NovelToon NovelToon
Kau Lah Cinta Terakhir Ku

Kau Lah Cinta Terakhir Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin / Time Travel / Cinta Terlarang
Popularitas:833
Nilai: 5
Nama Author: Thalireya_virelune

Aku, Ghea Ardella, hanyalah seorang gadis pecinta sastra,menulis mimpi di antara bait-bait senja,
terobsesi pada harapan yang kupanggil dream,dan pada seorang pria yang kusebut my last love.

Dia, pria asal Lampung yang tak pernah kusentuh secara nyata,hanya hadir lewat layar,namun di hatiku dia hidup seperti nyata.

Aku tak tahu,apakah cinta ini bersambut,
atau hanya berlabuh pada pelabuhan kosong.

Mungkin di sana,ia sudah menggenggam tangan wanita lain,sementara aku di sini, masih menunggu,seperti puisi yang kehilangan pembacanya.

Tapi bagiku
dia tetaplah cinta terakhir,
meski mungkin hanya akan abadi
di antara kata, kiasan,
dan sunyi yang kupeluk sendiri.


Terkadang aku bertanya pada semesta, apakah dia benar takdirku?atau hanya persinggahan yang diciptakan untuk menguji hatiku?

Ada kalanya aku merasa dia adalah jawaban,
namun di sisi lain,ada bisikan yang membuatku ragu.
is he really mine, or just a beautiful illusion?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thalireya_virelune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

aku tak meminta cinta,hanya kejujuran

Aku kembali menyeret tubuhku ke kasur, punggung menempel dingin pada sprei. Ponsel yang tadi kusekat di meja kini tergeletak di samping, layarnya menampilkan notifikasi baru pesan darinya:

“Yaudh ayo kalo emang sayang buktiin omongan lu.”

Jantungku berdegup kencang, napas terasa berat. Aku menghela panjang, lalu hanya men-tap layar sekali, membaca, dan memilih untuk tidak membalas. Mataku menatap plafon yang berwarna pucat; kata-katanya bergema di kepala seperti batu yang dipantulkan terus-menerus.

Di dalam hati kecilku, amarah mendidih. “Kau pikir aku babumu? Kau pikir kamu raja semesta yang harus aku turuti semua perintahmu?” gumamku dalam hati tapi kata itu tak kubiarkan keluar. Aku tak mau lagi memberi panggung pada orang yang mengira hinaan dan paksaan adalah bukti cinta.

Telepon itu kembali berdering, suara getarannya seperti menusuk jantungku. Namanya terpampang di layar, dan aku hanya bisa menghela napas panjang. Aku tidak mengangkat.

Beberapa detik kemudian, notifikasi chat masuk.

“Angkat.”

Aku menatap layar dengan mata berkaca, lalu mengetik balasan dengan jari gemetar:

“Lo sadar nggak sama kesalahan lo?”

Tidak ada jawaban panjang darinya, hanya satu kata yang lagi-lagi seperti perintah:

“Angkat.”

Dan benar saja, panggilan video kembali masuk. Kali ini aku merasa risih, seperti ada jarum menusuk-nusuk dadaku. Getaran itu tidak berhenti, sampai akhirnya aku menyerah dan menekan tombol hijau.

Namun, aku tidak ingin dia melihat wajahku. Aku beralih ke kamera belakang, menaruh ponsel itu di kasur. Layar hanya menampilkan kegelapan kain, suara nafas dan detak hatiku menyelinap di sela keheningan.

Aku diam.

Dia mungkin mengira aku patuh, padahal sebenarnya aku hanya ingin tahu sampai sejauh mana egonya bisa menelan hati seseorang.

Di balik layar gelap itu, aku menggertakkan gigi. “Kalau dia pikir ini bukti cintaku, dia salah besar,” batinku.

Malam itu, aku bukan lagi gadis yang penuh rindu, tapi perempuan yang tengah berperang dengan luka dan harga dirinya sendiri.

Ponselku bergetar lagi, notifikasi darinya masuk.

“Mana, ayok sekarang.”

Aku menarik napas panjang, lalu menekan tombol merah. Panggilan itu terputus.

Namun dia tidak berhenti, panggilan berikutnya masuk lagi. Kali ini aku tolak dengan cepat.

Getaran kembali datang spam panggilan kedua. Aku sengaja mengangkatnya sebentar, lalu langsung mematikan. Seperti permainan yang melelahkan, antara gengsi dan luka.

Beberapa detik kemudian, layar ponselku menyala dengan pesan barunya.

“Mana, ayo sekarang. Buka.”

Aku menatap kata-kata itu dengan dada yang sesak. Entah kenapa, aku merasa seolah-olah dia bukan sedang bicara padaku, melainkan sedang memerintah sesuatu yang dia anggap miliknya.

Padahal aku hanya ingin dicintai, bukan dijadikan mainan.

Aku tidak membalas pesannya, hanya membacanya saja. Dia kembali melakukan spam panggilan, kali ini sebanyak tiga kali. Namun aku sudah terlalu lelah.

Akhirnya aku membalas.

“Jangan ganggu gua lagi, sebelum lo sadar sama kesalahan lo.”

Tapi dia, yang benar-benar tidak tahu diri, malah membalas:

“Mana bisa? Gak lu buktiin omongan lu dipegang?”

Aku pun membalas sambil tersenyum getir, berusaha menahan perih di dada.

“omongan apa?”

Namun seperti biasa, balasannya datang dengan kata-kata toxic yang menusuk hati.

“Omongan kontol”

Hatiku seketika sakit. Dia itu bukan lagi anak kecil, tapi kenapa dia memperlakukan aku seperti ini? Seolah aku bukan manusia yang punya perasaan.

Aku menatap layar ponsel dengan mata yang memanas. Apa aku terlalu rendah di matanya? Apa cintaku tidak ada artinya sama sekali? Semua pengorbananku, semua air mata yang kucurahkan, ternyata tak lebih dari bahan ejekan baginya.

Aku ingin berteriak, ingin menampar kenyataan bahwa aku mencintai seseorang yang hanya bisa menghina.

Tapi yang keluar hanya desah napas panjang, dan senyum getir yang terasa lebih pahit dari racun.

Tiba-tiba dia menelpon lagi. Tapi kali ini tidak ku jawab lagi. Tanganku justru gemetar saat mengetik pesan untuknya.

“Dan gue juga ngejadiin lo cinta terakhir gue. Gue gak bisa jatuh cinta lagi sama yang lain.”

Tak lama kemudian, balasannya masuk. Kata-kata yang seolah menuntut haknya,padahal itu jelas-jelas bukan hak dia.

“Ayo. Yaudah ayo, kalau emang lu sayang, pegang omongan lu yang bakal layanin gua. Bisa nggak? Nggak kan?”

Aku pun membalas pesannya.

“Tapi lo sendiri nyadar nggak sama kesalahan lo ke gue? Nyadar gak?”

Namun dia menjawab dengan dingin, seolah tak peduli dengan perasaanku.

“Alelh, bacot doang.”

Tak berhenti di situ, dia kembali menelpon. Kali ini langsung kutolak.

Aku lalu mengetik balasan.

“Gue dari kemarin juga layanin lo.”

Dan lagi-lagi, dia membalas dengan tuntutan yang menyakitkan.

“Ayo, buktiin kalau bener.”

Aku banting ponsel ke lantai bunyinya nyaris tumpas, tapi hatiku yang pecah tak sebiji pun rontok.Ponsel tak pecah, tapi aku hancur sampai berkeping-keping.

Aku menjerit dalam isak, seribu patah kata tak mampu menambal lubang di dadaku.

Keras lantai menahan ponsel, lembut tangis menahan sisa akal sehatku.

Aku mengambil kembali ponselku yang tadi sempat kubanting. Dengan air mata yang masih tumpah, aku membalas pesannya.

“Kan? Tapi apa? Lo blok gue tiba-tiba. Terus gue cerita tentang hal itu ke temen gue. Kata temen gue, lo emang nggak cinta sama gue.”

Tak lama kemudian, dia membalas seolah-olah tak pernah bersalah.

“Eh, kontol! Gue udah bilang HP gue dipinjem adek gue buat sekolah, anjing! Iya kan, sama-sama tolol lo sama temen lo.”

Aku terdiam, lalu tiba-tiba tertawa membaca balasannya.

Bisa nggak sih dia sekali saja nggak sekasar itu? Aku kan cuma bertanya, bukan menuduh.

Aku pun membalas pesannya,

“Kenapa gua harus di-block?” tanyaku padanya.

Tapi dia masih marah dan membalas.

“Kek tau gua aja temen lu, goblok.”

Aku mengabaikan ucapannya, lalu membalas lagi.

“Lagian gua nggak bakalan ganggu lo.”

Namun dia kembali menjawab dengan kasar.

“Karena pertanyaan lu itu kontol. Sampah.”

Aku tertawa sambil menangis. Rasanya hancur, dikecewakan oleh orang yang selama ini kusebut sebagai cinta terakhir.

Telepon dari dia kembali berdering, tapi aku mengabaikannya. Tidak kutolak, hanya kubiarkan sampai nada dering itu berhenti dengan sendirinya.

Setelah panggilan itu usai, aku pun membalas pesannya:

“Seseorang nge-block juga pasti punya alasan. Entah karena benci, atau karena ingin menyembunyikan sesuatu. Kan ada alasan juga lo nge-block gua. Gua cuma pengen lo jujur, nggak lebih.”

Namun dia tetap saja egois.

“Yaudah, ayo sekarang. Kan nggak gua block. Ayo. Ayo, kontol!” paksanya tanpa peduli perasaanku.

“Gua nggak minta lo buat cinta sama gua.”balasku.

Kuperhatikan katanya di layar seakan itu obat pahit yang kutelan sendiri.

Lalu aku tersenyum,dengan senyuman tipis dan getir,aku menatap bayanganku sendiri terpantul di kaca ponsel. Wajah yang sama yang dulu berharap, kini menatap dengan mata yang lain: lebih waspada, sedikit pegal, tapi entah mengapa juga mulai temaramkan sesuatu yang baru.

1
Maira_ThePuppetWolf
Ceritanya bikin aku merasakan banyak emosi, bagus bgt thor! 😭
Luna de queso🌙🧀
keren banget thor, aku suka karakter tokohnya!
PsychoJuno
Lanjutkan kisahnya segera ya, thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!