Dikhianati oleh pria yang ia cintai dan sahabat yang ia percaya, Adelia kabur ke Bali membawa luka yang tak bisa disembuhkan kata-kata.
Satu malam dalam pelukan pria asing bernama Reyhan memberi ketenangan ... dan sebuah keajaiban yang tak pernah ia duga: ia mengandung anak dari pria itu.
Namun segalanya berubah ketika ia tahu Reyhan bukan sekadar lelaki asing. Ia adalah kakak kandung dari Reno, mantan kekasih yang menghancurkan hidupnya.
Saat masa lalu kembali datang bersamaan dengan janji cinta yang baru, Adelia terjebak di antara dua hati—dan satu nyawa kecil yang tumbuh dalam rahimnya.
Bisakah cinta tumbuh dari luka? Atau seharusnya ia pergi … sebelum luka lama kembali merobeknya lebih dalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meldy ta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memalukan
"Iya, Ma. Ada apa? Kalau cuma buat bikin aku kesal, jangan hubungi aku," ucap Reyhan dari balik telepon saat sedang duduk santai dengan Adelia.
"Ok. Aku bakal datang, tapi Adelia nggak bisa ikut, Ma."
"Mama telepon?" tanya Adelia.
Reyhan hanya mengangguk pelan, sebelum mengakhiri panggilan itu.
"Mamamu bilang apalagi, Rey?"
"Katanya nanti malam ada pesta. Para kolega luar negeri mengundang keluargaku secara resmi ke sana, dan Mama juga ingin kamu ikut."
"Aku diundang? Kalau begitu aku mau ikut, Rey."
Reyhan terdiam dengan raut tidak percaya saat Adelia bertanya. "Kamu yakin, Del? Aku sih nggak masalah kalau memang kamu mau ikut. Tentu saja aku senang. Tapi mungkin—"
"Aku mau ikut, Rey."
"Beneran nggak apa-apa? Kalau iya aku pesankan gaun untukmu dulu."
"Eh nggak perlu, Rey. Di lemari masih ada pakaian lamaku. Walaupun nggak semahal gaun-gaun lain."
"Udah, Del. Kamu tenang aja. Kalau ikut, kamu pakai gaun yang aku belikan, ok!"
Menjawab dengan anggukan kecil. Adelia tersenyum lebar sambil memeluk Reyhan dengan erat.
'Kenapa Ny. Jonathan ingin mengundangku ke acara penting seperti itu? Apa mungkin ... dia mulai menerimaku sebagai menantu?' pikir Adelia dalam benaknya.
---
Gemerlap lampu kristal di ballroom keluarga Jonathan memantulkan cahaya yang menyilaukan. Suara musik lembut mengiringi setiap langkah tamu yang hadir. Semua orang tampak anggun dengan setelan dan gaun mewah, seperti pesta para bangsawan.
Adelia berjalan perlahan di samping Reyhan. Gaun malam berwarna emerald dengan detail manik-manik halus membalut tubuhnya sempurna.
Gaun itu memang mahal—Reyhan sendiri yang memilih dan memintanya untuk memakainya malam ini. Namun tetap saja, ada tatapan yang menusuk setiap kali Adelia melangkah.
"Tenang saja. Malam ini kamu hanya perlu di sampingku," bisik Reyhan lembut saat mereka berjalan melewati beberapa tamu.
"Kamu sudah terlihat sangat cantik," lanjutnya.
Adelia tersenyum tipis, meski dalam hatinya ada rasa tak nyaman. Ia bisa merasakan bisikan-bisikan tajam yang mulai terdengar begitu mereka melewati kerumunan.
"Itu Adelia? Dia yang katanya istri Reyhan?"
"Pantas? Hmm, gaun mahal pun nggak bisa menyembunyikan aslinya."
"Kenapa Reyhan sampai menikahi wanita seperti itu? Emma jauh lebih pantas."
"Lihat cara dia berjalan. Sangat ... lugu, bukan seperti kalangan kita."
"Wajahnya lumayan, tapi tetap nggak selevel dengan Reyhan."
"Gaunnya bagus, tapi ... auranya nggak cocok. Mau semahal apapun, kalau yang pakai bukan orang kelas atas tetap aja kelihatan aneh."
"Kasihan Reyhan. Harusnya dia berdiri di samping Emma malam ini."
Adelia tersenyum kaku sambil menundukkan wajah. Ia mencoba menepis semua kata-kata itu dari telinganya. Tetapi, setiap ejekan terasa seperti pisau yang menusuk hatinya.
Di meja VIP, Reyhan sedang berbincang serius dengan para kolega penting keluarga Jonathan. Ia belum memperhatikan istrinya yang berdiri seorang diri di sudut ruangan.
"Adelia, kan?" Sebuah suara mengejutkannya. Seorang wanita muda dengan rambut pirang keemasan mendekat dengan senyum mengejek.
"Kamu manis … tapi maaf, apa nggak capek mencoba meniru gaya Emma?"
Tawa kecil terdengar di sekitarnya. Adelia hanya menunduk, bibirnya bergetar menahan kata-kata.
'Kamu harus kuat, Del. Jangan menangis di depan mereka,' batinnya.
"Akhirnya kita bisa bicara langsung," ujar seorang wanita muda kedua dengan nada sinis.
"Kamu hebat sekali, ya. Dari gadis biasa sekarang bisa jadi nyonya besar Reyhan Jonathan."
"Luar biasa memang," sahut yang lain sambil tertawa kecil. "Kalau aku sih nggak sanggup. Malu. Mana ada nyali berdiri di tengah keluarga elit kayak gini, iya nggak?"
"Eh, jangan gitu. Siapa tahu Adelia memang punya trik luar biasa sampai Reyhan bisa jatuh ke pelukannya. Bisa jadi karena—"
Wanita itu berhenti bicara, lalu tersenyum miring.
"Ah, sudahlah. Nggak enak kalau diomongin di depan orangnya."
Adelia meremas ujung gaunnya. Suara mereka terdengar jelas di telinganya, tapi ia menahan diri. Kalau saja Reyhan tidak sedang berbincang serius, mungkin ia sudah menarik tangan suaminya untuk pergi.
"Gaunmu cantik, Delia," sindir seorang wanita yang lebih tua, berdiri di samping Ny. Jonathan.
"Sayangnya gaun semahal itu nggak akan membuatmu terlihat seperti bagian dari keluarga ini." Tawa kecil meletup di antara mereka.
Seketika udara di sekeliling terasa sesak. Mata Adelia mulai panas, namun ia memaksa bibirnya tersenyum. "Terima kasih atas perhatiannya," jawabnya pelan, meski suaranya sedikit bergetar.
"Oh ya, aku dengar-dengar … Reyhan itu sebelumnya hampir menikah dengan Emma, kan?" celetuk seorang wanita lain dengan nada polos pura-pura.
"Kalau saja itu terjadi, mungkin malam ini akan terasa lebih pas. Kalian setuju?"
"Setuju banget!" sahut yang lain cepat.
"Emma punya segalanya—kelas, pendidikan, keluarga yang setara. Kalau dia yang berdiri di sini, kita semua nggak perlu canggung."
"Delia, jangan tersinggung. Itu kenyatannya, bukan?"
"Maaf. Tapi, aku istrinya Reyhan. Terima kasih pujiannya."
"Wah ... mulutmu itu. Menantumu cukup pintar membalas pujian kita, Jeng," sahut salah satu teman arisan Ny. Jonathan.
"Wajar saja. Dia jalang murahan, bahkan hamil di luar nikah agar bisa menggoda putra sulungku," Ny. Jonathan membalas sadis. Diikuti tawa oleh teman-temannya.
Emma berjalan sangat dekat, lalu berbisik. "Kamu lihat sekarang, Delia. Semua orang menatapmu rendah seperti sampah."
"Sampah seperti ini sekarang menjadi seorang istri. Bukan seperti kamu, pelakor."
"Apa katamu? Pelakor? Wah ... aku semakin tertarik untuk merebut posisi istri utama dibandingkan denganmu, istri sampah." Ia terkekeh pelan sebelum meninggalkan Adelia sendiri.
Tiba-tiba, sebuah tangan sengaja menyenggol bahunya dengan keras. "Ups! Maaf, nggak sengaja. Kamu nggak apa-apa, kan?" kata wanita itu, pura-pura polos. Namun, tubuh Adelia kehilangan keseimbangan.
Byur!
Adelia tercebur ke dalam kolam yang berada di tengah ballroom. Gaun mahal yang membungkus tubuhnya seketika menjadi berat, air dingin menyelimuti kulitnya. Ia menggapai-gapai panik—Adelia tak bisa berenang.
"Astaga! Dia jatuh ke kolam!" seru salah seorang tamu.
Namun, alih-alih membantu, banyak tamu yang malah menutup mulutnya sambil tertawa kecil.
"Kasihan sekali. Lihat, bahkan berdiri di dekat kolam saja dia nggak bisa menjaga diri."
"Memalukan. Pantas Reyhan jarang menggandengnya di depan umum."
"Mungkin pelayan lebih cocok jadi suaminya. Lihat, Reno yang menyelamatkan, bukan Reyhan."
Reno, yang berdiri tak jauh dari sana, langsung nyebur ke kolam tanpa pikir panjang. Ia menarik tubuh Adelia ke tepi, memeluknya erat sambil berkata cemas,
"Delia! Lihat aku … kamu nggak apa-apa? Tenang, aku di sini."
Ny. Jonathan marah besar. Rasanya ia ingin menyeret putra keduanya itu menjauh dari sana.
Adelia terbatuk hebat, tubuhnya menggigil kedinginan. Air mata bercampur dengan air kolam. Ia ingin berbicara, tetapi suaranya tercekat.
"Del, kamu baik-baik saja?" tanya Reno dalam kecemasan. Ia berniat menutupi tubuh Adelia dengan jasnya.
ak mampir ya ..