Menyukai seseorang tanpa tahu balasannya?
tapi dapatku nikmati rasanya. Hanya meraba, lalu aku langsung menyimpulkan nya.
sepert itukah cara rasa bekerja?
ini tentang rasa yang aku sembunyikan namun tanpa sadar aku tampakkan.
ini tentang rasa yang kadang ingin aku tampakkan karena tidak tahan tapi selalu tercegat oleh ketidakmampuan mengungkapkan nya
ini tentang rasaku yang belum tentu rasanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asrar Atma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perekat
Pov Haneul Kamandaka
Daniza jelas sangat marah atas kejadian itu disaat aku merasa senang dan ketagihan. Padahal itu belum sepenuhnya Daniza, dari pemikiran dan keinginan ku tentang nya, itu belum seberapa bahkan jika dibandingkan dengan malam-malam yang kadang ku lewati.
Maka ketika di beri kesempatan untuk mencicilnya seperti tadi, tentunya aku tidak ingin melewatkan nya begitu saja, meskipun aku tahu bahwa itu akan membuat nya marah atau mungkin lebih dari itu.
Aku mendekatinya yang duduk dikursi dengan telungkup, berdehem untuk memulai sebuah pembicaraan.
"Daniza...aku minta maaf soal yang tadi " dia tidak merespon, "itu keadaan darurat, Daniza. Kamu dengar sendiri bagaimana dia mengancam, jika tahu kita menonton "aku menghela napas, memberi jeda untuk detak jam dinding diatas sana.
" Tapi aku tahu, Daniza. Ngga ada alasan atas sebuah pembenaran dari kesalahan, salah tetaplah salah, ngga peduli mengapa, kenapa, karena itu aku minta maaf dengan tulus. Bila kamu mau meluapkan emosi, luapkan saja. Aku dengan senang hati menerima nya " aku mengambil beberapa permen rasa Mint dari saku celana dan meletakan nya di atas meja.
Lalu barulah aku kembali ke kursi ku, menatap Daniza yang tidak dapat ku mengerti perasaannya. Apa aku menyesal melakukan itu pada Daniza? Tentunya tidak, andai bisa aku malah ingin yang lebih intens dibandingkan itu.
Mengingat itu aku menyentuh bibir ku, lalu diam-diam tersenyum, bayangan nya masih jelas, rasa yang ditinggalkan begitu kuat dan membuat ingin lagi dan lagi, terus dan terus.
Seandainya tidak ada gangguan, aku mungkin sungguhan akan melecehkan nya disana, tanpa ingat resiko yang akan aku hadapi. Ini membuat ku bertanya mengapa aku bisa segila ini? Lalu jika aku tahu alasannya, maka siapa yang paling bisa aku salahkan?
Mengusir suntuk aku pun menggambar pantai sambil sesekali melihat pada Daniza yang masih diposisi yang sama, apa badannya tidak sakit seperti itu?
Hingga perlahan waktu yang berjalan, mengisi kelas ini dengan keramaian oleh kehadiran anak-anak lain. Samar terdengar percakapan yang beragam, derap langkah yang silih berganti, senyap telah hilang berganti keributan.
"Han apa yang kamu lakukan pada anak orang?" aku menoleh pada Gato, lalu mengikuti arah pandangan nya.
"Aku kasih cu pang" Gato terperangah, menatap ku dengan horor.
"Kelakuanmu Han, ini kampung tahan sedikit nafsumu" aku berdehem kembali pada gambaran ku, dan Gato berdecak panjang serta duduk dikursi nya.
"Rina ingat kataku barusan, jangan hiraukan mereka anggap saja keduanya figuran" aku hanya memberi lirikan pada Ucapan Dimas yang melewati kursi ku, dan itu juga membuat ku menangkap pergerakan Rina yang memasukan lem yang nyaris keluar dari kolong mejanya.
Seterusnya aku hanya bermain dengan dunia ku, menggambar pohon kelapa juga perempuan kecil dipinggir pantai.
££££££
Jam pulang sekolah pun tiba, aku menoleh pada Daniza yang mulai membereskan barangnya. Dia terlihat lesu, matanya merah, apa dia menangis? Begitu saja dia sudah seperti itu, bagaimana jika aku berbuat lebih tadi? Sedari tadi Daniza hanya diam dikursinya, belajar dengan baik dan mengobrol bersama teman-teman nya, tapi tetap saja dia terlihat melamun beberapa kali, sambil menarik rambutnya yang diikat ekor kuda ke sebelah leher yang ku beri tanda untuk menutupi jejak.
Sementara aku terkadang mengawasi nya dari kelas atau dibalik jendela kaca saat aku keluar kelas, menikmati udara yang berhembus.
"Maaf, aku hampir mencelakaimu " aku menatap Rina yang menabrakku saat aku baru bangkit dari kursi ku, lalu aku membiarkan nya untuk lewat lebih dulu.
"Han, aku akan berusaha agar Rina memafkan kalian berdua " Dimas dibelakang mengusap punggungku seakan menenangkan
"Lakukan sesuka " aku melanjutkan langkah hendak keluar kelas, namun urung kala mendengar kehebohan dari kursi Daniza.
"Ada apa?" Aku mendekati mereka yang berwajah panik
"Kursinya Daniza dikasih lem, dia ngga bisa berdiri kalo ngga mau rok nya sobek" Daniza mencoba menarik rok nya dengan perlahan dan bunyi kain robek langsung terdengar
"Jangan dipaksa Daniza, aku akan cari solusi nya" aku melihat sekitar, kelas perlahan sepi meninggalkan kami dan Gato yang mulai mendekat serta Dimas yang berdiri didekat pintu tapi panggilan dari Rina membuatnya terperanjat dan segera keluar menyusul Rina yang menatap kami dari balik jendela kaca.
Melihat Rina yang rahangnya mengeras, membuatku teringat dengan lem dikolong mejanya. Mungkinkah dia pelakunya?
" Gimana ini Han?"
"Aku keluar sebentar, pinjam rok atau apapun pada Paman Kantin. "
Ketika kembali aku membawa celana pendek Paman kantin hanya itu yang bisa ku dapatkan dari pria baya yang memutuskan tidak menikah itu.
"Lepaskan saja rok nya Daniza, dan pakailah ini" Winda menerimanya dan segera memberi perintah untukku dan Gato agar berbalik dan menutupi Daniza agar tidak terlihat dari balik jendela kaca oleh orang-orang yang berlalu lalang.
Aku menghela napas, bolehkah aku mengintip? Ketika aku hendak melakukan perintah nafsu ku, Gato menginjak kaki ku. Membuatku tersadar dan merasa awas pada Gato, aku memberinya isyarat dengan menunjuk matanya dan kedepan sana, saat dia masih melotot padaku. Jangan mengintip! begitu artinya, Gato mendengus.
"Malah aku yang diperingati, ngga sadar diri" ucapannya lirih diantara berisik nya para perempuan dibelakang sana.
"Sudah selesai, kalian boleh berbalik sekarang!" Dan ketika aku melakukannya, aku dapati Daniza dengan celana pendek yang seharusnya selutut jadi sebetis saat Daniza yang memakainya.
"Kalian bisa pulang duluan, aku yang urus selanjutnya" ujarku menatap rok yang masih melekat dikursi.
" Makasih Han, Gato "aku mengangguk untuk jawaban dari Winda dan Aca, sedangkan tatapan ku bertemu dengan Daniza.
Setelah melihat mereka menghilang dari balik jendela kaca, aku lalu beralih pada rok di kursi ini.
"Aku menduga Rina yang melakukannya, bagaimana denganmu?"
"Itu butuh bukti, tolong tanyakan baik-baik dan selesai dengan baik Han."Aku menghela napas, mencoba meredakan amarah ku.
"Baiklah, tapi bereskan ini!"
"Akan aku lakukan " aku lantas mengawasi, bagaimana Gato membereskan kekacauan ini.
inimah gaya author/Curse/