Sebuah karya yang menceritakan perjuangan ibu muda.
Namanya Maya, istri cantik yang anti mainstream
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.Fahlefi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nenek peyot
Hari demi hari Bu Sumi tetap memprovokasi warga-warga untuk berhenti mengikuti kegiatan petani andalan. Akibatnya, bukan hanya satu dua orang yang berhenti merawat kebun mereka, tetapi beberapa bahkan sudah mengganti tanaman mereka dengan tanaman yang lain.
Itu membuat Maya mulai jengkel. Ia tahu sumber masalah ini berasal dari Bu Kades. Maka dari itu Maya mendatangi bu kades ke rumahnya.
"Bu kades, seharusnya ibu mendukung program ini, bukan malah mengacaukannya!" Kata Maya berapi-api.
Sejak ia menginjak kaki di halaman bu kades, amarahnya sudah membara. Apalagi saat melihat beberapa petani disana mengambil pupuk dan menatap Maya tanpa menyapa. Pupuk yang mereka ambil itu jelas-jelas pupuk untuk tanaman lain, yang menandakan bahwa mereka telah mengingkari kesepakatan awal.
"Siapa yang gak mendukung? Heh!? Saya tidak pernah menyuruh warga untuk mengganti tanaman mereka, mereka saja yang mau sendiri!" Jawab bu kades tak kalah berapi.
"Saya itu ingin mengembangkan desa ini Bu Sumi! Jika hasil tanaman asparagus desa ini tidak mencapai target, maka akan sangat sulit untuk kita bisa mengekspor ke luar negeri!" Kata Maya.
Bu Sumi melipat tangannya di dada.
"Itu bukan urusan saya!"
Maya mulai terpancing emosinya, lantas bibirnya bergerak mengeluarkan suara spontan, "Dasar nenek peyot."
"Apa kau bilang?" Bu kades maju selangkah.
"Dasar nenek peyot! Nenek lampir! Tukang fitnah!" Jawab Maya tidak gentar, ia juga maju selangkah.
Tepat sebelum pertemgkaran meluas hingga benua Eropa, pak kades datang bagai tembok yang menghalangi dua arus itu untuk tidak bertabrakan.
"Sudah! Cukup! Ma, jangan buat malu dong!" Ucap pak Kades kepada istrinya, "Niat Maya itu baik, dia ingin mengembangkan desa ini!" Lanjutnya.
Bu kades mendorong dada pak kades yang sudah rapuh dimakan usia, "Jadi, kau juga membela si centil ini?!" Ucap bu kades berang.
"Bukan membela ma, tapi aku berada di jalur kebenaran!" Jawab pak kades.
"Jadi maksudmu aku ada di jalur yang salah?" Ucap Bu kades lagi tidak terima kalau Maya dibela.
Pak kades menggaruk kepalanya yang setengah botak, "bukan begitu maksudnya."
Maya yang masih gregetan melihat bu kades pun nggak mau kalah, "ibu emang berada di jalur yang salah! Ibu menghasut penduduk untuk meninggalkan proyek, dan itu bisa kena pasal pidana!"
Bu kades tersenyum sinis, "Tahu apa kamu soal hukum pidana?!"
"Saya tahu, itulah gunanya saya punya hp ipon untuk belajar! Mengganggu program pemerintah, menghasut orang dan sejenisnya yang dapat mengganggu berjalannya program dapat dikenakan pasal!" Jawab Maya.
Senyum bu kades pun luntur seperti skincare yang tersiram air hujan, "Apa benar pa?" Tanyanya pada suaminya. Bu kades mulai ragu.
Pak kades mengangguk, "Iya kali, papa juga baru denger."
Perlahan wajah dingin bu kades perlahan mulai melunak, "Maya, aku bukannya ingin mengganggu programmu, aku cuma khawatir kalau warga mengalami gagal panen, krisis, kau tahu sendiri kan kalau kami sebagai pejabat di desa punya tanggung jawab disini." Ucap Bu kades dengan nada suara yang mulai turun dua oktaf.
Maya tersenyum kecil, "Tidak bisa, pokoknya saya akan membawa kasus ini ke ranah hukum!" Tegas Maya.
"May, tolong, jangan bawa ke ranah hukum."
Maya diam sebentar menikmati wajah Bu Kades yang sudah terlihat panik.
"Gimana May? Tolong ya?" Ucap bu kades lagi.
Pak kades juga terkejut, "Yang kau katakan itu benar May?"
Maya mengangguk, dalam hati ia merasa lucu melihat bu Sumi yang kelihatan panik.
"Iya! Benar, dan besok saya akan mengadukannya pada bu bupati!" Ancam Maya lagii.
"May tolong, jangan!!" Ucap Bu Kades.
Pak kades lalu maju selangkah, ia berdiri sejajar dengan Maya dan menghadap bu Sumi.
"Kalau begitu aku juga setuju, kita laporkan saja dia ke polisi May, aku juga akan menuntutnya dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga," kata Pak kades.
Bu kades, Maya, mereka melongo. Mereka semua terkejut, juga beberapa warga yang menyaksikan pertengkaran itu dari jarak lumayan aman.
Pak kades juga ingin memenjarakan istrinya?