Cinta adalah satu kata yang tidak pernah ada dalam hidup Ruby. Hati dan kehidupannya hanya ada rasa sakit, derita, amarah, kebencian dan dendam yang membara.
Sedangkan Kevin adalah satu nama yang tidak pernah masuk dalam daftar hidupnya.
Sayangnya kehadiran Kevin yang tanpa sengaja mampu menghidupkan rasa cinta dalam hati Ruby. Sekeras apapun Ruby menolak cinta itu, tapi hatinya berkata lain yang membuatnya semakin marah.
Cinta yang seharusnya indah namun membuat hidup Ruby semakin tersiksa. Ruby merasa telah mengkhianati Ibu dan prinsipnya untuk tidak akan jatuh cinta.
Akankah Ruby mengakui dan menerima cinta itu? Atau pergi dan menghilang membawa cinta yang semakin menyiksa hidupnnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26
Akhir-akhir ini Ruby sering menghabiskan waktu bersama Alika, perbedaan fakultas dan jadwal kelas yang tak sama, tidak menghalangi kebersamaan mereka. Apalagi belakangan ini Kevin terkesan menghindari Alika dengan alasan pekerjaan.
Kali ini tujuan Alika dan Ruby adalah bioskop, Alika cukup senang melihat Ruby tidak se-kaku dan dingin seperti saat SMA. Meskipun Ruby masih irit bicara, namun tidak masalah bagi Alika yang banyak bicara dan heboh, yang penting Ruby selalu merespon cerita random dari mulutnya.
"Ternyata menjadi seorang ibu itu, tidak harus mengandung dan melahirkan anaknya sendiri. Semua wanita bisa menjadi ibu, jika dia punya cinta yang tulus dalam membesarkan anaknya, sekalipun anak itu bukan berasal dari rahimnya." celoteh Alika setelah selesai menonton film yang menguras emosi dan air matanya.
Sebuah film yang menceritakan dua orang ibu yang sama-sama memiliki cinta luar biasa untuk anaknya, meskipun yang satunya bukan ibu kandung, namun cintanya sama besarnya seperti ibu kandung anak tersebut, tak ayal membuat sebagian besar dari penonton dalam teater menangis, karena akting para pemain yang mendalami perannya.
Ruby yang mendengar celotehan Alika hanya diam, karena baginya, seorang ibu adalah ibu kandung. Tidak perduli seberapa baik ibu sambung dan ibu-ibu lainya di dunia ini, tetap tidak bisa menggantikan posisi ibu kandung dalam hatinya.
"By, kok diam aja." Alika menyikut Ruby yang berjalan disampingnya.
Ruby mengangkat bahunya. "Itukan hanya film," sahutnya datar, tidak ada emosi yang terlihat.
Alika merasa sedikit geram. "Itu bukan cuma film, karena di angkat dari kisah nyata."
"Hemm," gumam Ruby sebagai jawaban, membuat Alika berdecak kesal, karena merasa Ruby tidak memahami betapa emosional film itu.
"Hidupku bahkan lebih menyedihkan dari pada film itu." bisik Ruby dalam hati.
Mungkin karena banyaknya kepahitan dan kemalangan yang terjadi dalam hidupnya, membuat Ruby berpikir jika film itu hanya terasa seperti hiburan belaka. Ia merasa bahwa masalah dan kisah orang lain tidak seberat dan se-menyakitkan masalahnya sendiri. Oleh karena itu ia terkesan tidak perduli dan tidak memiliki rasa empati.
Alika yang cukup paham sikap dan karakter Ruby, merasa sedikit menyesal membahas tentang film itu. Karena sudah pasti beginilah respon dari gadis cantik yang sedang berjalan dengan tatapan lurus kedepan, keramaian dalam mall bukan hal yang menarik dimatanya.
Karena jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, membuat dua gadis itu memutuskan untuk makan malam sebelum pulang. Ruby yang selalu makan sendirian, tidak menolak saat Alika mengajaknya masuk kesebuah restoran Jepang.
"Liburan nanti, lo kemana?" tanya Alika sambil menunggu makanan yang dipesannya.
"Gak kemana-mana," sahut Ruby, lagi-lagi dengan nada yang datar. Namun bukan Alika jika tidak kembali bicara.
"Aku sama Kevin rencananya mau liburan bareng, lo ikut aja." kata Alika, tangannya mulai memainkan sumpit yang ada dimeja.
Ruby melirik sinis. "Liatin lo bucin sama tuh cowok." ujarnya.
Percakapan mereka terhenti ketika seorang waiters membawa pesanan mereka. Keduanya langsung menikmati hidangan khas negeri matahari terbit itu, selain rasanya yang enak, perut keduanya memang sudah lapar.
Sedangkan di sisi lain, seorang pria tengah duduk di sofa, dengan tatapan tajam dari orang yang duduk di sofa yang ada di depannya.
Takk...,
Davina melemparkan sebuah benda persegi panjang keatas meja. Benda itu masih utuh, namun mampu membuatnya meradang.
"Jelaskan!" tegas Devina menatap tajam pada putranya.
Kevin melihat dengan seksama benda itu, lalu menatap heran pada sang ibu. "Mama kenapa geledah kamar Kevin?" ujar Kevin dengan nada tidak senang, merasa privasinya telah diusik.
"Mama cuma mau beresin kamar kamu, tapi malah menemukan itu." kata Devina, ia memang tidak berniat menggeledah kamar putranya, hanya berniat membersihkan kamar yang sudah lama tidak ditempati oleh pemiliknya. Namun ia malah menemukan benda yang tidak pernah ia pakai, namun ia cukup paham fungsi benda itu.
"Kevin, mama gak mau kalau kamu sampai menghamili anak orang!" kata Devina marah.
Kevin mendesah pelan, salahnya juga kenapa menyimpan pil kontrasepsi itu di kamarnya. "Itu bukan punya Kevin, Mah." katanya bohong.
"Mama juga tahu kalau itu bukan punya kamu, itu pasti punya pacar kamu kan?" Davina yang biasanya telmi, kini terlihat cerdas.
Kevin memejamkan matanya, apa yang dikatakan oleh mamanya memang benar, namun ia harus mencari alasan untuk mengelak. Sudah satu tahun berlalu sejak ia membeli pil kontrasepsi itu, ternyata pil itu masih tersimpan rapih dalam laci kamarnya. Karena setelah perdebatan nya dengan Ruby saat itu, Kevin memilih pulang kerumah.
Kevin menatap lembut mamanya. "Mah, itu bukan punya Kevin atau pacar Kevin." kata Kevin pelan, berharap Devina akan percaya.
Devina tersenyum tipis mendengar pembelaan putranya. "Mama ini memang bodoh, bukan wanita cerdas seperti perempuan diluar sana! Tapi mama cukup paham tentang pil ini." tentu saja Devina tidak akan percaya begitu saja.
"Kevin jujur, Mah." sahut Kevin tidak bohong.
Davina masih menatap kesal pada putranya, lalu mengambilkan kembali pil kontrasepsi itu. "Masalah ini belum selesai! Silahkan kamu cari seribu alasan, tapi mama tetap yakin dengan pemikiran mama!" ucap Devina lalu pergi meninggalkan Kevin.
Kevin membuang napas kasar. "Ceroboh banget sih!" gerutunya pada diri sendiri. Pria 21 tahun itu menyandarkan tubuhnya di sofa, beberapa hari ini ia cukup lelah karena harus benar-benar bekerja di kantor setelah kuliah, menggantikan Andrian yang sedang pergi melakukan perjalanan bisnis ke Eropa.
Ingatan Kevin kembali pada kebersamaan ya dengan Ruby. Wanita itu begitu dingin dan tidak tersentuh saat diluar, namun Ruby menjelma menjadi wanita yang manis dan manja saat mereka bersama, apalagi saat ia mulai menyentuhnya, Ruby akan semakin hangat, bahkan sangat panas.
Kevin menggelengkan kepalanya saat mengingat mencapai puncak bersama Ruby, jika diingat-ingat, sudah satu tahun pula ia tidak pernah menyentuh wanita. Saat hasratnya mulai timbul, Kevin akan berduet dengan kelima jari dan sabun. Bukankah sangat memalukan? Namun jika tidak dituntaskan, juga bukan pilihan yang tepat, sebab ia akan uring-uringan sepanjang hari.
"Kau tahu kan, kalau aku tidak punya lawan? Selalu saja merepotkan." gumam Kevin beranjak menuju kamarnya, karena adiknya bangun disaat yang tidak tepat.
Kevin langsung masuk ke kamar mandi dan memulai ritualnya, setelah hampir sepuluh menit, ia menyudahinya. "Maafkan Daddy," ucap Kevin menatap nanar cairan kental yang berisi bibitnya. Kemudian ia mulai mengguyur tubuhnya di bawah shower, Kevin memejamkan matanya, menikmati tetesan air hangat yang membasahi tubuh kekarnya, dengan sesekali menyugarkan rambut basahnya.
Bayang-bayang Ruby selalu mendominasi, hati dan pikirannya di penuhi dengan Ruby. Namun untuk kembali memulai hubungan dengan Ruby, ia masih enggan melakukannya. Apalagi melihat sikap Ruby yang seolah baik-baik saja tanpanya.
*
*
*
*
*
TBC
Happy reading 🤗🤗
Oh iya, author lagi males ngetik kata-kata panjang lebar. Pokoknya salah hangat, sehat selalu, murah rezeki, dan punya banyak uang 💰💰💰
Kalau ada waktu luang, tolong tinggalkan sajen untuk author, bantu author gajian 😫😫😫
Sarangeeee sekebon jagung tetangga 🫰🏻🫰🏻 🫰🏻