NovelToon NovelToon
Suamiku Dokter Sultan

Suamiku Dokter Sultan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: omen_getih72

Yang sudah baca novelku sebelumnya, ini kelanjutan cerita Brayn dan Alina.

Setelah menikah, Brayn baru mengetahui kalau ternyata Alina menderita sebuah penyakit yang cukup serius dan mengancam jiwa.

Akankah mereka mampu melewati ujian berat itu?

Yuk baca kelanjutan ceritanya 😊

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Brayn mencium kening istrinya setelah wanita itu tertidur di pelukannya.

Ia memindahkan tangan yang melintang di atas perutnya, lalu menyibak selimut dan perlahan turun dari tempat tidur.

Mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur sehingga pencahayaan kamar temaram.

Lalu, kemudian beranjak keluar dari kamar. Menuju dapur untuk mengambil air putih.

Suasana rumah sudah tampak sunyi, sepertinya semua penghuni rumah sudah berada di kamar masing-masing.

Mengingat waktu semakin mendekati larut malam.

Ketika akan menuju dapur, langkah Brayn terhenti di depan sebuah ruangan.

Pintu terbuka setengah dan pantulan cahaya dari televisi berhasil menyita perhatian lelaki itu.

"Siapa yang masuk ke ruang foto malam-malam seperti ini?" gumamnya, diiringi kedua alis yang saling bertaut.

Penasaran, Brayn melangkah perlahan, mengintip ke dalam ruangan.

Dari sana ia bisa melihat tayangan TV di mana tersaji video kenangan masa kecilnya.

Sementara kedua orang tuanya duduk di kursi memandang ke arah televisi.

"Tidak terasa ya, Brayn kita sudah dewasa. Mungkin, besok dia akan pindah ke rumah barunya dan memulai kehidupannya yang baru. Kenapa rasanya berat sekali?" Pak Vino menghela napas panjang setelah mengucapkan kalimat itu.

"Iya, Mas. Rasanya baru kemarin aku mengandungnya. Rasanya baru kemarin dia menendang perutku, bergerak di malam hari," sahut Bu Resha bersandar di bahu suaminya.

"Maafkan aku, kamu menjalani kehidupan yang begitu berat saat mengandung dia. Semua salahku." Pak Vino mengusap ujung matanya yang basah. "Aku masih ingat pertama kali mendatangi kontrakanmu. Kamu sedang masak mie instan saat itu. Tinggal sendirian di kamar sewa yang sempit dan pengap dalam keadaan hamil besar."

"Aku sempat berpikir bagaimana bisa kamu mempertahankan bayi di perutmu sendirian. Hidup seadanya, kadang hanya makan mie instan yang dingin dan mengembang. Kamu bahkan rela bekerja apa saja untuk mempertahankannya," papar Pak Vino.

"Sejujurnya, saat awal tahu aku hamil, aku sangat syok. Aku sempat putus asa dan mengira hidupku akan berakhir. Tapi, setidaknya ... di antara jutaan manusia yang tidak peduli padaku, ada janin kecil yang sangat bergantung padaku. Aku akan lebih berdosa lagi kalau merampas haknya untuk hidup."

"Sekarang Brayn kita sudah tumbuh besar. Aku selalu berdoa, semoga dia bisa memafkanku atas aib yang kuciptakan dalam dirinya." Pak Vino menatap layar televisi yang menayangkan di mana ia sedang mandi di bath tub bersama Brayn ketika masih bayi. "Meskipun kuserahkan semua milikku, mungkin itu tidak akan cukup untuk membayarnya."

"Andai dia tahu, dia memiliki tempat yang sangat istimewa di hatiku. Andai dia tahu bahwa dia adalah anakku yang paling berharga. Aku masih bisa memaafkan Raka yang menyakiti Zahra, aku bisa memaafkan orang yang menghasut Bima, tapi kalau ada yang menyakiti Brayn, aku merasa sulit untuk memaafkannya, siapapun itu. Karena sebegitu berharganya dia bagiku."

"Ya, aku tahu, Mas. Kamu bahkan pernah membentakku karena Brayn jatuh dari tangga." Bu Resha menyeka air mata.

"Saat aku mendengarnya merasa berbeda dari adik-adiknya yang lain, rasanya aku ingin sekali menghukum diriku. Aku bersalah padanya. Dia memang lahir dari kesalahanku, dia memang tidak bernasab padaku, tapi dia tetap anakku, darah dagingku. Anak yang paling berharga bagiku di antara anak-anakku yang lain."

"Anak pertama adalah juara di hati orang tuanya. Anak yang pertama kali memanggilku Papa."

Mendengar perkataan Pak Vino, Brayn mematung di ambang pintu.

Tanpa sadar cairan bening mengalir deras dari bola matanya.

Ungkapan cinta dari kedua orang tuanya yang tak sengaja ia dengar itu berhasil meluluhlantakkan hatinya.

"Papa ...."

**

**

"Anak haram!" makian Adam kala itu masih terekam jelas diingatan, menciptakan luka batin yang begitu dalam.

Sebelumnya ia menyimpan kebanggaan tersendiri menjadi anak seorang Vino Hadiwijaya.

Bukan karena sang papa merupakan salah satu orang terkaya di negara mereka, melainkan karena sosoknya yang hangat dan penyayang.

Namun, suatu hari semua kebanggan itu luntur setelah mendengar makian yang ditujukan padanya.

Ia tak lebih dari anak yang lahir dari perbuatan haram yang menyebabkan dosa besar.

Bukan dari ikatan pernikahan yang halal. Berbeda dengan ketiga adiknya yang lain, mereka lahir dari pernikahan yang sah.

"Jadi, kamu belum bicara dengan Brayn tentang apa yang kamu dengar di rumah sakit?" tanya Bu Resha, menggenggam tangan suaminya.

"Belum, aku merasa ragu. Takut penjelasanku malah semakin melukai hatinya."

Brayn terkesiap. Mencoba mencerna pembicaraan kedua orang tuanya.

Mungkinkah sang papa mendengar semua ucapannya pada Alina di rumah sakit?

"Brayn anak yang memiliki pemikiran dewasa. Insyaallah dia mengerti. Andai dia tahu seberapa berharganya dia bagi kita, mungkin dia tidak akan merasa berbeda dari adiknya," tutur Bu Resha.

"Sekarang aku mengerti kenapa dia menolak harta yang pernah kuhibahkan untuknya dan memintaku membagi pada adik-adiknya saja."

Ingatan Pak Vino berputar pada beberapa hari sebelum putra sulungnya itu menikah.

Melalui sebuah pembicaraan, ia menghibahkan 30 persen harta miliknya pada Brayn. Namun, semua niat baik itu ditolak Brayn dengan berbagai alasan.

"Dia bilang padaku, dia sudah cukup dengan menikmati fasilitas yang kuberikan padanya selama ini dan memintaku memberikan pada adiknya saja. Bahkan sekarang dia membeli rumah dari hasil kerja kerasnya. Kamu tahu, Resha, aku bukan sedih karena dia menolak pemberianku. Tapi, aku sangat bangga pada anakku itu."

"Anak lain mungkin akan menuntut pembagian harta dari orang tuanya, tapi dia sama sekali tidak memikirkan harta, malah memikirkan hak ketiga adiknya."

"Apa tidak sebaiknya kita bicara dengannya? Aku tidak mau dia merasa berbeda dari adiknya, Mas. Aku tahu dia lahir dari dosa kita, tapi dia tetap anakku yang berharga. Tidak ada yang bisa menggantikan tempatnya di hatiku."

"Aku hanya berpikir, pernahkah dia kecewa padaku karena membuatnya berbeda?" tutur Pak Vino, matanya kembali dipenuhi cairan bening.

"Pernahkah dia..." ucapan Pak Vino tiba-tiba terputus saat melihat bayangan di dinding.

Sontak ia menoleh, matanya seketika membulat saat mendapati putra sulung yang sedang mereka bicarakan itu berdiri di ambang pintu.

"Brayn?"

Bu Resha yang sama terkejutnya pun segera menoleh.

Dalam sekejap ia merasakan hatinya bak diremas. Terlebih setelah melihat mata putranya yang basah.

Brayn mengulas senyum.

Perlahan melangkah dan berlutut di hadapan orang tuanya. Menggenggam tangan mereka dan menciumnya.

"Papa ... adakah aku pernah melukai hati Papa atau Mama? Bagaimana aku harus menebusnya?" lelaki itu berucap lirih.

Pak Vino mengusap puncak kepala putranya itu. Memeluknya.

"Tidak, Nak. Justru Papamu inilah yang bersalah. Karena dosa yang kulakukan di masa lalu sampai harus menciptakan noda di sepanjang hidupmu. Maafkan kami kalau membuatmu merasa berbeda dari adikmu yang lain. Bagi kami, kamu dan ketiga adikmu sama berharganya."

Brayn terdiam mendengar ungkapan cinta dari kedua orang tuanya.

"Bagi kami kamu memiliki hak yang sama, cinta yang sama, tidak ada yang berbeda." Sambung Bu Resha.

Brayn menjatuhkan kepala di pangkuan sang papa. Berusaha untuk tidak menangis, faktanya, air mata mengalir tanpa terasa.

"Papa... Mama ... kalau ada orang yang paling kucintai di dunia ini, maka itu adalah kalian. Cinta pertama dalam hidupku. Bukan aku tidak mau menerima pemberian Papa, aku juga tidak menyalahkan Papa atas jalan hidupku. Insyallah aku ikhlas, Pa."

"Annakku...." Pak Vino mengusap bahu putranya, memeluk dengan erat.

**********

**********

1
ovi eliani
pagi pagi di sambut dgn cerita melo ini, sediah banget sih
Nining Sariningsih
ngakak thorrrrrrrr,,,,,,🤣🤣🤣
Maulida Maulida
seru bgt
Maulida Maulida
sedih banget part ini😭 suka bgt cerita nya thor
Yasmin Natasya
up dong thor...
Endang 💖
pasti itu akal2n Siska tu hasilnya
DozkyCrazy
dasar siskamling
Endang 💖
jahat juga rupanya si Siska itu

up lagi thor
DozkyCrazy
pasti si siskamling
DozkyCrazy
syukaaa sama cerita author 😘
DozkyCrazy
Alhamdulillah
ovi eliani
Ya Allah semoga benar cuma anemia aja, tidak ada penyakit yg lain, cepat sembuh ya pengantin baru sehat 2, ya, semangat thor
Yasmin Natasya
lanjut Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!