Berniat memberi kejutan kepada sang kekasih, Zifana justru yang terkejut karena ia memergoki sang kekasih sedang bercinta dengan sahabatnya sendiri. Rasa sakit itu kian dalam ketika Zifana mengetahui kalau sahabatnya sedang dalam keadaan hamil.
Zifana pun pergi dan membawa rasa sakit itu. Ia berjanji akan membuat kedua orang itu membayar mahal atas pengkhianatan yang sudah mereka lakukan.
Bisakah Zifana membalas pengkhianatan itu dan menemukan kebahagiaannya?
Simak kisahnya di sini dan jangan lupa selalu beri dukungan untuk Othor Kalem Fenomenal, Guys 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zifana-24
Jam baru menunjuk pukul sepuluh pagi, tetapi Zifana terus saja merasa gelisah. Ia terus saja kepikiran Arini. ASaat jam makan siang nanti, Zifana akan bertemu dengan Arini padahal wanita itu sudah menolak. Ia tidak ingin bertemu dengan wanita yang berstatus sebagai tunangan Jason. Namun, sekali lagi hal yang perlu ditegaskan bahwa keputusan Jason tidak bisa diganggu gugat. Zifana harus menuruti apa pun perintah atasannya tersebut.
"Tuan ...." Zifana terlihat ragu. Bahkan, menggantungkan ucapannya.
Jason yang kala itu sedang membaca berkas pun langsung mengalihkan pandangan ke arah wanita yang duduk tidak jauh darinya. Cukup lama menunggu, tetapi Zifana hanya diam tanpa membuka suara sama sekali. Hingga membuat Jason mulai merasa jengah karenanya.
"Kenapa?" tanya Jason yang mulai tidak sabar.
"Nanti saat makan siang ...."
"Aku tidak menerima penolakan. Bukankah aku sudah bilang beberapa kali padamu kalau kau tetap harus bertemu dengan Arini." Suara Jason terdengar ketus. "Atau kau mau kukontrak seumur hidup berkerja di sini."
"Kalau begitu, kenapa tidak kau jadikan aku istrimu saja. Sama-sama seumur hidup," celetuk Zifana sebal. Tanpa disadari ucapannya itu mampu membuat Jason menyeringai lebar.
"Wah, ide bagus itu. Bagaimana kalau aku melamarmu dan kujadikan kau pendamping hidupku seumur hidup," balas Jason. Bibirnya tersenyum simpul.
"Kau gila! Kau sungguh bermulut buaya. Kalau Arini sampai tahu kau suka menggombal seperti itu kepada wanita lain. Aku yakin dia pasti marah dan cemburu," timpal Zifana. Tidak habis pikir dengan bosnya yang ... seperti itulah.
"Sayangnya Arini bukan tipe orang yang pemarah dan pecemburu seperti kamu. Jika kau tidak mau jadi istriku maka diamlah dan jangan sekalipun membantah perintahku." Jason kembali fokus membaca berkas. Meskipun ekor matanya sesekali melirik Zifana yang sedang mengerucutkan bibir.
Benar-benar seperti anak kecil dan itu sangat menggemaskan.
****
Jantung Zifana berdegup kencang saat ia sudah berada di mobil dan sekarang ini mereka sedang dalam perjalanan untuk bertemu dengan Arini. Wanita itu sungguh tidak mengerti dengan dirinya. Hanya akan bertemu dengan tunangan sang bos saja, ia harus merasa gelisah seperti itu.
Ketika mobil berhenti, Zifana terpaku saat membaca tulisan pemakaman di depan sana. Ia bahkan sampai menoleh ke arah Jason untuk mengetahui apa maksud lelaki itu mengajaknya ke pemakaman.
"I-Ini maksudnya apa?" tanya Zifana. "Kenapa kita berhenti di pemakaman. Kau mau menjenguk siapa?"
"Bukankah sudah kubilang kita akan bertemu dengan Arini. Sepertinya kau belum pikun karena usiamu masih muda," timpal Jason. Keluar dari mobilnya. Namun, Zifana justru tetap duduk di kursinya tanpa beranjak sedikit pun. Gadis itu masih berusaha mencerna semuanya.
Jason pun berjalan memutar dan membuka pintu mobil untuk gadis tersebut. "Silakan turun, Tuan Putri."
Zifana berdecak. Lalu keluar dari mobil tersebut dan mengikuti langkah Jason yang sudah mulai masuk ke area pemakaman. Selama berjalan, Zifana terus saja merasa tidak tenang. Pikirannya berkecamuk hebat sampai akhirnya Jason menghentikan langkahnya, Zifana pun mengikutinya.
"Kenalkan, ini Arini. Tunanganku." Jason berhenti di samping sebuah makam yang sangat terawat, sedangkan Zifana bergeming di samping lelaki itu.
Ia memusatkan pandangan ke arah sebuah makam tersebut dan membaca nama Arini di sana.
"Ja-jadi, Arini sudah meninggal?" tanya Zifana gugup. Jason mengangguk cepat sambil tersenyum getir. Zifana tidak menyangka jika wanita yang dipanggil sebagai tunangan sang bos ternyata sudah pergi untuk selamanya. Gadis itu pun menjadi tidak enak hati sendiri. "Ma-maaf."
"Kau tidak perlu minta maaf. Lagi pula, aku sudah ikhlas dengan kepergian Arini. Aku memang sangat sayang padanya dan sakit saat kehilangannya, tetapi sekarang aku sudah benar-benar mengikhlaskannya. Aku tidak mau jika terus menangisi akan membuatnya merasa berat di sana." Jason menghirup napas dalam.
Lelaki itu memang terlihat biasa saja, tetapi Zifana bisa menangkap ada luka yang tersirat dalam setiap ucapannya. Bohong jika Jason tidak sakit hati. Bukankah ditinggal pergi selamanya merupakan patah hati paling menyakitkan.
"Zi, mumpung masih di sini. Kalau kau mau mengadu kepada Arini maka adukan saja. Katakan kalau aku ini playboy atau kau mau mengatakan kalau aku akan melamarmu. Aku yakin Arini tidak akan pernah marah," ujar Jason disertai kekehan. Apalagi saat ia melihat wajah Zifana yang penuh dengan kekesalan, membuatnya ingin sekali mencubit pipi dan hidung wanita itu.
Zifana yang merasa bingung pun hanya memperkenalkan diri saja. Setelahnya, ia mengajak kembali ke mobil. Namun, Jason justru menyuruh wanita itu agar berjalan terlebih dahulu. Zifana tidak menolak. Ia pun berjalan meninggalkan Jason yang masih berdiri di samping makam.
Akan tetapi, ketika sudah berjarak cukup jauh. Zifana berbalik dan tertegun saat melihat Jason sedang memejamkan mata dan mencium batu nisan tersebut dengan sangat lama.
Dari sinilah, Zifana bisa melihat kalau Jason sangat mencintai wanita yang raganya sudah tertimbun di dalam tanah. Entah mengapa, Zifana mendadak merasa iba. Ada rasa tidak tega yang menyusup masuk ke hatinya. Namun, sebisa mungkin ia langsung menepisnya perasaan tersebut.
Ketika melihat Jason yang sudah bangkit berdiri, Zifana pun mempercepat langkahnya dan langsung masuk ke mobil. Ia tidak ingin jika Jason sampai tahu kalau dirinya melihatnya tadi.
"Maaf, menunggu lama," kata Jason saat ia baru saja masuk ke mobil. Zifana tidak menjawab apa pun. Hanya tersenyum simpul sebagai balasannya. "Sekarang kita mau makan siang di mana? Masih ada waktu setengah jam dan kau belum makan apa pun."
"Terserah." Zifana menjawab singkat karena memang ia tidak tahu ingin makan apa dan di mana. Perutnya belum terasa lapar.
"Bagian paling menyebalkan dari seorang wanita itu ya seperti ini. Kalau ditanya jawabnya terserah. Ntar kalau dibawa ke mana gitu, ngegrundel dan bilang enggak cocok. Ingat ya, wanita itu memang selalu benar dan tidak semua cowok itu bisa peka," gerutu Jason.
Zifana mendengkus kasar karenanya. "Dasar cerewet. Pokoknya terserah dan aku tidak akan protes."
"Kau yakin?" Jason tersenyum licik dan Zifana mengangguk cepat tanpa menaruh rasa curiga. "Baiklah, bagaimana kalau kita makan cumi bakar?"
"Terserah!"
"Bagaimana kalau kita makan udang saus tiram?"
"Terserah!"
"Bagaimana kalau kita makan ayam goreng?"
"Terserah!"
"Bagaimana kalau kita menikah?"
"Terserah, terserah, terserah! Bukankah sudah kubilang terserah dan aku tidak akan pernah protes!" Zifana menjawab tanpa sadar.
"Baiklah. Kalau begitu sebentar lagi aku akan melamarmu dan kita menikah." Jason tersenyum licik. Berbeda dengan Zifana yang wajahnya mulai terlihat memucat karena mengingat pertanyaan Jason yang tidak disadarinya tadi.
"Eh! Maksudku ...."
"Maksudnya kau tidak akan menolakku bukan? Persiapkan dirimu karena setelah ini aku akan menemui orang tuamu." Jason langsung melajukan mobilnya tidak peduli pada Zifana yang sudah ngedumel sejak tadi.
ni redha kne cium...pastu mula la drama mcm ko terlebih suci lh...