Adaptasi dari kisah nyata sorang wanita yang begitu mencintai pasangannya. Menutupi segala keburukan pasangan dengan kebohongan. Dan tidak mau mendengar nasehat untuk kebaikan dirinya. Hingga cinta itu membuatnya buta. Menjerumuskan diri dan ketiga anak-anaknya dalam kehidupan yang menyengsarakan mereka.
Bersumber, dari salah satu sahabat yang memberi ijin dan menceritakan masalah kehidupannya sehingga novel ini tercipta untuk pembelajaran hidup bagi kaum wanita.
Simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Pengakuan
Bab 29. Pengakuan
POV Author
"Jadi hutang kalian banyak?"
Jemin menunduk. Ibunya tahu jika sikap anak lelakinya sudah seperti itu berarti benar adanya.
"Ya Tuhan, Jemin....!"
Sang Ibu membuang napas panjang dan berat. Lalu duduk tersandar lemah di kursi yang busanya sudah sobek sana sini.
"Mama tanyakan sama anak Mama, game apa yang dia mainkan sampai habis banyak dan punya hutang begitu!" Sela Lola yang masih sangat marah dan kesal kepada Jemin.
"Jemin...?"
Panggil sang ibu meminta penjelasan. Tatapannya lembut namun menghunus dengan sorot yang tajam.
Jemin jadi sedikit menciut.
"Ma... maaf Ma. Aku... emm... main slot."
"Apa itu slot?"
"Judi Ma!"
Teriak Suly dari dalam kamarnya. Rupanya adik perempuan Jemin yang satu itu pun mendengarkan perdebatan antar kakak lelakinya dan kakak iparnya sejak tadi.
"Ya Tuhan Jemin....!"
Wanita yang belum lama menginjak usia 54 tahun itu tidak bisa berkata-kata lagi. Raut wajah kecewa dan kesal tergambar jelas di wajahnya.
"Kamu tahu judi itu nggak menghasilkan?! Kamu nggak pernah belajar dari Papa mu hah?!"
Jemin terdiam. Ia lupa kisah sang Papa yang semasa hidup mirip dengan kelakuannya sehingga menyebabkan ibunya, ia dan ke dua adiknya harus hidup serba kekurangan akibat perbuatan Papanya.
Pengaruh judi begitu besar berperan dalam hati dan pikirannya. Yang ia rasakan hanya bagaimana cara mendapatkan uang untuk segera memasang taruhan dan memenangkan hadiah yang tak sebanding dengan pengorbanannya.
Jemin menunduk dalam. Batinnya merasa bersalah tapi otaknya masih belum bisa menghilangkan angka-angka permainan yang selama ini menghantui dirinya.
"Katakan pada Mama yang sejujurnya. Kepada siapa saja kamu berhutang, dan berapa banyak hutangmu?!"
Suasana dalam ruangan itu hening mencekam menunggu suara Jemin yang masih enggan keluar dalam kerongkongan yang tertahan.
"Jemin!!"
Bentakan sang ibu yang jarang terdengar pun membuat Jemin sedikit terkejut dan akhirnya tersadar dari lamunan yang menghanyutkan untuk berkata jujur atau terus berbohong.
"Cicilan rumah Lola juga motornya Ma."
"Selain itu? Mama sudah satu yang itu! Katakan berapa semua jumlahnya!"
"Haaah!"
Akhirnya Jemin membuang napas jengah yang panjang. Sepertinya ia pun sudah lelah untuk terus menutupi.
"Jemin minjam online ke beberapa aplikasi. Semua pinjaman itu berkisar... emm... 13 jutaan. Dengan motor dan rumah, semua jadi..... jadi... 57 juta."
"Tuhan...!"
Hosh... hosh... hosh...
Seketika napas ibunya Jemin terasa sesak sehingga ia memegang dadanya.
"Ma!"
"Mama!"
Seketika itu juga, Suly dan Lily pun berlari dari tempat mereka mengintip perdebatan keluarga mereka.
"Koko bodoh!!"
Teriak Lily sangat marah kepada Kakak pertamanya. Gadis kecil itu membenci kakaknya yang sudah membuat ibu mereka terlihat sengsara.
"Puas kamu nyiksa Mama huh?!"
Kali ini Suly yang memarahi abangnya
"Lily, ambilkan Mama minum, cepat !" Perintah Suly pada adik mereka.
Lily bergegas ke dapur mengambilkan ibu mereka minum. Sedangkan Jemin yang membuat kekacauan di rumah itu pun segera mencoba menolong sang Ibu karena rasa bersalahnya.
Lola yang tadinya merasa kesal dan marah kepada Jemin pun berhenti menangis dan berganti khawatir melihat keadaan ibu mertuanya. Namun ia sendiri pun tak bisa berbuat apa-apa karena bayi kecilnya tiba-tiba menangis.
"Ma, Mama... Bilang yang mana sakit? Apa mau Suly antar ke rumah sakit?"
Sang Ibu menggeleng pelan.
"Ma.. Ma nggak apa-apa." Jawab sang ibu lemah.
"Mama tarik napas pelan-pelan aja." Ujar Suly sembari mengusap punggung ibunya.
Lily yang datang membawa air minum pun segera memberikannya kepada ibunya dengan wajah sedih dan hampir menangis. Sang ibu pun menerima dan segera meminumnya.
Mereka menunggu reaksi sang ibu dalam diam. Kondisi sang Ibu pun perlahan-lahan mulai membaik setelah beberapa saat. Semua anak-anaknya duduk tak berada jauh dari ibu mereka. Ada yang memijit kaki sang Ibu, ada juga yang mengusap lengannya.
"Kamu mau Mama cepat mati Jemin?" Tanya sang Ibu yang terlihat lemah dan pasrah.
Jemin pun menggeleng pelan. Ia tak berani mengangkat muka karena kesalahannya.
"Apa kamu masih mau hidup seperti ini terus? Kamu ingin anak mu merasakan apa yang kamu rasakan dulu?! Jangan begitu Jemin!"
Hati Jemin bergetar. Ucapan ibunya itu mengenai hatinya. Semua itu terlihat pada wajahnya yang langsung melihat ke arah putri kecilnya yang di gendong oleh istrinya.
"Jemin tahu Jemin salah Ma. Dan otak Jemin sudah buntu. Jemin nggak tahu bagaimana menyelesaikan masalah ini." Ungkap Jemin.
Sang Ibu terlihat menahan sabar. Mencoba bersikap tenang dan perlahan menarik napas panjang kemudian menghembuskannya.
"Mama akan mencoba bicara sama Paman-paman mu. Tetapi ini mungkin akan merugikan Lola." Ucap sang Ibu mertua sembari menatap menantunya dengan tatapan merasa bersalah.
"Maksudnya Ma?" Tanya Lola yang tidak mengerti.
"Mama akan mencoba meminta keluarga Mama untuk menebus rumah mu. Lebih tepatnya seperti mereke membeli rumah mu. Uangnya bisa buat membayar hutang-hutang kalian. Dan kalau ada lebih, mungkin bisa buat modal usaha. Mama rasa, rumah itu bisa terjual lebih dari harga kalian meminjam. Untuk tempat tinggal, kalian bisa tinggal disini saja. Yah, walau pun mungkin disini sempit. Bertahan lah, sampai kalian punya tabungan yang cukup untuk membeli rumah lagi."
Solusi yang ibunya Jemin katakan mungkin merupakan jalan keluar satu-satunya. Tapi tak dapat di pungkiri hati Lola sangat sedih harus melepas rumah yang banyak tersimpan kenangan bersama kedua orang tuanya.
"La, bagaimana?" Tanya ibunya Jemin.
"Terserah aja Ma." Jawab Lola pasrah.
"Besok Mama akan mencoba menemui Paman Jemin. Dan kamu Jemin, berhenti ngumpul-ngumpul sama temen-temen mu. Jangan lagi nongkrong di luar. Ingat kamu udah punya anak! Bukan anak bujang lagi!"
Jemin diam tanpa bicara.
"Pegang Keysa, aku mau ke kamar mandi." Kata Lola.
Jemin pun mengambil Keysa, putrinya dan menggendongnya dalam dekapannya. Suly dan Lily pun kembali ke kamar mereka.
"Kamu beruntung istri mu itu Lola. Kalau wanita lain, mungkin kamu sudah di tinggalkan! Hanya wanita bodoh yang mau sama kamu! Jangan sia-sia hidupmu mengikuti jejak Papa mu. Kamu akan hancur, ingat itu!" Nasehat sang Mama ketika hanya berdua dengan anak sulungnya.
Jemin meresapi hatinya. Ada perasaan berat sejak dulu yang ia pendam di dalam sana. Namun bibirnya terkatup rapat tak ingin siapa pun tahu masalah hatinya.
Jemin menatap lekat wajah putrinya yang diam dan hanya memandangi dirinya. Separuh mirip dirinya, dan separuh lagi mirip Lola.
Anakku...
Jemin mencoba menyelami perasaannnya terhadap anaknya. Sayang dan kasih itu ada dan nyata. Dan Jemin tak dapat menepisnya.
Mungkin aku memang harus mencoba menerima apa yang sudah ku miliki sekarang. Walau sebenarnya aku...
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊