NovelToon NovelToon
Melting The Pilots Heart

Melting The Pilots Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:9.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

“Bagaimana jika cinta bukan dimulai dari perasaan, melainkan dari janji terakhir seorang yang sekarat?”

Risa tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah dengan kekasih sahabatnya sendiri—terlebih, di kamar rumah sakit, dalam suasana perpisahan yang sunyi dan menyakitkan. Tapi demi Kirana, satu-satunya sosok yang ia anggap kakak sekaligus rumah, Risa menerima takdir yang tak pernah ia rencanakan.

Aditya, pilot yang selalu teguh dan rasional, juga tak bisa menolak permintaan terakhir perempuan yang pernah ia cintai. Maka pernikahan itu terjadi, dibungkus air mata dan janji yang menggantung di antara duka dan masa depan yang tak pasti.

Kini, setelah Kirana pergi, Risa dan Aditya tinggal dalam satu atap. Namun, bukan cinta yang menghangatkan mereka—melainkan luka dan keraguan. Risa berusaha membuka hati, sementara Aditya justru membeku di balik bayang-bayang masa lalunya.

Mampukah dua hati yang dipaksa bersatu karena janji, menemukan makna cinta yang sebenarnya? Atau justr

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Bandara pagi itu mulai ramai oleh suara pengumuman dan langkah-langkah terburu-buru penumpang yang berlalu-lalang.

Tapi di satu sudut dekat area keberangkatan, suasana terasa berbeda.

Ada sepasang suami istri yang berdiri saling menatap dengan tenang, menyimpan rindu yang belum sempat tumbuh tapi sudah terasa berat.

Aditya berdiri tegak dengan seragam pilot barunya. Wajahnya bersinar, bukan karena lampu bandara, tapi karena semangat baru dan cinta yang tak pernah surut dari wanita di hadapannya.

“Jangan capek-capek, ya. Ingat ada si kecil sekarang,” kata Aditya sambil membelai perut Risa yang mulai membulat sedikit.

“Iya, Mas. Aku janji bakal makan tepat waktu dan tidur cukup. Kamu juga hati-hati di atas sana…”

Aditya menganggukkan kepalanya dan ia tahu tugasnya di langit bukan hanya soal terbang, tapi juga menjaga dirinya tetap kembali ke rumah.

Kini, ada dua nyawa yang menantinya yaitu Risa dan calon anak mereka.

“Kalau mualnya makin parah, langsung ke dokter, ya.”

“Siap, Kapten.”

Mereka tertawa kecil dan andaan sederhana itu menjadi penenang bagi keduanya.

Aditya mendekat ke arah wajah istrinya dan. mengecup kening Risa dengan lembut, lama seolah ingin menitipkan separuh jiwanya di sana.

“Sampai jumpa beberapa hari lagi,” bisiknya.

Risa menahan air matanya agar tak tumpah.

Bukan karena sedih, tapi karena rasa cinta yang dalam dan penuh hormat untuk suaminya, lelaki yang telah melalui badai, yang kini kembali mengepakkan sayapnya.

“Jangan lupa kabari aku saat mendarat, Mas.”

“Selalu.”

Aditya melangkah menuju jalur keberangkatan, sesekali menoleh ke belakang.

Di sana, Risa masih berdiri membelai perutnya dan tersenyum.

Di dalam perutnya, si kecil mungkin belum bisa mengerti dunia.

Setelah mengantar Aditya ke bandara, Risa memutuskan untuk mampir sebentar ke supermarket terdekat.

Ia membeli beberapa bahan makanan untuk makan malam dan camilan kesukaannya yang mulai sering ia idamkan.

Perutnya sudah mulai terasa ringan dari mual, dan hari itu cuaca cukup bersahabat.

Saat hendak pulang, langkah Risa terhenti oleh suara serak seorang wanita tua di tepi jalan dekat halte.

“Nak, bisa tolong nenek? Nenek tinggal di gang sana, tapi lutut nenek sakit. Hanya beberapa meter kok.”

Risa menoleh ke arah wanita itu yang tampak lemah, berkerudung lusuh, dan membawa tas belanja kecil.

Risa yang tak pernah tega melihat orang dalam kesulitan, segera mengangguk.

“Baik, Nek. Saya bantu ya.”

Dengan satu tangan membawa kantong belanjaannya dan satu lagi membantu menopang si wanita tua.

Risa mengikuti arahnya masuk ke dalam sebuah gang sempit.

Jalanan makin sepi, dan lorong itu tampak seperti bukan jalan biasa yang dilalui warga. Tapi sebelum sempat berpikir lebih jauh.

Srettt!

Tangan besar menutup mulutnya dari belakang. Bau alkohol dan keringat menyengat.

Risa ingin menjerit, tapi suara tercekat di tenggorokan.

“Mmmph!”

Belanjaan jatuh berserakan dan tubuhnya meronta tapi cengkeraman itu kuat, terlalu kuat untuk seorang perempuan hamil.

Dalam hitungan detik tubuhnya jatuh limbung dan tak sadarkan diri.

Wanita tua itu berdiri diam dan lalu melangkah pergi perlahan, tanpa ekspresi.

***

Lampu-lampu jalan menyala redup, menyelimuti lingkungan perumahan dengan cahaya kekuningan yang suram.

Stefanus, mengenakan jaket kulit dan celana jeans gelap, berhenti di depan rumah Risa.

Tangannya membawa sekantong buah dan makanan ringan.

Niat awalnya hanya untuk mampir sebentar untuk menanyakan kabar, dan sekadar bercanda singkat seperti biasanya.

Namun, langkahnya terhenti saat melihat rumah dalam kondisi gelap gulita.

Tak ada cahaya dari jendela dan tak ada suara televisi atau alunan musik lembut seperti biasanya.

Stefanus mengetuk pintu pelan.

"Risa?"

Ia mengetuk sekali lagi, kali ini lebih keras.

"Risa, ini aku... Stefanus. Kamu di dalam?"

Tatapannya menelusuri halaman depan dan tak ada tanda-tanda pintu rusak atau jejak yang mencurigakan, tapi firasat buruk menggelayuti dadanya.

Stefanus menekan bel berkali-kali, lalu berjalan mengelilingi rumah.

Ia segera merogoh ponsel, menelepon nomor Risa. Nada sambung. Tetapi ponsel Risa tidak aktif.

“Risa, kamu dimana?" gumam Stefanus.

Detektif dalam dirinya mulai mengambil alih dan Stefanus kembali ke mobil, menyalakan mesin menuju lokasi terakhir yang pernah disebut Risa saat pulang mengantarkan suaminya.

Stefanus tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke supermarket dan ia melihat mobil Risa yang terpakir rapi seperti baru saja ditinggal beberapa saat lalu.

Di dalam kabin, terlihat kantong belanja yang sebagian sudah berjatuhan ke jok belakang dan pintu dalam keadaan terkunci.

Stefanus melangkah cepat menuju bagian dalam supermarket dan bertanya ke petugas kasir.

“Permisi, apakah tadi melihat perempuan bernama Risa? Tingginya sedang, mengenakan kemeja putih, mungkin sedang hamil?”

“Ah, iya, Kak. Kalau nggak salah, tadi sore beliau mampir, beli makanan dan camilan. Saya bahkan lihat beliau membantu seorang nenek tua di luar gerbang.”

“Nenek tua?” Stefanus memicingkan mata.

“Iya. Beliau jalan kaki masuk ke arah gang belakang. Saya sempat melihat sebentar.”

Tanpa banyak bicara, Stefanus bergegas menyusuri gang di belakang supermarket, matanya memindai setiap sudut jalan sempit itu.

Bau sampah dan aspal basah menusuk. Langkahnya semakin cepat, mengikuti arah samar yang ditunjukkan kasir.

Di ujung gang, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya berdesir.

Tas belanjaan yang isinya berantakan di tanah seperti botol susu, biskuit, dan satu bungkus nasi kebuli yang pecah bungkusnya. Jatuh begitu saja.

Stefanus menahan napas. Ia menyentuh tanah, meraba dan ada bekas seretan kaki. Lalu jejak sepatu pria.

Ia merogoh ponsel, menelepon markas polisi. Suaranya tenang tapi tegas.

“Ini Stefanus. Aku butuh tim penyelidik sekarang juga. Kemungkinan besar Risa diculik. Aku minta rekaman CCTV dari sekitar supermarket. Kirim unit dan periksa semua lorong belakang. Segera.”

Langit malam semakin kelam, angin bertiup kencang, seolah ikut menyembunyikan kebenaran.

Sementara itu, di sebuah bangunan tua yang terletak jauh dari keramaian kota, Elyas putra dari Leonardo, musuh lama yang pernah dikira telah menghilang menatap tubuh Risa yang masih pingsan di sebuah ruangan minim cahaya.

“Selamat datang kembali, Risa...” bisiknya pelan, hampir seperti bisikan setan dari masa lalu.

Sebuah cahaya redup dari lampu gantung tua menggantung di langit-langit ruangan yang pengap dan pengap itu.

Udara dingin bercampur bau lembab membuat tubuh Risa menggigil, meskipun tak sepenuhnya sadar apa yang terjadi.

Perlahan, matanya terbuka dan pandangannya buram, kepala terasa berat.

Ia mencoba bergerak, namun pergelangan tangannya terasa terikat erat.

Mulutnya tertutup kain, hanya suara erangan pelan yang bisa keluar dari tenggorokannya.

"Mmmmpphhhh..."

Nafasnya memburu dan melihat sosok lelaki tinggi dengan setelan jas hitam berdiri di hadapannya, seperti bayangan dari mimpi buruk.

Pria itu menyeringai, lalu tertawa terbahak-bahak. Tawa itu dingin, kejam, dan menakutkan.

"Ahhh, akhirnya kamu bangun juga," ujarnya, melangkah pelan mendekat.

Mata Risa membelalak dan melihat wajah lelaki yang tidak asing.

Lelaki itu adalah Elyas putra Leonardo pemilik maskapai penerbangan.

Air mata mulai mengalir di pipi Risa. Bukan karena rasa sakit semata, tapi karena ketakutan yang dalam, yang membekukan semua nalar dan tenaga.

Elyas menatap Risa dari atas ke bawah, seakan mempermainkan ketidakberdayaannya.

“Kamu terlihat lemah, Risa. Jauh dari sosok pengacara cerdas dan pahlawan yang dielu-elukan media. Apa ini wajah asli dari seorang wanita yang pura-pura kuat?”

Elyas duduk dan mencengkeram erat wajah Risa yang ketakutan.

“Lucu, ya. Kamu pikir kamu sudah menang? Membuat ayahku dipermalukan, maskapai kami bangkrut, dan kamu serta suamimu hidup bahagia? Itu cerita dalam novel murahanmu. Tapi hidup nyata, Risa... selalu membayar harga.”

"Aku akan buat kamu menyesal telah menghancurkan hidupku."

Risa memejamkan mata, air matanya jatuh. Bayangan Aditya, wajah Stefanus, mama, papa, semuanya melintas di pikirannya.

Sementara itu, dua jam sejak Stefanus memulai pencarian, tim kecil dari kepolisian sudah menyisir area sekitar gang dan meninjau CCTV dari minimarket.

Di rekaman itu, tampak jelas Risa dibujuk seorang wanita tua, lalu menghilang ke gang belakang.

Satu detik penting dimana seorang pria bertubuh tinggi menyusul dari kejauhan.

“Perbesar wajahnya,” kata Stefanus pada teknisi.

Gambar tidak sepenuhnya jelas, tapi cukup untuk memicu lonceng alarm di benaknya.

Elyas Leonardo.

Stefanus langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Aditya yang masih berada di luar negri.

1
gojam Mariput
lanjut Thor, buat Elyas dpt karma yg lebih pedih dari kelakuan iblisnya.
kalea rizuky
lanjut
kalea rizuky
lanjut donkkk
kalea rizuky
keren bgt lo ini novel
kalea rizuky
belom bahagia di tinggal mati
kalea rizuky
ris jangan menyia nyiakan masa muda mu dengan orang yg lom selesai dengan masa lalunya apalagi saingan mu orang yg uda almarhum
kalea rizuky
suami dayuz
kalea rizuky
uda gugat aja ris banyak laki lain yg menerima qm lagian masih perawan ini
kalea rizuky
suka bahasanya rapi
kalea rizuky
cerai aja lah ris hidup masih panjang
gojam Mariput
jahatnya aditya
gojam Mariput
suka....
tata bahasanya bagus, enak dibaca
my name is pho: terima kasih kak
total 1 replies
gojam Mariput
awal yang sedih ...
moga happy ending
my name is pho: selamat membaca kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!