Akibat kesalahan satu malam, ia terjerat dalam sebuah pernikahan dengan seorang pria beristri.
Kebencian istri pertama membuatnya diabaikan, tak dianggap, bahkan dirampas haknya sebagai istri dan ibu.
Mampukah Lula bertahan dengan status sebagai istri yang disembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Seorang Ayah ...
Dua jam berlalu dengan suasana yang masih sama, bahkan kini lebih tegang. Lula terbaring dengan posisi kaki menekuk di sisi kanan dan kiri, serta tubuhnya yang didekap erat oleh sang suami. Rintihan sesekali terdengar. Namun, setelah melihat kepanikan suaminya tadi, ia berusaha untuk menguatkan dirinya.
"Aarggh!" Rasa sakit itu menjalar lagi, membuatnya memejamkan matanya.
Lula mencengkram kuat-kuat kain tipis yang menutupi sebagian tubuhnya demi mengurai rasa sakit yang kian menjadi. Ia Hampir menyerah, seolah tenaganya telah habis.
"Aku tidak kuat lagi, Mas."
“Kamu harus kuat, Sayang." Dirga yang berada di sisinya terus mengalirkan kekuatan melalui pelukan.
Sementara Dokter Allan terus memberi arahan untuk mengatur napas.
"Lula, dengarkan saya! kita ulangi yang tadi ya ... tarik napas, jangan terlalu pendek dan jangan juga terlalu dalam ... tahan!”
Lula menarik napas mengikuti arahan Dokter Allan.
“Nah, bagus. Sekarang dorong yang kuat!”
“Argh!” Ia mengejan sekuat tenaga hingga seolah nyawa tercabut dari tubuhnya.
Di saat yang bersamaan, seluruh rasa sakit yang sejak tadi ia rasakan perlahan menghilang, seiring dengan tangisan melengking yang seketika memenuhi setiap sudut ruangan itu.
Lula menyandarkan kepalanya di lengan sang suami. Napasnya masih terlihat memburu. Tampak cairan bening mengalir di ujung matanya.
*
*
*
Dirga belum dapat membendung luapan air matanya. Tangisan melengking dari tubuh mungil yang sedang menyapa dunia itu menggetarkan jiwanya.
Bahkan rasa tak percaya itu masih menyelimutinya walaupun kini, bayi laki-laki itu tengah berada di dalam pangkuannya.
Ya, Dirga! Ini anakmu! Entah untuk ke sekian kali batinnya menegaskan.
Dirga menatapnya lekat-lekat. Kulit halus nan lembut itu membuatnya tak berani untuk sekedar menciumi wajahnya, walaupun rasanya keinginan itu kian menggebu.
"Anakku ..." Ada rasa bangga saat mengucapkan kata berjuta makna itu. Bibirnya melengkung membentuk senyuman, matanya melukiskan rasa bahagia tak terkira.
"Dirga ..."
Tepukan cukup keras yang mendarat di bahunya menyadarkan. Napas Dirga pun tertahan. Bagaimana bisa ia melupakan mamanya yang sejak tadi menunggu di depan ruang bersalin.
Ya, Mama Diana baru saja mengetahui rahasia besar yang selama ini disembunyikan rapat-rapat oleh Dirga. Ia menarik napas dalam-dalam demi menguatkan hatinya.
"Iya, Mah."
Mama Diana hanya melirik sekilas bayi dalam gendongan Dirga, tatapan dinginnya membuat bulu kuduk Dirga meremang.
"Bisa kita bicara sebentar?"
Meskipun terlihat keraguan dalam matanya, tetapi Dirga segera mengangguk. Ia sudah menebak apa yang ingin dibicarakan sang mama.
"Bisa, Mah."
"Kita duduk di sana saja. Tidak enak kalau ada yang dengar."
Mereka kemudian duduk di sebuah kursi di sudut ruangan itu. Dirga tampak menegang. Apalagi menyadari dinginnya tatapan Mama Diana.
"Bisa kamu jelaskan ke mama, bagaimana bisa kamu menikah lagi tanpa sepengetahuan mama?"
"Maafkan aku, Mah," ucap Dirga. "Semua ini salahku, bukan salah Lula. Aku yang sudah membuat Lula terjebak dalam situasi ini."
Dirga berusaha menjelaskan. Ia tahu Mama Diana tidak akan semudah itu menerima kehadiran Lula. Sebab sejak dulu, Mama Diana cukup selektif dalam memilih calon anggota keluarga baru dalam keluarga Mahendra.
Dirga pun memilih menceritakan segalanya, tentang pertemuannya dengan Lula dan juga apa yang menyebabkan mereka akhirnya menikah.
*
*
*
Setelah mendengar penjelasan putranya, Mama Diana tampak tak dapat menyembunyikan rasa bahagia sekaligus lega. Meskipun pernikahan putranya dilakukan dengan cara yang terbilang salah, tetapi baginya inilah cucu pertama dalam keluarga Mahendra yang telah lama dinanti-nanti.
"Boleh mama gendong?"
"Aku dulu, Mah! Ini juga baru dikasih sama si Allan." Dirga seakan tak rela terlepas dari putranya.
"Posesif kamu!" ketus Mama Diana. "Sini dulu kasih mama. Kamu temani Lula di sana."
"Sebentar, Mah. Dokter bilang boleh tunggu di luar, kok."
Dirga melirik ke sudut ruangan yang terhalang oleh tirai pembatas. Di sana Lula sedang mendapatkan perawatan setelah perjuangan antara hidup dan mati. Tak henti-hentinya Dirga mengucap rasa syukur. Istri dan anaknya selamat dan sehat.
"Tapi Lula butuh kamu. Cepat kamu temani sana. Anak kamu sini dulu sama mama."
Dengan tidak relanya, Dirga menyerahkan putranya ke tangan Mama Diana. Namun, sebelumnya ia menghujani wajah itu dengan kecupan-kecupan lembut.
"Uh-uh ... cucu oma." Mama Diana pun tak dapat membendung rasa haru. Ia memandangi wajah cucunya dengan mata yang berbinar.
"Dia benar-benar anak kamu, Dirga. Mirip kamu deh! Lihat matanya, bibirnya, bulat wajahnya semua dari kamu." Ucapan Mama Diana membuat Dirga tersenyum bangga.
Mama Diana mencium pipi, memainkan ujung hidungnya dengan gerakan yang sangat lembut dan hati-hati. Ia kemudian membawa bayi mungil itu ke sebuah box bayi tak jauh dari mereka, sambil menunggu Lula yang masih mendapat penanganan dokter.
Setelah memastikan cucunya telah terlelap, ia kembali duduk di sisi Dirga. Masih ada hal penting yang harus dibicarakan wanita itu dengan putranya.
"Boleh mama tanya sesuatu?" tanya Mama Diana.
"Mama mau tanya apa?"
"Bagaimana dengan Alika? Apa dia tahu kamu menikah lagi?"
Dirga menganggukkan kepala pelan, dengan ekspresi wajah datar. "Alika sudah tahu sejak awal aku menikahi Lula,"
Mama Diana pun terkejut dengan jawaban Dirga. Sebab ia tahu betul seperti apa Alika. Seorang wanita yang baginya sangat egois dan suka mementingkan dirinya sendiri. Bahkan sanggup melakukan apapun demi memuluskan keinginannya.
"Bagaimana reaksinya setelah tahu kamu menikah lagi? Apa dia bisa menerima Lula, atau sebaliknya selalu menyakiti Lula?"
Pertanyaan Mama Diana membuat Dirga membeku.
*
*
*
kapan ada karya baru lagi Thor
hahahaha