Vira Sita, seorang gadis yatim piatu yang sederhana, dijodohkan dengan Vito Hartawan — pewaris kaya raya — sebagai amanat terakhir sang kakek. Tapi di balik pernikahan itu, tersimpan niat jahat: Vito hanya menginginkan warisan. Ia membenci Vira dan berpura-pura mencintainya. Saat Vira hamil, rencana keji dijalankan — pemerkosaan, pengkhianatan, hingga kematian. Tapi jiwa Vira tidak pergi selamanya. Ia bangkit dalam tubuh seorang gadis muda bernama Raisa, pewaris keluarga Molan yang kaya raya, setelah koma selama satu tahun. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Vira kini hidup kembali. Dengan wajah baru, kekuatan baru, dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia bersumpah akan membalas dendam… satu per satu… tanpa ada yang tahu siapa dirinya sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Pagi itu, suara burung-burung kecil dan gemericik air pegunungan menyambut Raisa dan Elvano yang tengah duduk santai di beranda sebuah penginapan kayu di Ubud, Bali. Bukan hotel mewah dengan segala fasilitas modern, tapi rumah kayu kecil yang mereka pilih sendiri—alami, sederhana, dan tenang. Sama seperti hubungan mereka.
Raisa bersandar di bahu Elvano, memandangi sawah terasering yang membentang hijau di kejauhan. Tangannya menggenggam secangkir teh jahe hangat, sambil tersenyum mengenang semua yang telah mereka lewati.
“Kamu sadar nggak,” gumam Raisa, “kita benar-benar menikah sekarang.”
Elvano tertawa pelan. “Setelah segala drama, kerja keras, dan malam-malam penuh ragu... akhirnya kita jadi juga ya, Bu desainer Molan-Mahesa.”
“Aduh, jangan bikin namaku makin panjang,” kata Raisa sambil mencubit pelan perut suaminya.
Mereka tertawa bersama. Tak lama, Elvano membuka buku catatannya—bukan untuk bekerja, tapi berisi mimpi-mimpi kecil yang ingin mereka wujudkan bersama: membangun cabang Studio Akar di desa, program beasiswa desain untuk anak-anak pelosok, dan satu yang dilingkari dengan tebal: “Rumah di lereng—dengan taman akar dan rumah pohon.”
“Aku udah ngumpulin batu fondasinya,” ujar Elvano, menunjukkan foto lokasi tanah yang akan mereka garap. “Tapi desainnya tetap harus kamu yang gambar.”
Raisa menatapnya, lalu tersenyum. “Kalau gitu kita bikin rumah dari cinta ya, bukan dari beton.”
Mereka saling menatap, dan seperti biasa, tak butuh kata-kata lagi. Cinta mereka selalu tumbuh dalam diam yang mengerti.
---
Dua Bulan Kemudian – Keluarga dan Studio Baru
Kembali ke Jakarta, kehidupan Raisa dan Elvano mulai sibuk lagi. Tapi kali ini bukan hanya pekerjaan yang menyibukkan mereka—melainkan menyatukan dua keluarga besar dengan karakter yang unik dan ramai.
Keluarga Mahesa yang berasal dari Solo dikenal tenang, penuh filosofi, dan lembut. Sementara keluarga Molan? Riuh, penuh candaan, dan sangat ekspresif.
Pertemuan keluarga besar itu kesekian kali setelah pernikahan terjadi dan hari ini adalah acara makan malam perayaan Studio Akar Cabang Baru.
Jordan dan Gavin langsung berdebat soal jenis furnitur kayu yang terbaik untuk ruang workshop, sementara Reno sibuk berdiskusi tentang keamanan studio dengan ayah Elvano yang mantan dosen arsitektur, dan Rey malah sibuk mengajarkan keponakan Elvano cara membuat video TikTok yang viral.
Mama Mahesa hanya tersenyum lembut melihat kekacauan manis itu. “Keluarga besar itu seperti benang kusut,” katanya pada Raisa. “Tapi kalau disulam dengan sabar... bisa jadi permadani indah.”
Malam itu berakhir dengan semua orang menyanyi bersama, bahkan Ayah Raisa yang biasanya kaku akhirnya mau bernyanyi dangdut dengan iringan gitar Rey. Elvano hanya bisa memeluk pinggang Raisa dan berkata, “Kita beneran punya dua keluarga yang ajaib.”
---
Sepekan menjelang pindah ke rumah mereka yang baru direnovasi, konflik kecil pertama sebagai pasangan suami-istri pun datang.
“Enggak, aku tetap maunya warna sage green untuk dapur!” seru Raisa sambil berdiri di tengah ruangan dengan tangan di pinggang.
“Tapi kita sudah punya lima ruang dengan tone hijau!” balas Elvano tak kalah keras.
Raisa melipat tangan. “Aku yang lebih banyak masak!”
Elvano menunjuk denah. “Tapi aku yang bayar catnya!”
Diam. Keduanya saling tatap.
Lalu... pecah tawa.
“Aku nggak nyangka ya... konflik rumah tangga pertama kita soal cat dapur,” kata Raisa sambil memeluk Elvano.
“Elah, untung bukan soal utang,” balas Elvano.
Mereka akhirnya sepakat: warna sage green tetap dipakai, tapi lemari atas dibuat dari kayu daur ulang, khas desain Elvano. Hasilnya? Estetik dan penuh kompromi.
---
Akhir Minggu – Surat dari Masa Lalu
Suatu hari saat mereka tengah membereskan barang-barang lama, Raisa menemukan sebuah kotak kecil berisi surat yang dulu ia tulis saat masa-masa tergelap dalam hidupnya. Surat itu tidak pernah ia kirim, hanya sebagai pelipur hati. Ia membaca pelan:
"Untuk siapa pun yang berani mencintaiku nanti... Aku bukan bunga sempurna. Aku akar yang berusaha tumbuh meski tanahnya tandus. Kalau kamu menemukanku, rawat aku. Jangan cabut aku dari diriku sendiri."
Raisa memeluk surat itu. Lalu menyerahkannya pada Elvano.
Elvano membacanya dengan tenang. Kemudian ia menulis di balik kertas itu:
"Terima kasih karena kamu tidak menyerah tumbuh. Kini kamu tidak sendirian. Akarmu sudah punya tempat untuk menjalar, dan aku akan terus menyiraminya."
Raisa memeluknya dari belakang. Tak perlu pesta. Tak perlu hadiah mahal. Hanya cinta yang terus tumbuh dan dipelihara.
Bersambung
balas mereka satu per satu dengan pembalasan yang syantik.