Sejak kecil, Anul hanya dikenal sebagai anak yatim piatu tanpa asal-usul yang hidup di sebuah desa kecil. Tubuhnya tak pernah terluka meski dihajar, senyumnya tetap hangat meski dirundung.
Namun, siapa sangka di balik kesederhanaannya tersimpan rahasia besar?
Darah yang mengalir di tubuhnya bukanlah darah manusia biasa. Takdir telah menuliskan namanya sebagai pewaris kekuatan yang mampu mengguncang langit dan bumi.
Dari anak yang diremehkan, Anul akan melangkah menuju jalan bela diri, mengalahkan musuh-musuh kuat, hingga akhirnya menaklukkan Sepuluh Ribu Semesta.
Perjalanan seorang yatim piatu menuju takdir yang tak bisa dihindari pun dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Employee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Metemorfosis di Saat Genting
Debu yang mengendap perlahan menyingkap samar dua sosok yang saling berhadapan di atas arena. Nafas mereka berdua masih sangat stabil, hanya sedikit keringat yang muncul di dahi. A Hong menggenggam pedang yang diselimuti aura merah, berdiri dengan penuh wibawa menatap Anul yang ada beberapa meter di hadapannya. Pakaian bocah di depannya itu compang-camping, jejak yang ditinggalkan oleh pedangnya yang selalu berhasil dihindari oleh bocah itu.
Anul berdiri tegap dengan kedua tangan yang terkepal di depannya. Kakinya sedikit menekuk dan membentuk kuda-kuda yang kokoh. Bajunya robek di beberapa bagian, menunjukan bagian tubuhnya yang tampak padat seperti baja. Semburat goresan pedang yang sangat halus memenuhi semua bagian yang terekpos itu. Goresan itu sangat halus sehingga hanya bisa terlihat dari jarak yang sangat dekat.
Selama pertarungan ia merasakan sesuatu yang aneh pada sekujur tubuhnya, seolah semua bagian tubuhnya itu bergetar hebat. Akibat dari getaran itu, rasa sakit yang luar biasa bisa ia rasakan. Namun ditengah pertarungan ia hanya bisa menahan rasa sakit itu, menyebabkan responnya melambat dan ia hanya bisa menghindari serangan A Hong pada detik-detik terakhir.
A Hong yang merasakan ada sedikit perubahan dari pergerakan Anul, menurunkan sedikit intensitas serangannya dan mundur. Meninggalkan Anul yang masih dalam posisi bertarung.
"Kalau kau tidak serius, pedangku akan menembus tubuh mu dengan cepat," ujar A Hong datar sembari menatap ke arah Anul.
Anul hanya tersenyum kecut. Ia ingin menjawab perkataan A Hong, tapi jika ia membuka sedikit mulutnya, ia takut hanya suara erangan yang akan terdengar. Rasa sakit di sekujur tubuhnya terus meningkat ketingkat yang sudah hampir tidak bisa lagi ia tahan.
Urat-urat di lehernya menyembul keluar, kakinya berlutut, tangannya bergetar menyangga tubuhnya di lantai dengan postur sedikit membungkuk seperti sedang bersujud. Tapi tidak ada satu suara pun yang keluar dari mulut yang terkatup rapat. Perlahan seluruh arena mulai bergetar hebat, getaran yang muncul di arena itu berasal dari tubuh Anul.
"Ada apa dengan Anul?" tanya Arum penuh kekhawatiran.
"Aku juga tidak tahu, ini baru pertama kalinya ia terlihat begitu menderita," jawab Biro.
Orang-orang disekitar arena hanya bisa terus menonton, kebingungan dengan apa yang terjadi di hadapan mereka. Arum yang dari tadi menikmati pertarungan dengan tenang juga tidak bisa menahan rasa khawatir yang tergambar dengan jelas di wajahnya.
Aura Anul memudar perlahan sebelum akhirnya benar-benar menghilang. Rasa sakit di tubuhnya pun perlahan reda, berganti rasa nyaman dan hangat seiring dengan munculnya aura baru yang murni berwarna keemasan.
Dari goresan yang disebabkan oleh serangan A Hong, asap tipis mengepul disertai desisan samar. Perlahan goresan itu menghilang bersamaan dengan asap serta desisan yang kian memudar.
"Tubuh fisikku naik tingkat?"
Anul mengangkat kedua tangannya sambil menatap datar pada kedua telapaknya itu. Auranya yang baru membuatnya sangat bersemangat. Kedua sudut matanya berkilau seperti bintang di langit, senyumnya menyeruak menunjukan giginya yang rapi dan putih. Kekuatan fisiknya yang selama ini tidak menunjukan akan meningkat, tiba-tiba menerobos satu tingkat dari Tubuh Perak menjadi Tubuh Emas.
A Hong masih diam mengamati bocah di depannya. Ia tidak mengambil kesempatan itu untuk menyerang Anul yang sedang dalam kondisi sangat rapuh. Sebaliknya, ia menunggu dengan sabar hingga bocah itu selesai dengan peningkatan kekuatannya.
Bagaimanapun apa yang membuat A Hong menantang Anul bukanlah karena ia ingin membalaskan dendam atas tangan anak buahnya yang patah—kedua orang pencari masalah sebelumnya adalah anak buah A Hong. Melainkan karena penasaran akan kekuatan orang yang mematahkan tangan anak buahnya itu, berharap orang itu akan bisa memuaskan hasrat bertarung miliknya.
"Cepatlah bersiap jika kau sudah selesai," seru A Hong.
Anul tersenyum, sedikit rasa kagum muncul di dalam jiwanya. Pria di depannya itu benar-benar menunjukan sikap seorang pria sejati.
"Terimakasih kakak," tangan Anul terkatup di depan dada, memberikan penghormatan kepada pria di depannya.
Menanggalkan baju yang sudah tidak berbentuk, kemudian membuangnya ke luar arena, Anul lalu mulai serius. Ia mengeluarkan seluruh aura fisiknya yang dari awal tidak ia keluarkan penuh. Aura emas murni tampak padat menyelubungi seluruh kulitnya, namun tidak menunjukan fenomena lain di sekelilingnya. Aura ini jauh berbeda dengan aura tenaga dalam yang liar. Aura tenaga dalam saat dikeluarkan akan menunjukan sedikit distorsi pada udara seperti hawa panas yang ada di sekitar api.
Tanpa basa-basi A Hong mulai untuk mempersiapkan serangannya.
"Jurus Pedang Tak Berbayang..."
Para penonton setia sudah sangat hafal dengan semua jurus yang di miliki A Hong sang Raja Arena. Jurus Pedang Tak Berbayang ini adalah salah satu dari tiga jurus utama milik A Hong.
Jurus itu terdiri dari sepuluh gerakan cepat yang berkesinambungan seperti tanpa ujung. Setiap serangan dari gerakan itu setara dengan kekuatan jurus tingkat menengah, dan semua gerakan itu pada akhirnya akan menyatu yang menyebabkan kekuatannya meningkat berkali-kali lipat. Seorang Pendekar tingkat Tak Tertandingi pun akan merasa sedikit merepotkan untuk menghadapi jurus itu.
A Hong menyerbu kedepan dengan memfokuskan seluruh auranya ke Padang miliknya.
Trang...
Denting logam bertemu logam terdengar nyaring ke seluruh penjuru. Menghadapi jurus yang dikeluarkan A Hong, Anul menangkis semua gerakannya hanya dengan tangan kosong. Udara berhembus kencang setiap kali gerakan mereka saling beradu.
Retakan-retakan yang sangat jelas muncul disetiap langkah kaki mereka meninggalkan jejak yang dalam di permukaan arena. Pergerakan mereka yang sangat cepat hanya meninggalkan bayangan-bayangan sisa yang samar sebelum akhirnya menghilang. Sekejap mata mereka sudah bertukar sembilan gerakan.
Badummmmm..... Sssssssssssss....
Krak..... Krrrraaakkk........
Tepat pada gerakan yang kesepuluh, suara benturan dan desisan menggelegar memekakkan telinga semua orang yang menonton. Retakan besar yang merambat cepat nampak muncul di arena. Hembusan angin efek dari benturan itu juga membuat mereka hampir terlempar dari tempat duduk mereka.
Satu Tinju, Satu Pedang
Keduanya saling bertemu dan mencoba untuk saling menekan satu sama lainnya. Aura mereka berdua saling membentur seperti api yang mencoba untuk saling melahap, diiringi retakan yang muncul pada permukaan arena yang semakin membesar dan menyebar ke segala Arah.
Bbbuuuummmm.....
Arena yang kokoh dan megah itu akhirnya tidak mampu menahan tekanan yang di hasilkan oleh kedua pendekar di atasnya itu. Dengan suara yang keras, arena itu lalu meledak berkeping-keping. Menyisakan debu tebal yang berhamburan kemana-mana. Wasit yang biasanya ada di pinggir arena sudah melarikan diri lebih awal ketika melihat A Hong hendak mengeluarkan salah satu jurus pamungkasnya.
Debu tebal itu terus menyebar ke segala arah menutupi seluruh sudut gedung Arena Pemecah gelombang. Pandangan semua orang tidak bisa menembus debu yang sangat tebal itu. Saat ini mereka hanya bisa sekuat tenaga melindungi hidung dan mata mereka dari debu yang bergelora. Tidak ada yang tahu bagaimana hasil dari benturan terakhir itu selain hancurnya arena, semua menunggu hilangnya kabut debu dengan sabar agar bisa mencari tahu.
Di balik kabut debu yang tipis, tampak sosok dua orang yang berada di atas reruntuhan.
A Hong berbaring terlentang dengan meregangkan kedua tangan dan kakinya, nafasnya tersengal, bajunya lusuh, wajahnya ditutupi debu. Di tangannya tergenggam pedang yang hanya tersisa gagang saja. Matanya menatap langit dengan senyum puas menghiasi wajah yang jelas kelelahan. Perlahan matanya itu tertutup, kesadarannya menghilang.
"Haaah, akhirnya selesai..."
Anul yang bertelanjang dada duduk santai dengan kedua tangan menopang tubuhnya di belakang. Matanya juga menatap ke arah langit dengan ekspresi puas. Debu dan kotoran yang menutupi tubuhnya bukanlah aib, melainkan mahkota perang. Di bawah sinar mentari, ia menjelma menjadi sosok yang semakin gagah dan berwibawa.
Wasit berjalan menuju tempat mereka berdua, dengan mengangkat tangan ia kemudian mengumumkan kemenangan Anul.
"Pemenangnya adalah Anul!"
Penonton yang sedari tadi diam menahan nafas langsung bersorak-sorai penuh kegembiraan. Pertarungan yang terjadi benar-benar membuat emosi mereka naik turun tak menentu saat menyaksikannya. Terlebih hasil dari pertarungan ini yang sangat di luar dugaan—A Hong si Raja Arena tumbang oleh seorang bocah yang muncul entah dari mana.
"Anul...! Anul...! Anul...!"
Nama Anul berkumandang diserukan oleh semua orang. Sebagian besar dari mereka bahkan melupakan uang mereka yang hilang karena kalah bertaruh, bagi mereka uang mereka yang hilang sebanding dengan tontonan yang mereka dapatkan saat ini.