Karena sering dibuli teman kampus hanya karena kutu buku dan berkaca mata tebal, Shindy memilih menyendiri dan menjalin cinta Online dengan seorang pria yang bernama Ivan di Facebook.
Karena sudah saling cinta, Ivan mengajak Shindy menikah. Tentu saja Shindy menerima lamaran Ivan. Namun, tidak Shindy sangka bahwa Ivan adalah Arkana Ivander teman satu kelas yang paling sering membuli. Pria tampan teman Shindy itu putra pengusaha kaya raya yang ditakuti di kampus swasta ternama itu.
"Jadi pria itu kamu?!"
"Iya, karena orang tua saya sudah terlanjur setuju, kamu harus tetap menjadi istri saya!"
Padahal tanpa Shindy tahu, dosen yang merangkap sebagai Ceo di salah satu perusahaan terkenal yang bernama Arya Wiguna pun mencintainya.
"Apakah Shindy akan membatalkan pernikahannya dengan Ivan? Atau memilih Arya sang dosen? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Shindy hendak masuk ke ruang rawat inap, tapi ketika melihat dua orang di dalam sana sedang berbicara dengan suaminya, Shindy menarik kakinya mundur. Shindy memutuskan menunggu di luar hingga Reta dan Eric keluar dari kamar Arkan.
Begitu suami istri itu keluar, Shindy cepat-cepat bersembunyi.
Shindy yakin jika Eric masih membicarakan masalah yang sama, yaitu minta Arkan untuk tanggung jawab. Shindy pusing, kenapa ada saja masalah yang ia hadapi? Hari ini saja banyak sekali.
Tadi pagi Arkan ngamuk kepadanya, ingin pulang dan menenangkan diri justru singgah ke rumah bude. Bukan benda yang dibutuhkan yang Shindy dapat, tapi justru rasa kecewa dan misteri kerangka yang belum bisa ia pecahkan.
Kedua orang tua Clara itu pun sudah belok menuju kamar inap putrinya. Shindy lantas masuk ke kamar Arkan.
Arkan menatap Shindy yang berjalan ke arahnya, tapi cepat-cepat menarik selimut hingga menutup kepalanya.
"Kamu kok belum makan siang Ar?" Shindy menatap jatah makan Arkan masih di atas meja. Shidy rupanya sudah melupakan masalah tadi pagi. Karena tidak ada jawaban dari Arkan, Shindy membawa makanan tersebut lalu membuka selimut yang menutup wajah Arkan berniat menyuapi.
Arkan yang tidak mau melihat Shindy, membuang wajahnya ke samping kanan dengan wajah masam.
Shindy berputar ke arah wajah Arkan, tapi suaminya itu miring dengan cepat.
"Aaagghh..." Arkan mengerang kesakitan, ia lupa jika bahu sebelah kanan bekas operasi seharusnya belum bisa untuk miring.
"Astagfirullah... hati-hati apa Ar" Shindy dengan cepat meletakkan tempat makan di atas meja, lalu balik lagi membantu Arkan duduk. Dalam hatinya ingin berucap 'makanya jangan angkuh Arkan' tapi Shindy tidak mau ribut lagi. Shindy usap-usap sekitar tangan Arkan yang sakit, tapi pria itu hanya diam saja. Hingga beberapa detik keduanya tidak ada yang bicara, setelah Arkan tenang Shindy ambil makanan kembali.
"Makan dulu, aku suapi" Shindy mendekatkan sendok ke mulut Arkan. Lagi-lagi Arkan berpaling.
"Beneran nih, tidak butuh bantuan saya lagi? Baiklah kalau begitu" Shindy meletakkan tempat makan untuk yang kedua kali. Tidak main-main ia ambil laptop hendak mengerjakan skripsi sedikit demi sedikit. Namun, urung ketika tatapan matanya tertuju ke arah tas di sebelah laptop yang tidak ditutup. "Perasaan, tadi pagi tas ini aku tutup deh" Batin Shindy, melirik Arkan yang kebetulan meliriknya juga tapi segera berpaling.
Shindy duduk di lantai, sepuluh jari memainkan keyboard. Ia pura-pura tidak mendengar walaupun perut Arkan karokean. Sebenarnya pria itu lapar, tapi gengsi dibesar-besarkan.
"Shy..."
"Apa..."
"Mana nasinya saya mau makan sendiri" pada akhirnya Arkan tidak kuat juga menahan lapar. Sakit bagian luar tentu saja tidak akan mempengarui selera makan.
Shindy meninggalkan laptop yang masih menyala, lalu ambil makanan. "Benar mau makan sendiri?" Shindy yakin jika Arkan ingin makan sendiri hanya pura-pura. Sebab, tangan Arkan yang sakit sebelah kanan. Karena tidak ada jawaban dari Arkan, Shindy langsung saja menyuapi.
"Kamu tadi kemana?" Arkan kali ini bertanya pelan mungkin karena sedang makan.
"Pulang dulu" Shindy menjawab tapi tidak menatap Arkan karena pandangan ke arah ayam yang sedang ia potong dengan sendok dan garpu.
Hanya itu saja pertanyaan Arkan hingga makanan habis, Shindy hendak melanjutkan mengerjakan tugas.
"Ada hubungan apa kamu sama Pak Gun?" Lagi-lagi Arkan bertanya soal itu.
"Jangan mulai deh Ar" Shindy cemberut, kulit wajahnya berubah merah. Dadanya terasa sesak setiap kali Arkan menuduhnya seperti itu.
"Buktinya kamu dibelikan handphone" Arkan sudah menahan hendak menyampaikan ini sejak pagi.
"Oh, kamu tadi buka-buka tas saya? Lancang!" Shindy bertambah kesal. Walaupun Arkan suami sendiri, tapi jika sudah memeriksa tas segala tindakan Arkan tidak sopan.
"Jawab saja Shindy" Arkan mengira jika Shindy mengalihkan pertanyaan.
"Iya, saya memang dibelikan handphone Pak Gun, tapi handphone itu bonus selama menjadi asisten beliau. Sebenarnya aku mau cerita sama kamu Ar, tapi kan belum sempat" Shindy menceritakan seperti yang pak Gun ceritakan.
"Hahaha... hadiah asisten dosen? Memang berapa gaji kamu setiap bulan sebagai Asdos Shy. Kamu jangan pura-pura tidak tahu berapa harga handphone itu. Segera kembalikan."
...~Bersambung~...
Sabar Iya Shindy
terus suruh si ulat bulu yg merawatnya,,
biar nyaho tu si pelakor ngerawat suami yang dia rebut🤭🤭