Wanita mandul, beban, miskin, tidak tau diri dan kata-kata cemoohan lain sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Laura Sabrina Puti. Tak hanya itu saja tetapi kekerasan dalam rumah tangga pun sering dia dapatkan tentunya dari sang suami juga dari ibu mertuanya. Laura, tentu saja dia hanya diam atas perlakuan kedua orang yang sialnya sangat ia sayangi itu.
Dia lalui semua kepahitan dan kesedihan menjalani kehidupan rumah tangga yang tidak sehat ini sendirian. Hingga suatu ketika, rasa sayangnya kepada suami serta ibu mertuanya mengup begitu saja saat dengan tegasnya sang suami memperkenalkan wanita lain yang akan dijadikan istri kedua. Tentu saja tanpa persetujuan dari Laura. Laura hanya bisa menangis sejadi-jadinya setelah pertengkaran besar yang terjadi. Sungguh Laura benci perselingkuhan. Ia bertekad akan membalas dendam.
Mampukah Laura membalas perbuatan mereka? Dan apakah balas dendamnya akan berhasil? BACA SEGERA!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Erlinawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keributan Pertama
Brakkk!!!
Julio membanting pintu kamar Beti. Tatapan matanya kini tertuju kearah dua wanita berbeda usia yang sudah lebih dulu berada di dalam kamar tersebut.
"Kenapa semua ini bisa terjadi?" tanya Julio menggeram keras.
"Jawab Ma! Kenapa Papa bisa menikah dengan Laura?!" ujar Julio kembali menuntut penjelasan dari Beti.
"Mama juga tidak tau, Julio. Hiks Mama tidak tau kenapa mereka bisa menikah!" balas Beti dengan air matanya yang terus menetes membasahi pipinya.
"Bohong! Tidak mungkin Mama tidak tau pernikahan Papa dan Laura! Julio yakin sebelum Papa menikah, Papa pasti meminta persetujuan dari Mama dan tidak mungkin Papa menikah secara diam-diam di belakang Mama. Mama pasti tau semuanya! Tapi kenapa Mama memberikan izin Papa menikah lagi dengan wanita yang pernah menjadi istri Julio? Kenapa Mama mau di madu? Kenapa Mama tidak mencegah pernikahan itu terjadi?! Kenapa!" ucap Julio dengan suara meninggi yang justru semakin membuat tangis Beti semakin menjadi. Jika saja Maikel melakukan semua yang Julio katakan tadi, mulai dari meminta izin kepadanya untuk menikah kembali, tanpa Julio suruh pun ia akan mencegahnya bagaimanapun caranya. Tapi sayang, pernikahan itu dilakukan secara diam-diam di belakangnya.
Almira yang sempat terkejut akan suara nyaring sang suami kini ia angkat suara.
"Mas! Rendahkan nada suaramu! Kamu saat ini sedang bicara dengan ibu kamu, Mas. Tidak sepantasnya seorang anak berbicara dengan orangtuanya dengan nada tinggi seperti tadi. Dan perlu kamu tau, Mama juga tidak tau menahu perihal pernikahan kedua Papa ini, Mas. Kemarin saat kita kembali, Laura sudah berada di rumah ini dan kemarin juga kita baru tau jika status Laura sudah menjadi istri Papa. Mama tidak tau sama sekali hal itu, bahkan Papa tidak meminta izin kepada Mama. Papa menikah diam-diam dibelakang Mama, Mas. Jadi berhentilah menyalahkan Mama seperti tadi! Dan kenapa kamu menjadi emosi seperti ini? Apa emosimu berkaitan dengan fakta yang baru saja kamu dengar tadi mengenai hubungan Laura dan Papa?" Almira mengepalkan kedua tangannya sebelum melanjutkan ucapannya.
"Disaat aku melihat kemarahan kamu tadi, aku jadi curiga dengan kamu, Mas. Aku curiga kamu masih memiliki perasaan kepada Laura. Benar kan Mas, kamu masih memiliki perasaan kepada Laura? Jawab Mas!"
"O---omong kosong apa yang kamu katakan, Almira. Mana ada aku masih memiliki perasaan kepada wanita mandul itu. Sejak aku tau dia tidak bisa memberikanku keturunan, segala perasaanku kepadanya lenyap seketika. Dan sekarang tidak ada sedikitpun perasaanku kepadanya yang tertinggal. Aku bersikap marah tadi karena aku tidak terima jika Mama di madu oleh Papa," balas Julio dengan gelagapan. Sebenarnya ia juga tidak tau pasti alasan kenapa dirinya bisa semarah ini saat mengetahui sang ayah menikah dengan Laura. Harusnya ia bersikap biasa saja, kalaupun ia marah harusnya yang terkena amarahnya adalah Maikel bukan Beti.
"Jangan coba-coba membohongiku, Mas!" sentak Almira dengan mata yang berkaca-kaca.
"Tidak ada yang membohongi kamu, Almira. Apa yang aku katakan tadi benar adanya. Aku sudah tidak memiliki perasaan apapun kepada Laura. Di hatiku saat ini hanya ada nama kamu di dalamnya. Jadi jangan berpikir yang tidak-tidak tentang diriku."
Almira masih tetap tak percaya, ia menggelengkan kepalanya, air matanya pun sudah mulai menggenang.
"Bo---"
"CUKUP! Keluar kalian berdua! Keluar sekarang!" teriak Beti. Ayolah dirinya saat ini hanya ingin sendiri, menenangkan dirinya yang sedang dalam keadaan kacau seperti ini bukan malah mendengar pertengkaran yang semakin membuat kepalanya hampir pecah.
Almira, ia menatap sekilas kearah sang ibu mertua sebelum ia melangkahkan kakinya meninggalkan kamar tersebut.
"Mira! Almira!" Panggil Julio sebelum menyusul kepergian sang istri tercinta.
Kini tinggal lah Beti sendiri di dalam kamar bernuansa putih itu. Tubuhnya yang tadi berdiri tegak, seketika terduduk diatas lantai dingin tersebut dengan suara isak tangis yang menemani kesendiriannya. Ia sebenarnya sudah meneguhkan hatinya untuk tetap kuat agar ia bisa segara membalas perbuatan Laura. Tapi sayang, mau sebesar apapun usahanya untuk tetap kuat, ketika ia mendengar bahwa suaminya sudah menikah lagi, kekuatan yang ia bangun langsung runtuh seketika.
"Laura! Semua ini gara-gara kamu! Rumah tanggaku berantakan gara-gara kamu! Tunggu! Tunggu balasan yang akan kamu terima dariku! Aku pastikan saat aku membalas semuanya, hanya ada satu pilihan yang harus kamu ambil yaitu kematian!" ucap Beti penuh tekat.
Dan tanpa dia sadari, ucapannya tadi di dengar oleh sang pemilik nama. Ya, Laura, wanita itu sebenarnya sedari tadi mengintip kegaduhan yang tengah terjadi di dalam kamar Beti secara diam-diam. Senyum penuh kepuasan pun selalu terpatri di bibirnya.
"Ini belum seberapa Beti. Ini masih berada di tahap permulaan. Saat waktu permainan yang sebenarnya tiba, akan aku pastikan bukan hanya rumah tanggamu saja yang hancur melainkan rumah tangga anakmu juga akan ikut hancur. Kamu dan Julio bahkan Almira tidak pantas untuk mendapatkan kebahagiaan. Aku akan buat kalian menderita jauh lebih menderita dari apa yang aku alami sebelumnya," ucap Laura dengan wajah dingin serta tatapan mata tajamnya yang mengarah ke arah Beti berada.
"Dan Beti, aku tunggu balasan darimu. Mari kita lihat, siapa yang akan memilih untuk mati, aku atau kamu!" sambung Laura diakhiri dengan senyum miring sebelum dirinya menutup pintu kamar tersebut lalu segera kembali ke kamar pribadi milik sang suami yang sedari tadi sudah menunggu dirinya. Tapi saat ia melewati kamar Julio, ia sempat menghentikan langkahnya saat sayu-sayu ia mendengar pertengkaran yang tengah terjadi di dalam ruangan tersebut. Lagi dan lagi Laura tersenyum puas akan hasil dari yang ia perbuat hari ini dan mari kita tunggu pertujukan yang lainnya di hari esok. Laura pastikan pertunjukan nanti akan lebih seru dari sebelumnya.
Laura kembali melangkahkan kakinya hingga kini ia telah sampai di dalam kamar Maikel. Ia tersenyum lembut kearah sang suami yang tengah memangku laptop di atas ranjang. Laura segara mendekati suaminya itu, kemudian secara tiba-tiba ia memindahkan laptop tersebut dari pangkuan Maikel dan menggantikan tubuhnya yang saat ini berada di pangkuan sang suami. Ia mengalungkan kedua tangannya ke leher Maikel, ia tatap mata suaminya itu sangat dalam. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada Maikel, tapi selalu ia urungkan dan memilih biar Maikel sendiri yang mengatakan segala rahasia yang suaminya itu miliki.
Sedangkan Maikel yang di tatap pun ia menjentikkan jari di kening Laura hingga membuat istrinya mengaduh kesakitan.
"Jangan melihatku seperti itu sayang. Katakan jika kamu menginginkan sesuatu," ujar Maikel sembari mengusap kening Laura sebelum ia terkena omelan dari wanita itu.
Laura yang tadinya cemberut kini ia tersenyum lebar.
"Baiklah kalau begitu aku akan mengatakannya secara langsung karena aku tidak suka basa-basi," ujar Laura yang memang ia sudah memiliki sebuah rencana di dalam otaknya. Dan ia harus mendapatkan izin dari suaminya terlebih dahulu sebelum ia melakukannya.
"Katakan," balas Maikel sembari melingkarkan kedua tangannya di pinggang Laura.
"Aku ingin perubahan besar di rumah ini.' Maikel yang tak paham pun ia mengerutkan keningnya.
Sedangkan Laura, ia yang peka jika suaminya itu belum menangkap maksud dari ucapannya tadi. Ia mendekatkan wajahnya hingga berada di samping telinga Maikel kemudian barulah ia menjelaskan secara rinci keinginannya itu kepada sang suami.
"Apa kamu sudah paham, sayang?" Maikel tampak mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Jadi, apa kamu mengizinkannya?" Maikel tersenyum sembari tangannya mengelus pipi Laura dengan lembut.
"Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan, aku memberikan izin kepadamu." Jawaban Maikel tadi membuat senyum Laura merekah. Ia pun segara berhambur ke pelukan sang suami.
"Terimakasih sayang. Kamu memang yang terbaik," ucap Laura.
"Hmmm, apapun akan aku lakukan jika itu menyangkut kebahagian kamu, sayang, karena jika kamu bahagia maka aku juga ikut bahagia," ujar Maikel yang semakin membuat pelukan Laura mengerat dengan senyum yang semakin lebar.