Menjadi seorang koki disebuah restoran ternama di kotanya, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Ayra. Dia bisa dikenal banyak orang karena keahliannya dalam mengolah masakan.
Akan tetapi kesuksesan karirnya berbanding terbalik dengan kehidupan aslinya yang begitu menyedihkan. Ia selalu dimanfaatkan oleh suami dan mertuanya. Mereka menjadikan Ayra sebagai tulang punggung untuk menghidupi keluarganya.
Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengan seorang pria kaya raya bernama Daniel yang terkenal dingin dan kejam. Ayra dipaksa menjadi koki pribadi Daniel dan harus memenuhi selera makan Daniel. Ia dituntut untuk membuat menu masakan yang dapat menggugah selera Daniel. Jika makanan itu tidak enak atau tidak disukai Daniel, maka Ayra akan mendapatkan hukuman.
Bagaimana kah kisah Ayra selanjutnya?
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu_ Melani_sunja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada apa dengan Maya?
Malam itu, suasana kampung begitu tenang, Ayra duduk di teras, memandangi langit malam.
"Suasananya tenang banget, bikin betah," ujarnya.
"Tapi, kok aku merasa ada yang aneh dengan tingkah tuan Bram dan Maya ya? Kok mereka seperti bukan suami istri, dan sejak tadi aku juga belum melihat anaknya," gumamnya lagi.
"Ahh entahlah...!" Ayra berdiri lalu masuk ke dalam rumah.
Terlihat, Daniel sedang tiduran di teras, wajahnya terlihat pucat. Makanan yang sudah dibuatkan Maya pun tidak disentuh sama sekali. Tidak hanya Daniel, bahkan Bram pun tidak terlihat mencicipi masakan yang telah di buat oleh Maya.
Ayra melangkah ke meja makan, membuka tutup nasi dan mencicipinya.
"Lumayan, gak buruk buruk amat," ucapnya.
Ia beralih menatap Daniel,
"Kasihan sekali tuan Daniel, pasti dia lapar," ujarnya.
Ayra berjalan keluar mencari keberadaan Bram, namun di luar hanya ada beberapa anak buahnya yang sedang bercengkrama sambil berjaga.
"Kemana tuan Bram?" tanya Ayra.
"Dia sedang pergi, mungkin mencari makan," jawab mereka.
Ayra menggaruk pelipisnya merasa bingung dan aneh.
"Sudah dimasakkan istrinya, tapi kenapa memilih untuk membeli di luar si? Apa mungkin kurang banyak? Tapi ku lihat, jika hanya untuk makan 10 orang masih cukup kok. Maya sudah masak banyak, tapi tidak ada yang menyentuhnya sama sekali. kasihan sekali Maya," ujarnya lirih.
"Pinjam ponsel, atau tolong telepon kan tuan Bram!" ujarnya.
Anak buah Bram segera merogoh ponsel dan coba menghubungi Bram.
Setelah tersambung, Ayra segera meminta ponsel itu dari tangan anak buah Bram.
"Halo...!"
"Halo, Ay...! Ada apa?" tanya Bram dari sebrang telepon.
"Kamu kemana?"
"Aku sedang mencari makan, kenapa? Kamu mulai merindukan ku?"
"Ihh...!" Ayra sedikit menjauhkan ponsel itu dari telinganya.
"Sudah dapat makanannya?" tanya Ayra lagi.
"Belum, ini lagi mau cari," jawab Bram.
"Pergi saja ke supermarket, lalu cari bahan makanan mentah, biar aku yang memasak!"
"Di sini mana ada supermarket Ay! Ada ada aja kamu! Memang kamu mau nitip apa? Biar nanti ku belikan di warung sayur."
"Kalau begitu, pulang dan kita akan malam bersama masakan Maya saja!"
"Tidak, emm...aku akan beli saja!" tolak Bram.
"Kamu itu jahat banget si, istri sudah susah payah masak tidak kamu makan! Malah memilih beli! Dasar suami jahat!!"
"Ay...! Aku tidak bermaksud seperti itu! Aku hanya..."
Belum selesai Bram menjelaskan, Ayra sudah mematikan panggilannya.
"Ni...!" Ayra mengembalikan ponsel itu, lalu pergi ke dapur kembali.
Ia melihat ada beberapa sayuran hijau di atas meja, dan juga telur.
Ia buka tutup nasi, sore tadi Maya sudah masak sayur sop lengkap dengan ayam goreng dan sambal.
"Eummm...aku tambahin apa ya??" gumamnya bingung.
Menatap sawi yang begitu hijau, ia jadi memiliki ide. Ia berniat ingin membuat cah sawi dan telur dadar ala dirinya.
Ia cuci bersih sawi itu lalu ia siapkan semua bahan. Setelah itu, ia hidupkan kompor dan mulai mengolah makanan yang ada.
Maya yang sedang berada di kamar terbangun lalu menghampiri Ayra.
"Ayra...! Kamu sedang masak apa?" tanyanya.
Ayra terjingkat kaget mendengar suara Maya yang tiba-tiba berada di belakangnya.
"Aku, aku...aku minta maaf Maya, aku tidak bermaksud lancang, aku hanya ingin membuatkan masakan untuk tuan Daniel, aku lihat dia tidak selera makan, makanya aku..."
Bukannya marah, Maya justru terkekeh.
"Kenapa kamu gugup seperti itu Ayra, aku tidak akan marah, aku justru senang kamu mau masak di sini. Aku kan tidak tahu selera makan mereka, wajar saja kalau mereka tidak mau makan masakan ku."
"Jangan salah paham Maya, masakan kamu enak kok, hanya saja tuan Daniel itu memang memiliki selera makan yang sedikit aneh...!" ucap Ayra lirih.
"Aku tahu itu, sebenarnya aku tadi masak karena merasa kasihan pada kalian, kalian capek dan pasti belum makan, iya kan? Aku tidak sedih kok meskipun mereka tak mau makan masakan ku..."
"Lebih baik sekarang kita masak bersama bagaimana? Tapi ngomong ngomong anakmu tidak apa-apa jika kamu tinggalkan?"
"Tenang saja, dia anak yang sangat baik, dia tidak pernah rewel," kata Maya melirik Daniel yang sedang beristirahat di ruang tamu.
Ayra sedikit bingung dengan ucapan nya, tapi ia tak mau terlalu ingin tahu, jadi ia lanjutkan saja masaknya malam itu.
Tak lama, Bram datang, ia langsung masuk mencari keberadaan Ayra.
Saat membuka pintu, ia tertegun melihat Ayra tengah memasak bersama Maya.
"Ay...! Kamu..."
Ayra menoleh, menatap Bram dengan tatapan jutek.
"Ay, kamu masih sakit, kamu tidak perlu memasak!" ujar Bram menghampiri lalu menarik lengannya menjauh dari tungku.
"Lepasin...! Kamu ini gak jaga perasaan istri banget si! Aku kan jadi gak enak sama Maya!" bisiknya kesal.
Bram melirik Maya yang sedang menyiapkan makanan sekilas.
"Tapi kamu belum sembuh Ay...!"
"Aku sudah sembuh kok, dan kamu gak lihat tuan Daniel tidak mau makan?"
"Baiklah aku akan bantu kamu!"
"Enggak perlu, kamu siapkan saja tempat dan kita akan makan bersama dengan anak buah mu semuanya..." ujar Ayra, kali ini ia sambil mengulas senyum.
Bram merasa lega, membalas senyumnya dan mengangguk.
Ayra kembali ke dapur dan menyiapkan kembali masakannya.
"Kamu beruntung ya, sepertinya mas Bram sangat perhatian pada mu," ujar Maya.
Ayra terdiam sesaat, ia merasa sangat tak enak hati pada Maya.
"Eumm...Maya, kamu jangan salah paham padaku, aku tidak..."
"Santai saja, aku tidak masalah kok!"
"Hah...?!" Ayra mengerenyit heran.
Sebenarnya Ayra merasa sangat penasaran, tapi ia tetap berusaha untuk menahan diri untuk bertanya lebih. Ia memutuskan untuk diam dan melanjutkan masaknya.
Setelah selesai, Ayra di bantu Maya menyiapkan makanan di atas tikar.
Anak buah Bram semua dipanggil masuk ke dalam, sementara Bram coba membangunkan Daniel.
"Tuan...! bangun. Makan malam dulu," kata Bram.
"Aku tidak akan pernah makan masakan wanita itu Bram!"
"Tapi ini masakan Ayra, dia yang masak barusan."
Mendengar itu, Daniel bangun, ia lihat anak buahnya sedang bersiap makan bersama.
"Tuan mau makan bersama kami atau di sini?" tanya Bram lagi.
"Bantu aku untuk berjalan Bram, kaki ku masih terasa nyeri."
"Baik tuan..."
Bram kembali memapah Daniel untuk bergabung bersama anak buahnya lainnya.
Melihat Daniel mendekat, Maya justru bergegas pergi.
"Maya, kamu mau kemana?" tanya Ayra.
"Maaf Ayra, sepertinya anakku menangis," ujarnya sambil berjalan menuju kamar.
"Hah?! Tapi aku gak denger ada suara tangisan kok?!" gumam Ayra.
Rupanya tidak hanya Maya, anak buah Bram juga ikut canggung, mereka segera berdiri menjauh saat Daniel tiba dan duduk di dekat mereka.
"Hey...! Kenapa menjauh? Ayo kita makan bersama!" ujar Daniel.
Anak buahnya saling pandang, lalu perlahan kembali duduk. Tak heran kenapa mereka bersikap seperti itu, karena itu adalah pertama kali Daniel mau makan bersama anak buahnya.
"Tuan Bram, kenapa Maya tidak makan bersama kita?" tanya Ayra.
"Eummm, mungkin dia sudah makan, sudah lah jangan dipikirkan, sebaiknya kita makan saja bersama."
"Ohh..."
Ayra melirik Bram sekilas, lalu beralih menatap Daniel.
Ia ambilkan nasi, sayur dan lauk sederhana itu, lalu ia berikan pada Daniel.
"Terimakasih..." ucapnya.
Ayra tersenyum membalasnya.
"Hemmm...ini masakan terenak yang pernah ku makan," celetuk salah satu anak buah Bram.
"Iya, ini enak sekali, padahal ini menu yang sederhana, tapi rasanya bintang lima!" seru yang lainnya.
Ayra tersenyum, merasa sangat senang melihat mereka sangat lahap.
"Tuan...! Tuan tidak makan?" tanya Ayra melihat Daniel hanya diam menatap haru anak buahnya yang begitu menikmati makanan malam itu.
"Hah...?! Iya aku akan makan," ucapnya.
"Bram, bulan depan beri semua anak buah bonus 3 kali lipat!" Imbuhnya.
Mereka semua terkejut, lalu bersorak senang.
Sementara Maya, hanya mengintip mereka dari celah celah pintu tanpa bisa bergabung bersama mereka.