NovelToon NovelToon
Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Identitas Tersembunyi / Harem / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: ZhoRaX

Mati tertabrak truk? Klise.
Tapi bangun di dunia penuh sihir, monster, dan wanita cantik berbahaya?
Shen Hao tidak menyangka, nasib sialnya baru dimulai.

Sebagai pria modern yang tengil dan sarkastik, ia terjebak di dunia fantasi tanpa tahu cara bertahan hidup. Tapi setelah menyelamatkan seorang gadis misterius, hidupnya berubah total—karena gadis itu ternyata adik dari Heavenly Demon, wanita paling ditakuti sekaligus pemimpin sekte iblis surgawi!

Dan lebih gila lagi, dalam sebuah turnamen besar, Heavenly Demon itu menatapnya dan berkata di depan semua orang:
“Kau… akan menjadi orang di sisiku.”

Kini Shen Hao, pria biasa yang bahkan belum bisa mengontrol Qi, harus menjalani hidup sebagai suami dari wanita paling kuat, dingin, tapi diam-diam genit dan berbahaya.
Antara cinta, kekacauan, dan tawa konyol—kisah absurd sang suami Heavenly Demon pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZhoRaX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH 26

Langit sore mulai berwarna keemasan.

Cahaya matahari yang menembus kabut lembah memantul di atap giok merah milik Crimson Moon Sect, menciptakan pemandangan seolah dunia terbalut cahaya ilahi.

Namun di dalam paviliun utama, suasananya justru tenang — terlalu tenang.

Mei Xian’er berdiri di balkon tinggi, rambut hitamnya berkibar pelan tertiup angin gunung. Tatapannya tertuju jauh ke arah timur, ke tempat Shen Hao tinggal sementara.

Ia telah berpikir cukup lama setelah mendengar cerita Ling’er.

Ada banyak hal yang ingin ia konfirmasi, namun ada pula sesuatu lain — sesuatu yang selama ini berputar di dalam dadanya, yang bahkan ia sendiri sulit menjelaskan.

“Ling’er,” ucapnya lembut tanpa menoleh.

“Panggil dia ke taman surgawi malam ini. Katakan bahwa aku ingin berbicara empat mata.”

Mei Ling’er sedikit terkejut.

“Malam ini? Kakak yakin ingin menemui dia sendirian lagi?”

Xian’er menoleh, menatap adiknya dengan mata crimson yang berkilat lembut namun tegas.

“Ya. Ada hal yang harus kukatakan sendiri, dan ini tidak boleh didengar siapa pun.”

Nada suaranya tenang, tapi ada sedikit nada lembut yang jarang terdengar dari sang Ketua Sekte.

Ling’er yang mendengar itu hanya bisa menunduk, menyembunyikan senyum kecil di wajahnya.

“Baiklah, aku akan menyampaikan pesan Kakak.”

Malam pun tiba.

Taman surgawi itu terletak di puncak tertinggi sekte — penuh bunga spiritual yang bercahaya lembut, dan di tengahnya ada kolam jernih dengan batu giok besar di atasnya.

Suara serangga malam dan desir angin membuat suasana terasa sakral sekaligus menenangkan.

Shen Hao datang dengan langkah hati-hati. Ia mengenakan jubah sederhana, tampak canggung di tempat seindah itu.

“Tempat ini… benar-benar bukan untuk orang biasa seperti aku,” gumamnya lirih sambil menggaruk kepala.

Namun sebelum ia sempat mengagumi lebih jauh, suara lembut namun jelas menggema di udara.

“Kau datang.”

Suara itu membuat bulu kuduknya meremang — bukan karena takut, tapi karena auranya begitu halus dan kuat di saat yang bersamaan.

Dari balik cahaya bulan, sosok Mei Xian’er perlahan muncul.

Jubah merah gelapnya memantulkan cahaya giok dari kolam, rambutnya menari lembut, dan mata crimson-nya menatap lurus padanya.

Shen Hao menelan ludah, berusaha menenangkan diri.

“E–eh… ya, aku datang. Kau… eh, maksudku… Nona Mei— atau… Ketua… ah, bagaimana sih sebaiknya aku memanggilmu?”

Mei Xian’er menahan senyum kecil.

“Kau boleh memanggilku sesuka hatimu. Malam ini aku tidak ingin kau berbicara sebagai murid atau bawahan. Aku hanya ingin bicara… sebagai seseorang.”

Nada suaranya begitu lembut, membuat Shen Hao refleks menunduk sedikit, tidak berani menatap lama-lama.

“Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu.”

“Pertama, aku sudah tahu — bahwa dulu kau pernah menolong adikku, Ling’er.”

Shen Hao menegang seketika.

“Ah… jadi… dia yang bilang, ya?”

“Aku bisa jelaskan! Aku tidak sengaja melihatnya begitu! Aku cuma—”

Mei Xian’er mengangkat satu jari, membuatnya berhenti bicara.

“Aku tahu.”

“Aku tidak memanggilmu untuk menanyakan itu… tapi untuk berterima kasih.”

Nada suaranya pelan, tapi setiap katanya terasa seperti riak yang menembus dada Shen Hao.

Ia benar-benar tidak menyangka akan mendengar kata “terima kasih” dari sosok yang bahkan para Penatua pun tak berani menatap langsung.

“Tapi,” lanjut Xian’er, menatapnya tajam namun tidak dingin,

“Itu bukan satu-satunya alasan aku memanggilmu.”

Ia berjalan perlahan mendekat — setiap langkahnya ringan, tapi menimbulkan tekanan halus yang membuat Shen Hao tak bisa bergerak.

Kini jarak mereka hanya sejengkal.

Cahaya bulan memantul di matanya, memantulkan bayangan Shen Hao di sana.

“Aku ingin tahu… siapa sebenarnya dirimu.”

“Aura yang mengelilingimu… bukan sesuatu yang seharusnya dimiliki oleh seorang kultivator Foundation Establishment.”

“Kekuatanmu tidak stabil, tapi terasa… dalam, seperti sesuatu yang disegel.”

Shen Hao menelan ludah, menatap wajahnya dari dekat — terlalu dekat, hingga jantungnya mulai berdetak lebih cepat dari biasanya.

“Aku benar-benar tidak tahu soal aura yang kau maksud,” katanya gugup.

“Aku hanya… berusaha bertahan hidup di dunia ini, jujur saja.”

Mei Xian’er menatapnya lama, lalu tersenyum samar — senyum yang lembut namun misterius.

“Mungkin begitu…”

“Tapi entah mengapa, setiap kali aku melihatmu… aku merasa seolah sesuatu dalam diriku ikut bergetar.”

Ia berbalik pelan, menatap ke arah kolam yang berkilau.

“Itulah sebabnya aku memanggilmu malam ini.”

“Bukan hanya untuk berterima kasih… tapi untuk memastikan sesuatu.”

Shen Hao bingung.

“Memastikan… apa?”

Mei Xian’er menoleh lagi dengan mata crimson yang tampak lembut di bawah cahaya bulan.

“Apakah aku benar-benar salah… telah memilihmu berada di sisiku.”

Shen Hao terdiam cukup lama.

Angin malam berembus lembut di antara bunga spiritual yang bersinar samar, namun jantungnya berdetak begitu keras hingga seolah mampu menyaingi suara serangga di taman itu.

“Memilihku?” tanyanya perlahan, nada suaranya sedikit bergetar.

“Kau… yakin itu bukan kesalahan besar?”

Mei Xian’er memandangi air kolam yang tenang, kemudian menatapnya lagi.

Cahaya bulan menyorot wajahnya yang begitu anggun, namun juga memancarkan sesuatu yang sulit diartikan — antara rasa percaya dan keraguan yang menyatu dalam satu tatapan.

“Aku tidak yakin,” jawabnya jujur.

“Namun selama ini, banyak hal di sekitarmu berjalan dengan cara yang tidak bisa dijelaskan.

Saat aku pertama kali menemuimu, kau tampak seperti manusia biasa… tetapi di baliknya, ada sesuatu yang seolah menolak untuk tetap ‘biasa’.”

Ia mendekat setengah langkah.

Sekarang jarak mereka hanya sejengkal napas.

Aroma lembut bunga spiritual di rambutnya mengalir ke udara, dan Shen Hao nyaris menahan napas karena terlalu gugup untuk menghirupnya.

“Aku memanggilmu bukan sebagai Ketua Sekte,” lanjut Xian’er, suaranya pelan namun tegas,

“tetapi sebagai seorang wanita yang… ingin memahami alasan hatinya sendiri.”

Kata-kata itu menghantam dada Shen Hao lebih keras daripada seribu jurus qi mana pun.

Ia menatap mata crimson itu — dan untuk pertama kalinya, tidak ada jarak kekuasaan di antara mereka. Hanya dua manusia yang saling mencari jawaban.

Shen Hao mengusap tengkuknya pelan, mencoba menenangkan diri.

“Kalau begitu… boleh aku jujur juga?”

Xian’er menatapnya lembut, sedikit mengangguk.

“Saat pertama kali aku melihatmu,” ucap Shen Hao, “aku bahkan tidak berani berpikir apa pun. Aku tahu tempatku di bawahmu, dan aku tahu kau… jauh di atas awan.”

“Tapi entah kenapa, setiap kali aku melihatmu… rasanya seperti aku sedang melihat seseorang yang sedang berusaha kuat, padahal sebenarnya juga… kesepian.”

Mata crimson itu sedikit membesar — tidak karena marah, tapi karena terkejut.

Hanya sedikit orang yang mampu melihat sisi itu darinya.

“Kau terlalu berani mengatakan hal seperti itu pada Ketua Sekte,” ujarnya lirih, namun di bibirnya muncul senyum samar yang sulit ditahan.

Shen Hao tersenyum kecil.

“Mungkin aku memang bodoh… tapi setidaknya, kalau aku salah, aku ingin salah dengan jujur.”

Keheningan menyelimuti mereka.

Hanya suara lembut air kolam dan desir angin yang menemani.

Lalu tanpa sadar, Xian’er melangkah sedikit lebih dekat — cukup dekat hingga bayangan mereka menyatu di atas permukaan air.

Matanya menatap lurus ke dalam mata ungu Shen Hao, dan sesaat dunia seolah berhenti bergerak.

“Shen Hao,” bisiknya, “kau benar-benar… makhluk yang aneh.”

“Kau tidak seperti orang dunia ini.”

Shen Hao tersenyum samar, namun kali ini tatapannya lebih serius.

“Mungkin karena aku memang bukan dari dunia ini.”

Mata Xian’er membulat kecil.

“Apa maksudmu?”

Namun sebelum ia sempat melanjutkan, angin malam kembali bertiup — membawa serpihan bunga spiritual melayang di antara mereka.

Shen Hao menatapnya dalam-dalam.

“Aku akan menjelaskan… tapi tidak malam ini.”

“Kau bilang ingin memastikan sesuatu, bukan?”

Xian’er menatapnya dalam diam, lalu perlahan tersenyum.

“Ya… dan aku rasa, jawabannya sudah kutemukan.”

“Oh?” Shen Hao menaikkan alisnya. “Dan apa itu?”

Mei Xian’er mendekat sedikit lagi — cukup untuk membuat napasnya terasa di wajahnya.

“Bahwa… aku tidak salah memilihmu.”

Shen Hao terpaku.

Namun sebelum ia sempat berkata apa pun, Xian’er berbalik, langkahnya ringan, jubahnya melambai anggun dalam cahaya bulan.

“Pergilah untuk malam ini,” katanya lembut tanpa menoleh.

“Aku tidak ingin ada yang melihatmu keluar dari taman surgawi ini terlalu larut. Para Penatua akan banyak bertanya, dan aku malas menjawabnya.”

Shen Hao menatap punggungnya yang menjauh, dan entah kenapa, di dadanya muncul perasaan aneh — hangat, tapi juga menegangkan.

“Baiklah… tapi, Mei Xian’er,” panggilnya pelan.

Ia berhenti, menoleh sedikit.

“Ya?”

“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan… tapi kalau aku benar-benar bukan orang dari dunia ini…”

“Aku harap kau tidak menyesal pernah mempercayaiku.”

Mei Xian’er menatapnya lama, lalu dengan suara nyaris tak terdengar, ia menjawab:

“Aku jarang menyesal, Shen Hao.”

“Tapi untuk pertama kalinya… aku berharap aku tidak perlu melakukannya padamu.”

1
mu bai
sebaiknya menggunakan bahasa indo formal lebih cocok thor
ZhoRaX: ok.. nanti diubah
👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!