Arlena, gadis muda yang dipaksa menikah oleh keluarganya.
Arlena menolak dan keluarganya langsung mengusir Arlena
Arlena akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah demi mencari arti kebebasan dan harga dirinya.
Dikhianati dan dibenci oleh orang tuanya serta dua kakak laki-lakinya, Arlena tak punya siapa pun... sampai takdir membawanya ke pelukan Aldric Hartanto — seorang CEO muda, sukses, dan dikenal berhati dingin.
Ketika Aldric menawarkan pekerjaan sebagai pelayan pribadinya, Arlena mengira hidupnya akan semakin sulit. Tapi siapa sangka, di balik sikap dingin dan ketegasannya, Aldric perlahan menunjukkan sisi yang berbeda — sisi yang membuat hati Arlena berdebar, dan juga... takut jatuh cinta.
Namun cinta tak pernah mudah. Rahasia masa lalu, luka yang belum sembuh, dan status yang berbeda menjadi tembok besar yang menghalangi mereka. Mampukah cinta menghangatkan hati yang membeku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Setelah mereka menghabiskan sarapan yang hangat dan penuh kehangatan itu, Aldric meletakkan sendoknya, menyeka mulut dengan serbet, lalu menatap Arlena yang sedang membereskan piring-piring di atas meja.
“Ayo, temani aku ke kantor hari ini,” ucap Aldric sambil bangkit dari kursinya.
“Saya… eh, aku ikut ke kantor?” tanyanya sambil menggenggam piring di tangannya.
Aldric melangkah mendekat, mengambil piring dari tangannya dan meletakkannya perlahan di meja.
Ia menatap mata Arlena dalam-dalam, dengan nada hangat tapi serius.
“Iya, temani aku. Aku ingin kamu ada di sisiku hari ini.”
Arlena mengangguk pelan, matanya berbinar, meski pipinya sedikit bersemu merah.
Saat mereka berjalan menuju pintu, Aldric menahan langkahnya sejenak.
Ia menoleh dengan senyum geli yang terselip di sudut bibirnya.
“Oh ya, satu hal lagi,” katanya sambil menyandarkan tangan ke dinding di sebelah Arlena.
“Jangan panggil aku ‘Tuan’ lagi.”
“Panggil aku Aldric atau sayang."
Arlena tertawa pelan sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya yang mulai memanas karena malu.
“Baik... Aldric,” ucapnya dengan pelan tapi pasti.
Aldric meraih tangan Arlena dan mengecupnya singkat.
“Ayo, kita berangkat. Hari ini akan jadi hari yang indah, karena kamu bersamaku.”
Dengan langkah ringan dan hati yang terasa utuh, mereka keluar rumah bersama.
Dunia luar menanti, tapi hari itu, mereka berjalan bukan sebagai majikan dan pelayan melainkan sebagai dua hati yang mulai menyatu.
Sesampainya di kantor, Aldric dan Arlena turun dari mobil hitam elegan milik perusahaan.
Aldric berjalan lebih dulu, lalu dengan tenang menoleh ke belakang dan menunggu Arlena yang melangkah perlahan namun anggun dengan setelan semi-formal sederhana, namun memancarkan aura yang berbeda dari biasanya.
Karyawan yang berlalu-lalang di lobi kantor mulai memperhatikan mereka.
Beberapa yang dulu mengenal Arlena sebagai pelayan rumah tangga Aldric sempat tertegun.
Bisik-bisik kecil mulai terdengar, dan tatapan heran bahkan kekaguman muncul di antara mereka.
"Eh, itu bukan… Arlena ya?" bisik salah satu resepsionis pada temannya.
"Iya, yang dulu cuma pelayan di rumah Tuan Aldric. Sekarang… wow…"
"Upik abu udah jadi Cinderella," celetuk staf divisi marketing sambil tertawa kecil, meskipun tak ada nada mengejek justru kagum dengan perubahan besar yang terjadi.
Penampilan Arlena memang sangat berbeda dan wajahnya terlihat lebih segar, penuh semangat, dan cara berjalannya pun mantap.
Ada keanggunan alami yang terpancar, ditambah dengan kehadiran Aldric di sisinya yang membuatnya terlihat begitu istimewa.
Sementara itu, Aldric dengan bangga berjalan di sebelahnya, seolah ingin mengatakan kepada seluruh kantor:
“Dia bukan hanya pelayan dan dia orang yang sangat berarti bagiku.”
Mereka menaiki lift bersama dan sebelum pintu tertutup.
Aldric sempat menoleh dan menatap seluruh staf yang masih memperhatikan mereka.
Ia tersenyum kecil dan menggenggam tangan Arlena.
Aldric yang sejak tadi memperhatikan bisik-bisik kecil para karyawannya akhirnya menghentikan langkah.
Ia menoleh ke arah sekretarisnya dan meminta untuk mengumpulkan semua karyawannya.
Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, seluruh staf, dari level bawah hingga manajer, sudah berkumpul di aula kantor.
Mereka saling bertanya-tanya, suasana mendadak serius dan penuh tanda tanya.
Aldric berdiri di depan mereka dengan Arlena di sampingnya, wajahnya tegas tapi tenang.
Tangannya menggenggam tangan Arlena erat, memberikan rasa tenang sekaligus kepercayaan.
“Terima kasih sudah datang dengan cepat,” ujar Aldric membuka pernyataan.
“Saya tahu, beberapa dari kalian tadi tampak heran. Ada yang bergumam, ada juga yang tersenyum geli. Tidak apa-apa. Tapi hari ini, saya ingin meluruskan semuanya—dan memberi kalian kabar penting.”
Ruangan mendadak hening. Semua pasang mata menatap Aldric.
“Perkenalkan,” lanjutnya sambil menatap Arlena hangat,
“Ini adalah Arlena. Ya, mungkin kalian mengenalnya sebagai staf rumah tangga saya sebelumnya. Tapi mulai hari ini, kalian akan mengenalnya dengan cara yang berbeda.”
Arlena menunduk sedikit, merasa gugup, namun Aldric tetap menggenggam tangannya dan tersenyum.
“Arlena adalah calon istri saya,” ucap Aldric tegas.
Ruangan langsung gempar dan beberapa mulut terbuka lebar karena terkejut.
“Satu hal lagi yang mungkin akan mengejutkan kalian. Arlena adalah putri kandung dari Tuan Maxim Smith.”
Sekali lagi, ruangan riuh. Nama Maxim Smith bukan nama asing.
Seorang taipan bisnis besar di Asia Tenggara, dikenal sebagai salah satu pengusaha paling berpengaruh. Para manajer saling melirik, para staf nyaris tak percaya.
“Dia bukan hanya gadis yang luar biasa,” kata Aldric sambil menatap Arlena penuh bangga.
“Dia kuat, cerdas, dam telah melalui banyak hal yang kalian tidak pernah bayangkan.”
Beberapa orang mulai terdiam, memahami betapa besar kisah di balik seorang Arlena yang kini berdiri di depan mereka.
“Mulai hari ini, perlakukan dia dengan hormat. Sama seperti kalian memperlakukan saya.”
Arlena tersenyum kecil dan membungkuk sedikit.
“Terima kasih,” katanya pelan namun jelas.
Tepuk tangan perlahan mulai terdengar dan diikuti oleh beberapa karyawan lain yang ikut bertepuk tangan dengan tulus.
Dalam sekejap, suasana kantor berubah. Dari kebingungan menjadi kekaguman.
Arlena tidak lagi sekadar gadis biasa dan iia adalah Arlena Smith calon nyonya Aldric, dan putri seorang taipan besar.
Tapi yang lebih penting, dia adalah perempuan yang berhasil merebut hati seseorang seperti Aldric dengan ketulusan dan keberanian.
Aldric tertawa kecil saat pintu ruangannya tertutup di belakang mereka.
Ia menarik Arlena perlahan ke dalam pelukannya, membenamkan wajahnya sejenak di rambut gadis itu yang wangi dan lembut.
“Kadang mereka butuh sedikit ketegasan,” bisik Aldric, separuh bercanda.
Tapi sebelum ia sempat melanjutkan, Arlena menatapnya dengan lembut lalu mengelus pipinya.
“Sayang… jangan terlalu keras sama mereka. Aku tahu kamu ingin melindungiku, tapi mereka juga kaget. Mungkin butuh waktu buat menerima semua ini.” Ucap Arlena.
Aldric terdiam sesaat dan mengangguk pelan ke arah wajah Arlena
“Aku cuma nggak bisa diam kalau ada yang menganggapmu rendah, Lena,” katanya lirih.
“Aku tahu. Tapi aku sekarang sudah kuat, karena kamu. Aku nggak apa-apa. Asal kamu tetap di sampingku.”
Aldric tersenyum tipis, matanya melembut. Ia mengusap rambut Arlena, lalu membimbingnya duduk di sofa ruangannya.
“Baiklah, Nona Smith. Mulai sekarang, aku akan jadi bos yang lebih sabar,” ucapnya dengan nada menggoda.
“Bagus. Kalau nggak, aku laporkan ke mama dan papa.” ucap Arlena sambil mencium pipi Aldric.
Tawa mereka pecah bersamaan, mengisi ruangan yang sebelumnya kaku dengan hangatnya cinta dan kepercayaan satu sama lain.
Untuk sesaat, dunia luar menghilang, menyisakan hanya mereka berdua sepasang hati yang akhirnya saling menemukan dan memilih untuk tetap bersama.
Aldric meminta Arlena untuk menunggunya di ruangannya sebentar karena ia akan melakukan meeting bersama beberapa kliennya.