NovelToon NovelToon
Dosenku Ternyata Menyukaiku

Dosenku Ternyata Menyukaiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Dosen / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Romansa / Slice of Life
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Luckygurl_

Camelia Sasongko punya segalanya, rumah megah, dan hidup yang tampak sempurna di mata siapa pun. Tapi di balik gemerlap itu, ia menyimpan kesepian yang tak bisa dibeli dengan apa pun.

Hingga sebuah pertemuan lewat aplikasi dating menghadirkan sosok asing yang perlahan memberi warna dalam hidupnya. Lelaki itu hadir tanpa nama besar, tanpa latar belakang yang jelas, tapi bisa membuat Camelia merasa, di anggap.

Tanpa ia tahu, ada seseorang yang telah lebih dulu menaruh perhatian, Girisena Pramudito, dosen muda yang dikenal perfeksionis dan karismatik. Dalam diam, ia menyimpan rasa, menyaksikan Camelia dari jauh, dan tak pernah punya keberanian untuk mendekat.

Saat dua dunia mulai bersinggungan, yang nyata dan yang hanya lewat layar, Camelia harus memilih, pada siapa hatinya benar-benar ingin bersandar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Luckygurl_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penyembuh luka

Malam kian larut. Beberapa batang rokok telah habis dibakar oleh Camelia, menjadi teman setia dalam kesendiriannya yang dipenuhi kegalauan.

“Bagaimana bisa? Dan kenapa aku nggak menyadari dari suaranya?” gumam Camelia pelan.

Andai ia lebih peka, barangkali ia akan menyadari bahwa suara Sena dan Gray begitu mirip atau lebih tepatnya, identik. Tapi anehnya, selama melakukan panggilan dengan Gray, ia tak pernah sekalipun menaruh curiga.

Tak ada satupun firasat yang timbul dalam benaknya bahwa Gray adalah sosok yang sama dengan Girisena Pramudito, dosen yang kini tengah berusaha menembus tembok pertahanannya.

“Apa aku terlalu menyangkal?” gumamnya lagi, nyaris tak terdengar.

Namun lebih dari sekadar rasa kaget, Camelia kini diliputi rasa malu yang tak bisa ia redam. Betapa tidak, ia pernah dengan santainya menceritakan banyak hal tentang Sena kepada Gray, padahal kenyataannya, Gray adalah Sena itu sendiri.

“Brengsek! Tolol banget, sih!” rutuknya, lalu menepuk-nepuk kepalanya sendiri dengan frustasi.

Rasanya ia tidak punya cukup muka, apalagi keberanian, untuk menatap wajah Sena besok di kampus. Ingin rasanya ia menghilang dari muka bumi. Atau, setidaknya, tidak perlu lagi bertemu Sena sampai waktu yang tidak ditentukan.

Pandangan matanya kini jatuh pada ponsel yang tergeletak di atas buku terbuka dengan selembar kertas tua yang tadi ia baca. Biasanya, di jam segini Gray akan menelepon. Tapi bukan, bukan Gray, melainkan Sena. Camelia mengernyit, bingung sendiri.

Jadi sekarang, kamu rindu Gray, atau Sena? batinnya, nyaris tertawa sumbang oleh pikirannya sendiri.

Itulah Camelia. Gadis yang tidak pernah benar-benar memahami isi hatinya. Ia sendiri tak yakin, apakah sedari awal hatinya memang sudah tertarik pada Girisena Pramudito, ataukah perasaan itu muncul belakangan? Atau bisa jadi, hatinya pun ikut menyangkal, seperti dirinya yang enggan mengakui bahwa ia perlahan mulai luluh.

Satu hal yang pasti, trauma masa lalu telah mengajarinya untuk berhati-hati. Sangat berhati-hati. Ia tak bisa, atau lebih tepatnya, tak ingin sembarangan membuka hati. Ia sangat selektif, terhadap siapa yang boleh masuk dan membangun kepercayaan di dalamnya.

Dalam kekalutan itu, Camelia teringat begitu banyak hal yang perlahan-lahan membuka matanya tentang cinta yang selama ini ditunjukkan oleh Sena. Bukan lewat kata-kata manis atau rayuan semu seperti laki-laki lain yang pernah hadir di hidupnya. Tapi lewat hal-hal yang lebih nyata, tulus dan mendalam.

Mulai dari dress rancangan tangan Sena sendiri, yang katanya hanya cocok jika dipakai oleh Camelia. Bukan sekadar desain biasa, tapi mahakarya penuh detail yang dibuat sepenuh hati dan yang lebih mengguncang, adalah lukisan besar dirinya yang tergantung di studio Sena, lukisan yang sudah ada sejak dua tahun lalu.

Damn! Ini sinting.

Gila dan terlalu sulit untuk dipahami dengan pikiran waras, batinnya bergemuruh.

Selama itu, Sena mengaguminya? Mencintainya diam-diam tanpa sekalipun mengisyaratkan?

Camelia memejamkan mata sejenak, ingatannya mundur pada momen-momen sederhana yang kini terasa penuh makna. Bagaimana setiap tatapan Sena selalu tenang. Bagaimana dia selalu hadir di waktu-waktu paling tak terduga namun paling dibutuhkan. Semua terasa seperti kebetulan, tapi kini ia sadar, tak ada yang benar-benar kebetulan jika menyangkut perasaan sedalam itu.

“Selama ini dia menyembunyikannya begitu rapat? Dan aku... bahkan tak sadar sedikitpun?” monolognya penuh penyesalan.

Semuanya bermula dari sebuah tumpangan pagi itu. Sebuah perjalanan yang seharusnya biasa saja, namun justru menjadi celah. Celah yang membuat Camelia seakan membuka sedikit ruang dalam hatinya, ruang yang ternyata sudah lebih dulu diisi oleh Sena.

Namun, semua itu menjadi rumit sejak nama Gray masuk ke dalam hidupnya.

Sosok yang terasa asing namun mengerti dirinya luar dalam. Suara yang selalu ia tunggu-tunggu setiap malam. Kalimat-kalimat yang menenangkan dan perasaan yang tumbuh perlahan. Tapi kini, setelah semua terbongkar, Gray tak lain adalah Sena, Camelia merasa seperti dipermainkan oleh kenyataan.

“Jadi... apa yang harus aku lakukan sekarang?”

Melepaskan Gray? Tapi bagaimana mungkin, jika Gray adalah sosok yang selalu membuatnya nyaman?

Namun, menerima Sena? Bukankah itu berarti mengakui bahwa selama ini ia juga menyimpan perasaan yang sama? Perasaan yang berusaha ia bantah, ia tolak, ia anggap tak ada.

Camelia meremas rambutnya, frustasi.

"Aku terlalu takut, terlalu lama bersembunyi di balik luka masa lalu. Tapi sekarang, aku bahkan tak tahu luka mana yang lebih besar, dikhianati oleh orang asing, atau ditipu oleh perasaanku sendiri."

Saat pikirannya kembali pada semua hal yang Sena lakukan selama ini, Camelia tak bisa menahan air matanya yang jatuh begitu saja. Mungkin, perasaannya selama ini bukanlah kebingungan, tapi penyangkalan. Sekarang, luka-luka itu sedang mencari cara untuk sembuh.

......................

Di sisi lain, Sena termenung di dalam studionya yang sunyi. Cahaya temaram menggantung di langit-langit, menyorot lukisan yang telah dua tahun menjadi teman setianya setiap malam.

Lukisan wajah Camelia, dengan senyum tipis yang tak pernah gagal membuat detak jantungnya berpacu lebih cepat, menjadi pusat dunianya.

Ia berdiri di hadapannya, memandangi setiap goresan kuas yang ia buat dengan perasaan yang kini semakin dalam. Nama Camelia kembali terlantun dalam doanya malam ini. Seperti malam-malam sebelumnya, ia tak pernah absen menyebutnya.

Ironis, pikirnya getir.

"Gadis yang selama ini aku kejar mati-matian, yang aku doakan siang malam, ternyata adalah suara yang menemaniku setiap malam. Dalam tawa, gerutu, dan tangisnya sebagai ‘Malika’." Ia menunduk, menggenggam rambutnya frustasi.

"Kenapa aku nggak peka? Kenapa aku nggak bisa mengenali kalau suara lembut yang selalu bikin aku tenang itu adalah Camelia? Kenapa, justru saat dia menjadi dirinya sendiri, aku malah merasa lebih jauh?"

Sena membuang napas keras. Ia jatuh duduk ke single sofa yang berada di sudut ruangan, tepat menghadap lukisan itu. Kepalanya ia sandarkan di punggung sofa, tangannya mengepal, bukan marah tapi takut. Bukan pula frustasi, tapi cemas.

Cemas kalau setelah ini, Camelia benar-benar memilih untuk pergi menjauh darinya. Tidak lagi jadi Malika, dan tidak lagi jadi Camelia, dan yang lebih menakutkan tidak lagi jadi siapa pun yang mengisi hidupnya.

"Aku nggak bisa kehilangan dia. Aku akan tetap perjuangkan cinta ini, harus." gumamnya lirih.

Lalu pelan, jemarinya menyentuh bibirnya sendiri, mengulang rasa yang masih melekat jelas. Ciuman pertama mereka di trotoar malam itu. Manis dan hangat, liar tapi lembut. Camelia tidak menolak. Bahkan saat itu, ia memejamkan mata, seolah ikut tenggelam dalam rasa yang sama.

"Apa itu artinya dia sudah membuka hatinya untukku?"

Dalam hatinya, ia tahu betul tidak ada yang kebetulan dalam cerita ini. Dari ribuan nama di aplikasi kencan, ia bertemu dengan Malika. Sosok yang tak menghakimi, yang membuatnya tertawa bebas, yang mau mendengarkan keluh kesahnya soal studio, tentang pekerjaan, tentang hidup. Sosok yang diam-diam, justru adalah Camelia, gadis yang setiap pagi membuat jantungnya melonjak tak karuan.

Kini semua itu menyatu. Seolah semesta memang sedang menyatukan dua garis takdir yang awalnya paralel.

Jodoh itu urusan Tuhan. Tapi takdir bisa diperjuangkan, pikirnya. Sena sudah lama memilih siapa yang ingin ia perjuangkan. Sejak malam-malam itu, waktu di mana langit paling dekat dengan bumi, satu nama selalu ia lantunkan dalam doa, Camelia Sasongko.

......................

*Beberapa hari setelahnya.

Camelia terbaring di ranjangnya, tubuhnya panas dan menggigil bersamaan. Suaranya serak, dadanya berat karena batuk yang tak kunjung reda, dan kepalanya terus berdenyut seperti digetarkan amarah yang ia pendam terlalu lama.

Tapi anehnya, bukan demam atau batuk yang paling menyakitkan, melainkan kenyataan bahwa selama hampir tiga hari ia terbaring lemas, kedua orangtuanya, Edo dan Rindi, bahkan tak sudi menengoknya barang sejenak.

Tak satu langkah kaki pun terdengar menujunya. Tak ada suara ketukan pelan di pintu, tak ada panggilan lembut dari sosok ibu yang bertanya apakah anak gadisnya sudah makan. Bahkan sekadar suara langkah terburu-buru sang ayah yang selama ini keras pun tak muncul.

Mereka benar-benar nggak peduli atau mungkin memang dari awal, tak pernah peduli?

Camelia hanya diam. Di balik tubuhnya yang lemah, hatinya kian membeku. Obat-obatan yang sudah diracik oleh dokter pribadi keluarganya hanya tergeletak di atas nampan, tak tersentuh. Sup hangat yang dibawa oleh maid pun hanya mendingin begitu saja di meja kecil sebelah tempat tidur. Tidak ada nafsu makan, tidak ada semangat dan tidak ada daya yang tersisa hanya luka dan sesak.

Kalau sakit gini aja nggak cukup bikin mereka datang, mungkin aku emang nggak sepenting itu, batinnya lirih.

Pandangan Camelia buram oleh air mata yang enggan tumpah. Di sudut matanya, segala hal yang selama ini ia tahan mulai menggenang. Luka lama, luka baru, semuanya bercampur menjadi satu.

Sakit ini, bukan sekadar flu. Ini tubuhku yang akhirnya menyerah karena pikiranku lelah, hatiku letih.

Tangannya gemetar saat ia coba menggapai gelas air putih, tapi kembali jatuh. Tubuhnya lemah, selemah hatinya yang tak punya lagi pegangan. Semua seperti menjauh darinya, orang tuanya, bahkan dirinya sendiri. Ia merasa asing dalam tubuhnya sendiri.

Malam turun, dan Camelia menggigil sendirian. Ia tarik selimut sampai ke dagu, seperti sedang berusaha menyelimuti luka-luka yang tak terlihat di dalam dadanya.

“Kalau bisa milih, aku pengin hilang dulu sebentar dari dunia ini.” gumamnya lirih.

Camelia menghembuskan napas panjang. Mungkin, bukan dunia yang harus berhenti menyakitinya, tapi dirinya sendiri yang harus mulai menyembuhkan dirinya perlahan. Tapi bagaimana cara sembuh, saat luka itu datang dari orang yang paling kamu harapkan tidak akan melukaimu? Sambil memejamkan mata, Camelia mulai mencoba berdamai dengan satu hal paling sederhana, dirinya sendiri.

Sementara itu, di sisi lain kota. Sena duduk di tepian ranjang. Sejak beberapa malam terakhir, ia lebih banyak menghabiskan waktu dalam hening. Tidak ada tawa-tawa Gray yang biasanya menghibur Camelia melalui telepon. Hanya lirih suara doanya yang mengisi ruang malam.

Tangan Sena bergetar sedikit saat menyebut nama itu dalam doa. Bukan Malika, tapi Camelia.

"Tuhan… jaga dia. Kalau memang bukan aku yang terbaik untuknya, setidaknya beri dia laki-laki yang bisa membuat dia tersenyum setiap hari."

Sebab Sena pernah membaca satu kutipan yang kini terpatri dalam hatinya, ‘Jika kamu mencintai seseorang yang terus berada dalam hatimu, maka doakanlah dia, langitkan namanya. Tuhan menaruh dia di hatimu karena sebuah alasan. Sebab bukti cinta paling nyata adalah doa.’

Malam itu, Sena hanya bisa bersandar pada harapan, bahwa Camelia tahu, meskipun ia tak selalu menunjukkan dengan sempurna, cinta itu nyata dan akan terus ada, bahkan ketika Camelia terlalu marah untuk bicara padanya.

1
Iristyaaa
ini up nya kpan sih? capek bolak balik mulu😭
Iristyaaa
ini kpn up lg nya thorrr
Iristyaaa
bikin camelia yg ngejar2 sena dong thorrrr😭 kasian senaaa
Iristyaaa
gregetttttt bgt sma camelia ya tuhan😭
Lucky ᯓ★: heheh kenapa tuh kak /Chuckle/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!