NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Suaminya tidur dengan mantan istrinya, di ranjang mereka. Dan Rania memilih diam. Tapi diamnya Rania adalah hukuman terbesar untuk suaminya. Rania membalas perbuatan sang suami dengan pengkhianatan yang sama, bersama seorang pria yang membuat gairah, harga diri, dan kepercayaan dirinya kembali. Balas dendam menjadi permainan berbahaya antara dendam, gairah, dan penyesalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terbuai Sentuhan, Terlukai Kenyataan...

Rania mematikan mesin mobil operasionalnya. Sunyi

Ia bersandar di kursi, memejamkan mata. Napasnya masih belum teratur. Dada naik turun. Sisa hangat bibir Askara masih terasa di lehernya.

“Astaga…” bisiknya pelan, jemari menutupi wajah. “Apa yang tadi aku lakukan…”

Bayangan tubuh Askara menekan tubuhnya di kursi belakang tadi, ciumannya yang rakus, tangan hangat yang sudah berani masuk ke balik blusnya, semuanya berputar lagi di kepala.

Sedikit lagi. Sedikit lagi, kalau saja parkiran proyek itu sepi.

Rania membuka mata. Pandangannya langsung jatuh ke jendela kamarnya.

Jendela itu seperti menertawakannya.

Karena di sana, dulu, ia pernah berdiri kaku. Melihat Niko dan Wulan bercinta tanpa rasa bersalah.

Pahit itu datang lagi, menohok perutnya. Tapi anehnya, rasa pahit itu bercampur dengan sesuatu yang baru. Panas. Mendebarkan.

Tangan Rania tanpa sadar menyentuh bibirnya sendiri. Lalu turun menyentuh leher, mengingat lagi bagaimana Askara tadi menciumnya sampai ia hampir lupa diri. “Kenapa tadi harus ada orang lewat…” gumamnya lirih. “Kalau saja… kalau saja aku berani… kita sudah… ah, gila, Ran…”

Ia menunduk, meremas celana kerja di pahanya.

Tadi, di kursi mobil Askara itu, ia bahkan sudah membuka sedikit kancing blus. Askara sudah separuh menindihnya, napas panasnya memenuhi ruang sempit itu.

Tangannya sudah di mana-mana. Dan ia tidak menghentikan. Malah menarik Askara makin dekat.

Rania menghela napas berat, lalu bergumam, suaranya pecah, seolah mengaku pada dirinya sendiri. “Aku menikmatinya. Astaga… aku suka saat dia bilang sayang. Aku suka saat dia menyentuhku. Aku ingin… aku ingin lebih, Askara.”

Ia menutup wajah dengan kedua tangan. Bahunya bergetar. Tapi ini bukan tangis. Lebih mirip frustrasi, karena tubuhnya sendiri menuntut kelanjutan yang tadi terhenti.

Sejenak ia menatap rumah itu lagi. Rumah yang dingin. Penuh rahasia.

Dan untuk pertama kali, ia benar-benar sadar. Apa yang tadi ia lakukan bersama Askara… membuatnya merasa hidup lagi.

Rania mengusap wajah, berusaha menenangkan degup jantungnya yang masih tak mau jinak. Ia mengintip bayangan dirinya di spion tengah. Rambut kusut, bibir bengkak, pipi memerah.

“Ran… gila… kalau Niko lihat kamu begini, habis sudah,” gumamnya sambil merapikan rambut dengan jari.

Ia meraih tisu di laci mobil. Menghapus sisa lipstik yang belepotan di ujung bibir. Merapikan lagi kancing blus yang tadi Askara pasangkan dengan terburu. Menarik celananya, agar jatuh rapi.. Parfum kecil di tas disemprotkan sekadarnya ke leher, menutupi aroma keringat dan jejak laki-laki lain yang masih menempel di kulit.

Setelah itu ia duduk tegak, menarik napas panjang beberapa kali. Menelan ludah, mencoba menghapus sisa gemetar di tangannya.

“Tidak boleh kelihatan,” bisiknya lirih. “Tenang. Masuk rumah seperti biasa. Tidak ada apa-apa.”

Ia sempat memejamkan mata sekali lagi sebelum membuka pintu. Namun saat kakinya menginjak tanah, sisa rasa dari tangan Askara yang tadi menyusuri pahanya kembali menyalak dari dalam tubuh.

“Kenapa harus berhenti, Askara…” suaranya nyaris tak terdengar.

Lalu ia memaksa bibirnya tersenyum tipis, mengunci mobil, dan melangkah menuju pintu rumah.

Langkah Rania berhenti di ambang pintu. Rumahnya ramai. Wajahnya langsung berubah ketika melihat Ibra terbaring di sofa, wajah anak itu memerah, matanya terpejam.

“Lho... Ibra kenapa?” suaranya meninggi. Ia buru-buru mendekat, menaruh tas di lantai.

Ayu, ibu mertuanya, berdiri menyambut. “Demam tinggi sejak sore. Tadi Wulan sudah bawa ke dokter, terus Ibra minta pulang ke sini.”

Rania berjongkok di samping sofa, menyentuh pipi Ibra. Panas. Napasnya sesak.

“Kenapa tidak ada yang memberi tahuku?”

“Kita semua panik, nggak kepikiran buat menghubungi kamu” jawab Ayu cepat. “Sudah... yang penting kan sekarang Ibra sudah di sini.”

Rania menoleh ke Wulan yang duduk di sisi sofa, kompres di tangan. Tatapannya menusuk. “Aku saja yang merawat Ibra malam ini,” ucapnya datar.

Wulan tidak menjawab. Ia hanya menunduk.

Ayu menarik napas panjang. “Rania, dengarkan dulu. Karena Ibra sakit, Wulan sementara tinggal di sini untuk merawatnya. Bagaimana pun dia kan ibunya. Apalagi kamu kan bekerja. Tidak mungkin kamu bisa menjaga Ibra erus.”

Rania mendongak. “Aku bisa, Ma. Aku bisa jaga Ibra. Aku minta izin kerja. Wulan tidak perlu tinggal di sinii.”

Niko ikut angkat suara, nadanya meremehkan. “Rania, jangan bikin repot. Ibra butuh ibu kandungnya. Lagipula kamu kerja. Masak dan beresin rumah saja tidak sempat... bagaimana kamu bisa merawat Ibra?”

Rania menatapnya tajam. “Aku tidak repot, Niko. Aku bisa mengatur waktu, demi Ibra. Lagipula... Mana mungkin aku mengizinkan mantan istri kamu untuk tinggal bersama kita. Apa ada jaminan kalau kalian tidak melewati batas?"

“Rania...” Niko mendengus, suaranya naik satu oktaf. Wulan menunduk. Entah sedih entah kesal. Yang pasti Ibu mertua Rania segera menghampiri, mengelus punggungnya, seolah Wulan adalah korban perasaan.

"Kamu tidak perlu khawatir, Rania... Wulan itu wanita baik - baik, tidak mungkin dia sampai macam - macam dengan Niko... Wulan disini semata - mata untuk Ibra," ucap Bu Ayu

Rania tersenyum miris. Dalam hati ia membulatkan tekad untuk membuka semuanya, sebelum berkata, "Mama sungguh percaya mereka tak akan melewati batas? Apa Mama tahu....

"Rania...!!!!" potong Niko, teriakannya sampai mengagetkan Ibra yang sedang terlelap. Wulan merangsek ke pelukan Ibu Ayu, pura - pura menangis. "Jangan keterlaluan kamu, apa....."

Sebelum Niko bicara lebih jauh, suara berat memotong.

“Berhenti!” bentak Pak Martin dari kursi tamu. “Kamu tidak bisa seenaknya izin untuk tidak bekerja di saat penting seperti ini. Pokoknya kamu harus ada di proyek, Rania!”

“Pa, itu bisa diatur,” jawab Rania berusaha menahan emosi. “ Saya bisa minta izin pada Pak Askara... beliau pasti akan mengerti."

Pak Martin menggebrak meja. “Memangnya siapa kamu sembarangan bicara dengan Askara dan minta izinnya? Apa kamu mau perusahaan kita dianggap tidak profesional?" Wajah Pak Martin merah padam, jarinya tegak menunjuk - nunjuk Rania.

"Nama perusahaan kita sedang jelek di mata mereka, jadi kamu harus perbaiki reputasi itu. Jangan karena urusan rumah, kamu jadi seenaknya!”

Rania mendengus pelan. “Reputasi?... Pa, bukan saya yang membuat reputasi perusahaan hancur... tapi... "

“Kamu jangan melawan!” suara Pak Martin semakin meninggi. “Kamu pikir mobil operasional itu datang dari langit? Itu tanda mereka sudah mulai percaya sama kamu. Jangan hancurkan kepercayaan itu!” ucap Pak Martin menunjuk mobil operasional di depan.

Rania mengepalkan tangan. “Kalau soal mobil, saya bisa kembalikan. Saya cuma tidak mau ada wanita lain seatap dengan keluarga saya."

Wulan akhirnya bicara, suaranya lembut, tangannya sibuk menyeka air mata yang tak seberapa. “Rania, aku cuma mau jagain Ibra. Tidak ada maksud lain. Aku tidak mau rebut Niko dari kamu.”

Rania menoleh cepat, tajam menatap Wulan, “Sungguh? kamu berani bersumpah?" tantang Rania.

“Rania, cukup!” tegur Niko. “Jangan bikin malu.”

Rania menatap suaminya tajam. “Malu? yang harusnya malu itu kamu, Nik.”

Suasana hening.

Pak Martin akhirnya menutup semua dengan suaranya yang bulat.

“Pokoknya... mulai malam ini Wulan tinggal di sini. Titik. Ibra butuh ibunya. Kamu kerja, tidak ada alasan lain."

Udara di ruang tamu mengeras.

Rania menghela napas pelan, lalu mendekap kepala Ibra yang panas. Mencium keningnya dengan lembut, sebelum ia beranjak meninggalkan ruangan. Tanpa pamit, tanpa basa basi. Lelah. Muak.

Bruuukkkk...

Pintu kamar tamu ditutup Rania keras, tanpa sopan santun.

"Rania... kamu...." Niko mengepalkan tangan, hendak menyusul Rania, ketika tangannya di tahan Wulan.

"Sudah Nik... Sudah... kasihan Rania," ujar Wulan dengan derai air mata

Ibu Ayu kembali merengkuh Wulan, "Sudah... jangan menangis... kamu memang baik, sayang. Si Rania saja yang keterlaluan... sudah,"

Malam itu rumah akhirnya mereda. Ibra dipindahkan ke kamar utama. Di sana sudah ada Wulan dan Niko, katanya supaya orang tua kandungnya bisa leluasa menjaga Ibra.

Rania tidak protes lagi. Percuma. Ia berdiam di kamar tamu di ujung lorong, menutup pintu rapat-rapat.

Kamar itu dingin, sepi, dan sedikit berdebu. Ia duduk di tepi ranjang, melepaskan kemeja kerjanya yang sudah kusut, lalu meraih ponsel di tas.

Layar ponselnya retak, baterai tinggal sedikit.

Ia membuka layar tanpa tujuan. Grup proyek, email, semua tidak menarik.

Di luar sana ia bisa mendengar samar suara Niko dan Wulan, seperti orang bercakap. Suara mereka membuat perutnya mual.

Bukan cemburu. Bukan. Ini soal harga dirinya.

Rania berbaring miring, memeluk guling. Matanya pedih tapi tak bisa menangis.

Lalu layar ponselnya menyala. Sebuah pesan masuk. Dari Askara,

"Sudah di rumah?"

Jari Rania berhenti di udara. Dadanya bergetar pelan. Ia menatap tulisan itu lama sekali.

"Sudah"

"Kamu baik - baik saja?" balas Askara.

"Entahlah." balas Rania

"Aku ada, jika kamu butuh,"

Rania menggigit bibirnya. Ia bisa merasakan ketulusan itu menembus layar.

"Kalau aku bilang aku capek sekali, apa kamu mau dengar?"

"Aku dengar. Semua. Sampai kamu kehabisan kata-kata."

Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya menetes. Ia tidak menjawab, tapi pesan baru masuk lagi.

"Tidurlah."

Rania menarik napas panjang, membalas dengan satu kata saja.

"Baik."

Ia menatap layar ponsel beberapa detik lagi sebelum meletakkannya di dada. Senyumnya tipis, getir, tapi ada hangat yang pelan-pelan menyusup ke sela-sela hancurnya hati.

Di luar kamar, suara langkah kaki terdengar samar. Rania memejamkan mata. Ia tidak ingin tahu.

(Bersambung).....

1
yuni ati
Lanjut tor
Anonymous
buat Rania menjauh dari rmh Niko,, dan blas dendam
Anonymous
pling malas bnget bacanya,, Rania trllu lemah,, mngkin yg menulis ini sifatnya bgmn y
Lily and Rose: Terima kasih sudah membaca kisah Rania, dan meninggalkan komentarnya Kak 🥰. Untuk sikap Rania yang tenang dan tidak tergesa - gesa, nanti ada hubungannya dengan pengambilan keputusan besar ya Kak. Kalau soal balas dendam, pasti ada.. karena setiap kejahatan pasti ada balasannya 🥰🥰🥰, nantikan bab selanjutnya ya Kak 🙏🏻😊😊
total 1 replies
Sara Famay
lanjut tor🥰🥰
Lily and Rose: Terima kasih sudah membaca kisah Rania… 🥰🥰🥰, author semangar update bab terbaru kalau dapet support begini 🥰
total 1 replies
Novita Sr
dihh goblok beud dah si rania
Lily and Rose: Terima kasih karena sudah membaca dan mengomentari Kak, untuk sikap Rania.. ini nanti ada hubungannya dengan apa yang dia putuskan. Rania ini memang orangnya tenang, tidak tergesa - gesa. Tapi ketika dia sudah memutuskan.. maka dia tidak akan berhenti, nantikan episode selanjutnya ya Kak 🙏🏻😊
total 1 replies
Halimatus Syadiah
lanjut
Lily and Rose: Siap di lanjut.. terima kasih sudah mengikuti kisah Rania, baca terus ya bab - bab selanjutnya 🙏🏻🥰🥰🥰🥰
total 1 replies
yuni ati
Mantap/Good/
Halimatus Syadiah
lanjut
Anonymous
buat keluarga Niko hancur,, dan buat anak tirinya kmbali sama ibux,, dan prlihatkn sifat aslix
Simsiim
Ayo up lagi kk
Kinant Kinant
bagus
Halimatus Syadiah
lanjut. ceritanya bagus, tokoh wanita yg kuat gigih namun ada yg dikorban demi orang disekelilingnya yg tak menghargai semua usahanya.
chiara azmi fauziah
kata saya mah pergi aja rania percuma kamu bertahan anak tiri kamu juga hanya pura2 sayang
Lily and Rose: Ah senengnya dapet komentar pertama 🥰… makasih ya udah selalu ngikutin novel author. Dan ikutin terus kisah Rania ya, bakal banyak kejutan - kejutan soalnya 😁😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!