Selama ini Amara memberikan kehidupannya kepada Dion dan mengabdikan diri sebagai istri yang sempurna. sudah 3 tahun sejak pernikahan tidak ada masalah pada rumah tangga. namun fakta lain membuat hati Amara begitu teriris. Dion berselingkuh dengan seorang wanita yang baru ia kenal di tempat kerja.
Amara elowen Sinclair berusia 28 tahun, wanita cantik dan cerdas. Pewaris tunggal keluarga Sinclair di london. Amara menyembunyikan identitasnya dari Dion Karena tidak ingin membuat Dion merasa minder. mereka menikah dan membina rumah tangga sederhana di tepi kota London.
Amara menjadi istri yang begitu sempurna dan mencintai suaminya apa adanya. Tapi saat semuanya terungkap barulah ia sadar ketulusannya selama ini hanyalah dianggap angin lalu oleh pria yang begitu ia cintai itu.
Amara marah, sakit dan kecewa. ia berencana meninggalkan kenangan yang begitu membekas di sisa sisa hubungan mereka. akankah Amara dapat menyelesaikan masalahnya?....
ikuti terus ya guysss
selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28
Edward baru saja tiba di apartemen Leo, dengan langkah lebar ia masuk dan meminta pelayan untuk membuka pintu kamar. Awalnya sang pelayan menolak, namun ia di ancam dan dagunya di cengkram kuat. Akhirnya ia membuka pintu kamar.
Dengan seringai jahat, Edward melepas cengkeramannya dan melangkah masuk ke dalam wilayah pribadi Leo. Sementara selama ini Leo sangat tidak suka jika ada orang lain yang masuk ke dalam sana tanpa izin darinya.
Edward mulai membuka setiap laci, ia sedang mencari sesuatu yang dari dulu tak pernah ia temukan. Saat beralih ke nakas, ia melihat sebuah foto terpajang di sana.
" Gadis ini, dia Amara." ucap Edward sambil menggenggam foto itu.
"Ternyata Leo mencintai Amara." ucapnya dengan tatapan tajam. " Baiklah, kita lihat sejauh mana cinta itu."
Edward pergi setelah tak menemukan apapun di dalam kamar Leo. " Jangan beritahu Leo apapun tentang hari ini, jika ketahuan mengadu, akan ku bunuh kamu. Buat kamarnya seperti tak pernah terjadi apa apa." ucap Edward.
" Ba..baik tuan." pelayan itu sudah sangat ketakutan hingga tubuhnya bergetar. Edward akhirnya benar benar pergi.
.
.
Di yayasan, Lily masih bersama dengan Leo dan Amara. Sekarang mereka duduk dan menikmati hidangan yang diberikan.
" Aunty cantik, kita selalu jadi pemenang dan om ganteng selalu kalah. Sepertinya om ganteng gak bisa main game." gelak tawa kecil dari Lily terdengar di dalam ruangan. Mereka memainkan beberapa permainan dan Leo selalu kalah.
Amara tersenyum ke arah Lily, " Tidak baik menertawai kekalahan orang lain." Amara menyentuh hidung Lily. Lalu tatapannya beralih pada Leo yang duduk di samping Lily. Kini mereka duduk bersama dan Lily berada di tengah.
" Iya aunty cantik, Lily paham. Maaf ya om ganteng." Lily menyentuh tangan Leo dan bergelayut manja pada lengannya.
"Iya ga apa apa, om lebih senang kalah daripada menang." ucap Leo.
Makanan sudah tiba, mereka mulai menikmati hidangan yang tersaji. Walaupun berasal dari keluarga kaya, Amara tak segan duduk bersama anak yayasan untuk makan bersama. Bahkan ia menyendokkan nasi dan lauk ke piring para anak anak.
Begitu juga dengan Leo, walaupun seorang CEO ia tak merasa jijik ataupun risih berdekatan dengan para anak panti.
" Oh ya, Beatrice dimana?." tanya Amara pada Leo.
"Sepertinya di sana." Leo menunjuk ke arah dapur dimana Beatrice sedang mengarahkan para penyaji.
Amara melambai ke arah Beatrice. Sesaat kemudian Beatrice sadar dan ikut melambai.
Beatrice mengisyaratkan agar mereka makan duluan, Beatrice masih sibuk mengurus bagian dapur. Amara paham dan mulai makan.
Hal tak terduga terjadi, Amara yang teledor menumpahkan kuah pada dress putihnya. Leo yang menyadari itu bergegas meraih tisu dan memberikannya pada Amara.
"Terimakasih." ucap Amara kemudian meraih tisu itu. Leo mengangguk dengan pelan. Seketika tatapan mereka beradu.
" Ah, aku harus ke kamar mandi." ucap Amara membuyarkan keadaan.
Amara bangkit dan berjalan pelan menuju kamar mandi. Sementara Leo terus menatapnya dari belakang. Di lain sisi, Beatrice juga melihat tingkah mereka.
" Beatrice, seharusnya kamu sadar jika Leo dari dulu mencintai Amara. Kamu sangat bodoh menaruh hatimu pada orang yang tak pernah bisa melupakan cinta lamanya." kini ekpresi Beatrice berubah menjadi sedih. Sejak kecil dia memang sudah mencintai Leo, dan saat mengetahui Amara menikah dengan orang lain Beatrice mulai berani berhayal bisa mendapatkan Leo. Namun sejak Leo kembali, ia tak pernah menganggapnya lebih dari sekedar teman. Bahkan Beatrice sempat salah paham jika kebaikan Leo selama ini karena sudah menyukainya, ternyata bukan. Leo membantunya karena ia seorang teman.
Di kamar mandi, Amara mulai membersihkan dress nya yang terkena kuah.
" Pakai ini." ucap Beatrice yang tiba tiba saja sudah berada di sana.
Amara meraihnya dan mulai meneteskan sedikit pada dress nya. Noda kuning itu perlahan-lahan memudar dan akhirnya menghilang.
" Terimakasih." ucap Amara.
Namun secara tiba tiba Beatrice memeluknya dengan erat. Beatrice meneteskan air mata. Amara bingung dengan apa yang terjadi. " Ada apa?." tanya Amara.
"Amara, terimakasih sudah datang." ucap Beatrice.
Amara heran, "Hey, ada masalah apa?. kenapa kamu menangis. Aku di sini katakan apa yang terjadi." ucap Amara.
Beatrice kembali memeluknya, " Maafkan aku."
"Ada apa?." tanya Amara.
" Aku merindukan persahabatan kita." ucap Beatrice. Di dalam lubuk hatinya yang terdalam ia merasa bersalah karena sudah marah saat melihat kedekatan Leo dan Amara.
" it's okey." Amara menghapus air mata Beatrice dan menenangkannya.
" Sudah jangan menangis lagi. Anak anak sudah menunggu, kita sebaiknya segera kembali." ucap Amara. Beatrice mengangguk dan mereka keluar dari kamar mandi.
.
.
Sementara itu kini Dion sedang bersandar pada sebuah pohon tua di taman. Ia kembali mengingat Amara. Taman inilah yang sering mereka datangi untuk menyegarkan pikiran. Amara yang ceria selalu mengukir tawa di wajah Dion. Hati Dion kembali berdenyut perih saat mengetahui jika ia sudah menyakiti belahan jiwanya sendiri.
Bayangan Amara yang menari nari di taman mengisi kepalanya. Gelak tawa dan canda Amara terdengar jelas di kupingnya seakan Amara benar benar hadir di sana.
" Amara." ucapnya lirih.
" Kamu butuh uang kan?."
Seseorang datang dan membuyarkan lamunan lamunannya. Ia melirik ke arah suara. Seorang pria dengan kaca mata hitam duduk di sampingnya.
" Siapa kamu?." tanya Dion.
" Kamu tidak perlu tahu siapa aku. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, aku bisa memberikanmu uang yang banyak jika kamu berhasil melakukan apa yang aku perintahkan." ucap pria itu.
" Apa yang kamu mau diriku?." tanya Dion mulai waspada.
" Tenang, aku hanya minta satu hal. Dan menurutku ini sangat gampang kamu lakukan."
" Melakukan apa?." tanya Dion yang tak mengerti.
" Tugas mu hanya satu, jika berhasil kamu bisa mendapatkan uang satu miliyar." tawarnya.
Mendengar uang sebanyak itu, Dion langsung terperanjat dan tak percaya. "Satu miliyar?." ucapnya.
" Ya, semua uang itu bisa kamu dapatkan." pria di hadapannya tersenyum miring.
" Jangan berani berani membohongiku!." Dion meraih kerah baju pria di hadapannya. Di jaman sekarang mana ada orang yang mau memberikan uang sebanyak itu, di tambah lagi hanya melakukan tugas gampang. Dion tak percaya.
" Tenang bro, aku bukan penipu." pria itu mengeluarkan ponselnya dan mulai mengotak atik benda pipih itu.
" lihat!. Semua uang ini hanya membutuhkan satu kali klik untuk berpindah ke rekening kamu. Jadi apa kamu masih tidak percaya?." pria itu mengarahkan layar ponselnya ke arah Dion.
Mata Dion membelalak melihat jumlah uang yang sangat fantastis di depan matanya. Perlahan ia melepaskan cengkeramannya pada kerah baju pria di hadapannya.
" Apa tugasnya?." Dion kembali duduk dan pandangannya ke depan.
Pria itu tersenyum " Tugasnya sangat gampang. Culik Amara dan bawa dia padaku!." pria itu melipat kedua tangan di dada dengan seringai licik.
" Apa?!." Dion terperanjat dan langsung berdiri.