Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama
Dua hari berlalu. Saat ini jam menunjukkan pukul 05.50 WIB. Nampak Misha masih tertidur pulas dikasur empuknya.
Tak lama tubuhnya menggeliat.
"Hoamm."
Misha menguap, lalu dia merenggangkan otot-ototnya. Saat ingin membenahi posisi tidurnya mendadak dia tersadar.
Dia langsung membuka matanya. "Astaga, aku ketiduran ternyata. Jam berapa ini?"
Misha langsung mengambil ponselnya yang berada di atas meja kecil samping tempat tidurnya.
"Ya Allah. Sudah jam 6. Aduh aku kesiangan ini. Mana belum masak."
Misha gegas beranjak dari tempat tidur dan pergi ke toilet untuk mencuci muka.
Tadi, setelah shalat subuh Misha rebahan diatas kasurnya, entah kenapa dia malah ketiduran dan berakhir bangun kesiangan.
Misha keluar dari kamarnya, dia kaget di rumah tersebut ada beberapa orang mengenakan seragam seperti Arum dan Sari sedang melakukan tugas rumah. Tepatnya ada 5 orang.
Misha berjalan kearah dapur, dia tersenyum dan menundukkan kepala ketika melewati salah satu pelayan tersebut.
Mereka yang menyadari keberadaan Misha pun menatap heran.
Salah satu pelayan menghampiri temannya. "Eh, siapa dia? Cantik banget. Kok aku baru lihat dia?"
Mereka berdua menatap punggung Misha yang berjalan kearah dapur.
"Iya. Aku juga. Ya kita kan juga baru masuk."
"Apa dia pelayan baru di rumah ini? Tapi, dia tidak memakai seragam seperti kita. Kalau dipikir juga mustahil dengan perawakannya yang cantik itu. Apa dia saudaranya Tuan ya?"
"Kita bisa tanya nanti sama Arum atau Sari."
Mereka penasaran dengan Misha. Tapi, tidak mau nanti Tuannya tahu, mereka berdua langsung kembali mengerjakan tugas mereka masing-masing. Sedang yang lainnya tetap fokus dengan pekerjaan mereka.
Hari ini semua pelayan telah kembali masuk bekerja. Wajar saja kalau Misha kaget ketika melihat banyak pelayan di rumah itu.
Sedang Misha yang baru sampai di dapur langsung disindir oleh Arum.
"Wow, katanya disini juga bekerja. Tapi, jam segini kok baru bangun. Pembantu pemalas ya begini." Cibir Arum menatap Misha sengit.
Di dapur ada 3 orang termasuk Arum. Misha menatap kedua pelayan yang baru dia lihat hari ini. Mereka yang ditatap Misha hanya diam karena mereka tidak mau ikut campur apalagi mereka juga tidak tahu menahu urusan Arum dan Misha.
"Gue bangun kesiangan, terus masalah loe apa? Itu urusan gue, loe gak perlu repot-repot ngurusin gue dan gak usah banyak b4c0t." Jawab Misha. Misha dengan cuek melangkah menuju kulkas dan mengambil botol minuman disana.
Arum mengepalkan kedua tangannya. "Eh kalian berdua, kalian lihat wanita tidak tahu diri itu. Dia disini juga pembantu tapi, gayanya sok seperti majikan, seenaknya sendiri. Dia sudah menjual t*buhnya kepada Tuan. Makanya disini dia disayang sama Tuan."
Kedua pelayan terkejut dan menatap Misha jijik.
"Dan kalian tahu, dia sama sekali tidak tahu berterimakasih, sudah diberi hati malah minta jantung. Tuan kemarin hampir mati karena memakan makanan yang telah dia beri racun." Imbuh Arum dengan tatapan benci.
Semakin hari Arum terang-terangan menunjukkan sikap ketidaksukaannya pada Misha.
Sedang Misha yang dicibir Arum hanya cuek, tak mau nantinya tersedak dia lebih memilih meneguk minuman yang dia ambil tadi dengan santai.
Melihat sikap tenangnya Misha, kedua pelayan yang baru masuk saling pandang karena terheran-heran.
"Loe lagi PMS ya? Pagi-pagi udah ngeb4cot aja. Loe nuduh gue emang loe punya bukti? Kalau gue sih tenang aja karna gue gak merasa seperti yang loe tuduhkan itu. Lagian gue kok jadi ngrasa kalau loe itu sesayang dan seperhatian itu ya sama gue. Demen banget gitu cari perkara sama gue. Wis lah, ngladeni awakmu malah marai wetengku ngelih."
Misha yang tidak mau meladeni Arum pun memilih beranjak pergi dari dapur. Dia akan naik ke
kamar Refan untuk menyiapkan pakaian kerja dan sebagainya.
Sementara Arum hanya bisa menggertakan giginya dan mengepalkan tangannya dengan kuat.
--------
Saat ini semua pelayan berkumpul karena Refan yang memintanya. Mereka semua berjumlah 10 orang.
"Ada apa sih kok tumben Tuan meminta kita untuk berkumpul?"
"Tidak tahu. Kita lihat saja nanti."
"Apa Tuan ingin menyambut kembalinya kita setelah cuti ya?"
"Mungkin, bisa saja seperti itu."
Tak lama Refan turun diikuti oleh Misha.
"Eh eh, Tuan sudah datang."
"Iya, cepat-cepat kita berbaris."
Mereka pun langsung berbaris berjajar dengan rapi. Mereka semua menunduk, tidak ada yang berani menatap Refan.
Refan berdiri didepan mereka semua. Misha juga ikut berdiri di sebelah Refan. Tadinya dia tidak mau ikut karena itu bukan urusannya tapi, karena Refan memaksa akhirnya Misha pun menurutinya.
"Selamat pagi semua."
"Pagi, Tuan." Jawab mereka dengan kompak.
"Pasti kalian semua penasaran dan bertanya-tanya, kenapa saya meminta kalian untuk berkumpul, bukan? Disini, saya mau menyampaikan sesuatu tapi, sebelumnya saya mau mengucapkan selamat datang kembali bagi kalian yang baru saja kembali dari acara liburan kalian." Ucap Refan sembari menatap satu persatu pelayannya.
"Oh ya, saya mau memperkenalkan seseorang kepada kalian. Disebelah saya ada Misha." Imbuh Refan memperkenalkan Misha kepada para pelayan.
"Hai, semua." Sapa Misha ramah sambil melambaikan tangan.
"Hai, Misha." Jawab mereka.
'Sok kecakepan banget jadi orang.' Gerutu Arum dalam hati.
"Misha adalah teman saya sekaligus asisten pribadi saya. Jadi, saya harap tidak ada yang membicarakan hal buruk tentangnya. Apa kalian mengerti?" Refan menjelaskan siapa Misha di rumah tersebut.
"Mengerti, Tuan."
"Disini saya juga ingin memberitahu kalian, mungkin sebagian dari kalian sudah lama bekerja disini. Dan pasti kalian juga tidak ada yang menyadari jika di rumah ini dilengkapi dengan CCTV disetiap sudutnya. Iya kan?"
Mereka saling menoleh. Tapi, tidak dengan Arum. Dia kini mendadak merasa khawatir.
Misha menatap Arum yang mulai gelisah.
"Selama kalian cuti, saya tinggal di rumah ini. Dan baru-baru ini, saya melihat salah satu dari kalian melakukan tindak kriminal. Karena ulahnya, saya kemarin sampai dirawat di Rumah Sakit. Dan parahnya, dia malah memfitnah orang lain."
Arum nampak ketar-ketir mendengar penuturan Refan. Mendadak keringat dingin keluar sejagung jagung. Apalagi telapak tangannya sudah dingin seperti es.
Misha menarik sudut bibirnya. 'Lihat aja loe, sebentar lagi loe bakal end.' Batin Misha.
Sedang yang lain bertanya-tanya sambil berbisik, siapakah orang itu?
Mereka yang penasaran pun akhirnya memberanikan diri bertanya kepada Refan.
"Siapa itu, Tuan? Kalau dia sudah berani melakukan hal tersebut, Tuan harus menindaklanjuti masalah ini. Jangan membiarkannya bebas." Tanya salah satu pelayan.
"Iya benar, Tuan. Sudah enak kerja disini kok berani berulah."
"Dia harus dihukum dengan keji, Tuan. Jangan kasih ampun."
Pelayan yang lain ikut menyahut.
Refan tersenyum.
"Saya tidak akan menyebutkan namanya. Cukup yang merasa saja maju kedepan dan mau mengakui kesalahannya. Atau kalau tidak, saya akan membawa masalah ini ke jalur hukum. Bukankah begitu, Arum?"
Refan sengaja menyebut nama Arum.
Arum meremas lap yang sedari tadi dibawanya. Nyalinya menciut, tak berani mengakui kesalahnnya, sekedar menatap Refan saja dia tidak berani.
5 menit berlalu. Namun tidak ada yang maju untuk mengakuinya.
"Baik, sepertinya tidak ada yang mau mengaku. Terpaksa saya akan menjebloskannya ke p3njara. Dengan berbekal rekaman CCTV polisi akan dengan mudah melemparnya ke jeruji besi."
Sari menyenggol lengan Arum. Arum yang sedari tadi sudah merasa gelisah dan gugup pun terkejut langsung ambruk, entah kenapa dia merasa tulangnya seakan-akan berubah menjadi lembek. Ibarat kata orang Jawa, kaya gombalan klumbrak klumbruk ora ana daya.
"Eh, Arum. Kamu kenapa?"
"Aduh, cepat-cepat kita tolong."
Mereka langsung menolong Arum yang tiba-tiba pingsan.
'Cih, drama!' Batin Misha.
Salah satu pelayan menopang kepala Arum.
"Tuan, tolong Arum, Tuan." Ucap salah satu pelayan.
"Kalian tidak perlu khawatir. Gue yang akan menolongnya."
Bukannya Refan yang menjawab melainkan Misha.
Misha melangkahkan kaki mendekati Arum yang telah terbaring dilantai.
Misha tersenyum miring. Lalu menatap para pelayan yang sedang berdiri disekelilingnya.
"Kalian perhatikan baik-baik ya. Gue ini jarang banget pakai deodorant. Tapi, ketty gue tetep selalu wangi. Gue berani bayar kalian 2 juta perorangnya kalau sampai Arum gak sadarkan diri."
Misha mengusap kettynya dengan telapak tangannya. Para pelayan bergidik ngeri membayangkan betapa baunya ketty Misha, apalagi Misha bilang dia tidak pernah memakai deodorant.
"Ih, kamu jorok banget sih!"
"Iya, masak nolongin Arum seperti itu!"
Sstttt....
"Kalian lebih baik diam dan memperhatikan. Ini kalau gue usapin ke bibir dia, dia bakalan langsung sehat." Jawab Misha.
Telapak tangan Misha yang baru saja dia usap ke ketty pun mengambang mendekati wajah Arum. Namun, belum juga telapak tangan sampai dipermukaan kulit wajah Arum, Arum tiba-tiba sadarkan diri. Lalu dia beranjak berdiri.
Semua yang melihatnya tercengang.
"Kan, apa gue bilang. Belum juga nih nyentuh bibirnya, dia udah langsung sehat kan?"
Mereka saling pandang. Apalagi Refan, tadinya dia juga bergidik ngeri mendengar Misha tapi, setelah melihat bagaimana jurus yang dia keluarkan, kini Refan mengerti maksud Misha.
"Arum, kamu itu sebenarnya pingsan atau pura-pura doang sih?"
"E, itu, anu." Jawab Arum gugup.
"Sudah, Arum. Kamu jangan lari dari masalah. Kamu harus mempertanggungjawabkan kesalahanmu." Ucap Refan.
Arum langsung berlari mendekat ke Refan dan bersujud di kaki Refan.
"Tuan, maafkan saya. Saya tidak bermaksud menyelakai Tuan. Saya hanya tidak suka dengan dia. Maafkan saya, Tuan. Beri saya kesempatan."
Refan hanya diam tidak menanggapi.
"Bangun. Aku bukan Tuhan yang harus kamu sembah. Jangan membuang tenaga. Sebentar lagi polisi akan datang. Bersiaplah untuk mempertanggungjawabkan kesalahanmu."
Arum menggeleng dan menangis hingga meraung-raung. Dia tidak mau dipenjara.
"Arum. Jadi kamu sudah memfitnah Kak Misha? Tadi kamu bilang kalau Kak Misha yang sudah meracuni Tuan. Kamu jahat sekali."
"Iya, kamu juga bilang kalau Kak Misha itu sudah menjual t*buhnya untuk Tuan sampai dia disayang sama Tuan. Eh ternyata, kamu benar-benar manipulatif."
"Benar itu. Muka dua banget."
Cibir para pelayan.
Refan dan Misha sudah mengetahui hal itu melalui rekaman CCTV sebelumnya.
"Semua itu gara-gara kamu wanita l4cur. Aku akan membun*hmu. Kalau bukan karna kamu datang ke rumah ini, aku pasti sudah bisa mendapatkan hati Tuan."
Arum kalap ingin menyerang Misha, namun dengan cepat Misha memberi pelajaran kepada Arum.
Plak!
Ini untuk loe yang fitnah gue.
Plak!
Ini untuk loe yang suka cari perkara sama gue.
Plak!
Ini untuk mulut loe yang lemes itu.
Tiga tamparan membuat Arum terhuyung dan jatuh ke lantai.
Semua orang terkejut dengan aksi Misha.
"Loe itu harusnya merenungi kesalahan, bukannya malah melimpahkan kesalahanmu kepada orang lain. Udah salah masih ngotot, mau nambah dosa loe?"
Arum hanya diam memegangi pipinya yang terasa panas dan kebas. Mana bibirnya robek dan darah segar mengalir disana.
Tak lama suara sirine mobil polisi datang. Petugas kepolisian pun membawa Arum.
Tak lupa dia akan meminta Kevin untuk menan
gani masalah ini sebelum nantinya bertemu dengannya dan Misha di pengadilan agama.
kira kira siapa ya musuhnya....rian apa adik angkat si harja
trus knp ponaan kan sepupu itu anak adik angkatnya ayah refan