Kamu yakin ingin melakukannya?” bisik Anne, masih menyimpan rasa bersalah yang mendalam.
Vexana menatapnya tajam, “Aku akan menyelesaikan semua ini. Pergilah dan jangan pernah kembali.”
Anne mengangguk kecil, “Maafkan aku, Anna…”
“Berhenti meminta maaf,” potong Vexana datar. “Aku tidak melakukannya untukmu. Tapi untuk wajah ini.” Ia menatap kaca spion, menyentuh pipinya sendiri. “Aku benci merasa berutang budi.”
“Anna, jangan terlalu keras,” sela Monica pelan.
“Aku hanya mengatakan apa yang perlu,” balas Vexana. Lalu dengan santainya, ia menambahkan, “Dan jika kamu muncul lagi, Anne... aku akan membunuhmu.”
Anne menelan ludah dengan susah payah. “Ma-maaf...”
Lalu ia mulai menjelaskan dengan suara bergetar dan sesekali tercekat, semua kenangan yang dia alami sejak hari pernikahannya dengan Arga. Vexana mendengarkan diam, tak sekalipun memotong, namun jelas dari sorot matanya bahwa setiap informasi ia catat baik-baik di dalam kepala.
Selesai bercerita, Anne hanya menunduk. Air matanya jatuh di punggung tangannya yang mengepal. Tak ada lagi yang bisa dia katakan.
“Anna, bagaimana jika nanti kamu hamil?” tanya Monica tiba-tiba, memecah keheningan dengan kekhawatiran yang nyata. “Apa kamu pura-pura mandul saja agar diceraikan?”
Vexana tersenyum tipis, sinis. “Tidak perlu. Aku akan hamil anak pria itu dan menyerahkan bayinya.”
“Kamu... tidak keberatan? Arga dan Donna bisa mengambil anakmu.”
“Aku tidak bisa mengurus anak kecil. Pria itu lebih sanggup. Setelah dewasa, aku akan menculik anakku kembali.”
Monica memegangi kening, frustasi. “Ya Tuhan, Anna…”
“Sudah cukup. Kita berpisah sekarang,” putus Vexana dingin.
“Te-terima kasih, An,” ucap Anne, tulus.
Vexana tak menjawab. Ia membuka pintu mobil dan melangkah keluar.
Namun belum sempat satu langkah penuh diayunkan, Dia mendongak dan mendapati seorang pria berdiri tepat di depan pintu mobil. Sorot mata tajam, tubuh menjulang, dan aura dingin yang tidak asing.
Arga.
“Mas Arga."
hahaha
klo km blm pintar memainkany....ketimpuk sakitkan....
😀😀😀❤❤❤❤