Alya terpaksa menggantikan Putri yang menghilang di hari pernikahan nya dengan putra dari konglomerat keluarga besar Danayaksa. Pebisnis yang di segani di dunia bisnis. Pernikahan yang mengantarkan Alya ke dalam Lika - liku kehidupan sebenarnya. Mulai dari kesepakatan untuk bertahan dalam pernikahan mereka, wanita yang ada di masa lalu suami nya, hingga keluarga Devan yang tidak bisa menerima Alya sebagai istri Devan. Mampukah Alya melewatinya? Dengan besarnya rasa cinta dari Devan yang menguatkan Alya untuk bertahan mengarungi semua rintangan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Maaf
*****
Hingga akhirnya Devan melihat wanita yang membuatnya gelisah seharian ini. Alya tidak membawa apapun selain ransel dan juga sling bag.
Alya menarik nafas nya panjang saat melihat Devan di sana. Dia menghentikan langkahnya dan memejamkan mata nya sebentar.
Tubuhnya terasa remuk karena belum beristirahat sejak semalam. Sejak percintaan tiba - tiba yang Devan lakukan itu, Alya tidak bisa tidur sama sekali. Hanya menangis dan bertanya - tanya kenapa Devan bisa melakukan itu padanya.
Alya juga tahu, Devan berhak sepenuhnya atas tubuh nya. Namun Alya merasa tidak nyaman dengan caranya. Dia juga tahu harus tetap menghubungi Devan tentang kepergiannya.
Semakin Alya mendekat pada Devan, dia bisa melihat tatapan Devan yang khawatir dan nanar dengan raut bersalah.
" Alya..." Panggil Devan dengan nada yang lembut membuat hati Alya mencelos.
Andai Devan memperlakukannya dengan lembut semalam, mungkin Alya menerimanya dengan lapang dada, bagaimanapun dia juga tahu itu hak Devan dan kewajiban Alya untuk memenuhinya.
Devan juga bisa melihat lebih jelas wajah Alya saat mendekat. Wanita itu terlihat lelah. Ada kantung mata yang menandakan jika wanita itu kurang tidur. Apakah semalam setelah itu, Alya tidak bisa tidur?
Alya masih belum bersuara. Dia menatap Devan dengan nanar. Alya berusaha menarik - narik sudut bibirnya untuk menyungging senyum walau terasa berat.
" Alya... Aku minta maaf..." Devan meraih tangan Alya dan menggenggamnya erat.
Alya berusaha melepaskannya tapi genggaman tangan Devan terlalu erat. Dia rasanya sudah tidak memiliki tenaga untuk membahas ini. Dia butuh waktu untuk memulihkan tubuh nya dulu.
" Aku salah... Aku mengaku salah pada mu. Aku tidak seharusnya melakukan itu padamu, Alya... Tolong maafkan aku..." Devan menatapnya dengan sendu saat Alya masih belum meresponnya.
Genggaman tangan Devan menguat. Rasa bersalah yang semakin besar membuat Devan tanpa sadar kembali menyakiti Alya.
" Pukul aku jika itu bisa membuat hati mu lebih baik. Apapun yang ingin kamu lakukan kepada ku, lakukan saja. Aku tidak akan melawan, Alya. Karena aku pantas mendapatkannya."
Hingga akhirnya Devan sadar terlalu erat menggenggam tangan Alya. Dia lalu melepaskan genggaman tangan itu.
" Alya... Tolong katakan sesuatu. Jangan hanya diam. Katakan kalau kamu marah dan kecewa pada ku..." Bisik Devan dengan nada yang penuh khawatir saat wanita itu menatap pada nya dengan sejuta makna yang tidak Devan pahami.
" Aku... Bisakah kita pulang, mas? Aku sangat lelah." Bisik Alya dengan nada lirih tanpa tenaga.
Devan menatap Alya dan merasa prihatin, ini semua karena ulahnya. Alya terlihat benar - benar terluka.
Terluka dalam karena kebodohannya yang menurutu ego dan nafsu nya.
" Iya, kita pulang. Aku minta maaf..." Devan menggenggam tangan Alya begitu erat, seolah memang tidak mau kehilangan Alya lagi.
Dia harus menahan diri nya. Alya butuh istirahat. Wajah Alya terlihat pucat dan terlihat sangat kelelahan. Belum lagi tatapan mata nya yang terluka. Alya butuh waktu dan Devan harus mengerti.
*
*
*
Begitu masuk ke mobil, Alya langsung memejamkan mata nya. Tubuhnya memang benar - benar sakit dan lelah.
Hingga deru nafas nya teratur tidak lama setelah mobil dapat meninggalkan bandara. Devan menatap lekat pada wanita yang terlihat sangat kelelahan itu.
Devan menggenggam tangan Alya dan helaan nafasnya kembali terdengar. Dia telah menyakiti hati wanita yang begitu baik ini. Menuduhnya begitu buruk karena pikiran sendiri. Begitu mudah terpengaruh oleh orang - orang asing itu daribpada percaya dengan istri nya sendiri.
" Aku bukan suami yang baik, Alya. Aku menyesal telah melakukan semua itu pada mu." Bisik Devan penuh penyesalan.
Dia mengecup punggung tangan Alya dan semakin tidak ingin kehilangan wanita itu.
" Kamu menjaga aurat kamu Dan menjaga kehormatan kamu dengan sebaik - baiknya. Namun siapa aku, yang baru mengenalmu sebentar namun begitu mudah menghakimi kamu dari profesi kamu. Aku sungguh minta maaf, Alya. Aku adalah suami terburuk." Devan kembali menggumam dalam hati yang sesak.
*
*
*
Saat tiba di basement apartemen. Devan terdiam untuk beberapa saat. Memperhatikan Alya yang terlihat begitu lelap dan damai dalam tidur nya. Dia tidak tega untuk membangunkan Alya. Wanita itu terlihat sangat lelah dan sedikit pucat.
Pada akhirnya, Devan memilih membopong Alya dengan penuh kehati - hatian agar tidak membangunkan wanita itu. Langkah nya pelan, takut jika dia berjalan terlalu cepat akan membangunkan tidur istri nya.
" Aku minta maaf." Bisik Devan setelah berhasil membaringkan Alya di ranjang Alya itu tanpa mengganggu tidur nya.
Dia melepas sepatu Alya dan kaos kaki nya. Juga melepas hijab Alya agar wanita itu lebih nyaman dalam tidur nya.
" Kita bicara besok ya." Gumam Devan lagi sebelum benar - benar keluar dari kamar Alya.
Hati nya masih berat karena belum tahu bagaimana keadaan hati istri nya itu atas apa yang telah dia lakukan.
*
*
*
Devan sudah mondar - mandir di depan kamar Alya sejak subuh tadi. Dia menunggu Alya membuka pintu nya. Dia enggan mengetuknya karena takut membangunkan Alya yang masih terlelap. Dia juga tahu Alya perlu istirahat setelah perjalanannya.
Sehingga yang Devan lakukan hanyalah menunggu dengan hati yang gelisah dan menyusun apa yang akan dia ucapkan pada Alya.
Dia duduk di sofa, menyetel televisi agar suasana tidak terasa sunyi. Perut nya lapar karena semalam hanya memakan roti dan kopi di bandara. Namun laparnya tidak membuat dia beranjak memesan makanan, karena yang dia inginkan adalah melihat Alya secepatnya.
Alya mengerjakan matanya saat mendengar suara ponsel nya berdering. Panggilan dari Indira membuatnya mengernyit.
Tadi setelah Subuh dia memutuskan untuk kembali tidur. Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 dan dia merasa tubuh nya terasa lebih baik.
" Kenapa, Ndi?" Tanya Alya saat mengangkat panggilan itu.
" Lo baik - baik sama suami lo kan? Kemarin dia ke kantor nyariin lo. Mukanya panik banget, kusut, tapi tetap ganteng sih." Jawab Indira.
" Biasalah ada sedikit masalah. Udah aman kok. Thanks ya infonya."
" Ya udah deh kalau nggak ada apa-apa. Tapi kalau mau cerita, lo bisa cerita semuanya sama gue. Jangan lo Pendem semuanya ya, Al."
" Thanks ya, Ndi. Ya udah gua mau bikin sarapan dulu. Lapar."
Alya memilih menyudahi panggilannya. Dia mengelan nafas nya panjang saat dia mendengar dari Indira jika Devan mencarinya sampai ke kantor.
Alya beranjak mengambil hijab nya dan menatap pantulan diri nya di cermin. Mau tidak mau dia harus menghadapi Devan.
*
*
*
Pintu yang terbuka membuat Devan langsung beranjak. Senyum nya penuh kelegaan menatap Alya. Alya melihat raut wajah Devan yang lega namun juga khawatir.
" Alya... Aku minta maaf." Ucap Devan meraih tangan Alya.
Devan mengajak Alya untuk duduk di sofa.
tetep semangat nulis thor 💪
lanjut Thor...