"Bang Akbar, aku hamil!" ucap Dea di sambungan telepon beberapa Minggu lalu.
Setelah hari pengakuan itu, Akbar menghilang bagai di telan bumi. Hingga Dea harus datang ke kesatuan kekasihnya untuk meminta pertanggungjawaban.
Bukannya mendapatkan perlindungan, Dea malah mendapatkan hal yang kurang menyenangkan.
"Kalau memang kamu perempuan baik-baik, sudah pasti tidak akan hamil di luar nikah, mba Dea," ucap Devan dengan nada mengejek.
Devan adalah Komandan Batalion di mana Akbar berdinas.
Semenjak itu, Kata-kata pedas Devan selalu terngiang di telinga Dea dan menjadi tamparan keras baginya. Kini ia percaya bahwa tidak ada cinta yang benar-benar menjadikannya 'rumah', ia hanyalah sebuah 'produk' yang harus diperbaiki.
Siapa sangka, orang yang pernah melontarkan hinaan dengan kata-kata pedas, kini sangat bergantung padanya. Devan terus mengejar cinta Dealova.
Akankah Dealova menerima cinta Devan dan hidup bahagia?
Ikuti perjalanan Cinta Dealova dan Devan hanya di NovelToon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 : Kemesraan Di ujung Perpisahan
Salam Perpisahan
Malam itu, dalam kekuasaan Tante Kartini, keputusan mereka berpisah dengan cara baik-baik. Meskipun tidak pernah usai perasaan yang ada di antara mereka. Jantung mereka masih berdebar saat saling beradu pandang. Kesedihan mengikat dan mencengkeram erat di hati mereka saat kata pisah terucap.
Devan dan Kartini mengantar Dea hingga ke rumah kost yang baru. Devan bersikukuh turun dari kendaraannya ingin mengantar Dea sampai ke depan pintu kamar, dan meninggalkan mamanya di mobil. Hingga langkah kaki mereka sampai di ujung lorong dimana kamar Dea berada.
"Sepi sekali?!" tanya Devan heran.
"Di lorong ini hanya tiga kamar yang terisi. Dua kamar lainnya sedang kosong. Penghuninya pulang ke Sumatera," ucap Dea mengamati tingkah Devan yang terlalu waspada.
"Kamu nggak takut? Atau lebih baik kamu tinggal sama mamaku, De... " ajak Devan
Dea menggeleng, "Aku takut sama kamu mas," sindir Dea. Devan tersenyum nakal.
Mereka berdiri berhadapan di depan pintu kamar yang masih terkunci. Devan menarik tubuh Dea, memeluknya dengan erat.
"Aku tidak rela melepaskan mu, Dea. Tidak bisakah kamu rubah keputusanmu, hmm... " bujuknya dengan nada lembut dan menggoda.
"Mas, jangan seperti ini. Keputusan ini adalah yang terbaik untuk kita."
"Apa karena Akbar? Kamu sudah memilih Akbar untuk menjadi pendampingmu?" Devan membingkai wajah Dea dengan tatapan mata sendu.
Dea mengernyitkan keningnya, 'Kenapa dia menuduh akbar sebagai penyebab?' bisik Dea dalam hatinya. Namun, tidak ada salah jika kecurigaan Devan ia benarkan.
"Hem... Iya," jawab Dea memalingkan wajah tidak berani menatap mata Devan.
Ia harus mencari alasan agar Devan tidak terus memaksa melanjutkan hubungan terlarang ini. Meski sejauh ini dea selalu menghindari Akbar, tidak pernah memberi celah pada Akbar untuk mendekatinya.
"Tatap mataku, De. Apa karena sudah ada Akbar di hatimu!" desak Devan.
Dea memberanikan menatap manik mata Devan yang berwarna kecoklatan. Berusaha meyakinkan untuk membenarkan praduga Devan.
"Kamu bohong! Kamu hanya mencintaiku, De!" cecar Devan menatap lekat manik mata Dea.
Ketegangan berbeda mengikat hati mereka. Saling menginginkan, mereka menginginkan lebih dari sekedar kata untuk menyampaikan perasaannya saat ini.
"Mas... " rintih Dea, pertahanannya runtuh saat mata mereka saling beradu, debar jantungnya semakin berdegup dengan kencang, tanpa sadar ia meremas tangan Devan yang masih membingkai wajahnya.
Devan menatap wajah Dea yang sayu dengan intens tatapan mereka memberikan signal ribuan makna, lalu tangan kirinya berpindah menahan tengkuk Dea dengan lembut.
Dia memberanikan diri mengecup bibir Dea lembut dengan perasaan terluka karena harus berpisah. Kecupan yang awalnya lembut kini semakin menuntut, di antara mereka tidak ada yang ingin saling melepaskan dengan perasaan menggebu dan berkecamuk. Sedih, terluka dan kerinduan yang tidak pernah bisa padam.
Hand bouquet terlepas dari tangan Dea. Kedua tangannya yang bebas kini meremas punggung Devan dengan sentuhan hangat, sentuhan yang tidak pernah Devan dapatkan saat bermesraan dengan Kasandra. Lama bibir mereka saling membalas, Dea melepaskan lebih dulu dengan napas terengah dan ini adalah ciuman pertama bagi Dea. Dadanya semakin perih menikmati kemesraan di ujung perpisahan.
"Mas, sudah. Kita harus berpisah," rintih Dea dengan suara tercekat.
"Aku tidak bisa melepaskan mu, sayang. Dea... hanya kamu lah cintaku, satu-satunya perempuan yang aku cintai setelah mama," ucap Devan, suaranya berat dan bergetar menahan kesedihan.
"Tapi aku tidak bisa... " jawab Dea.
Devan kembali mendaratkan kecupan intens di bibir Dea, gadis itu meronta dan mendorong dada Devan. Namun, disisi lain ia juga masih menginginkannya. Pukulan tangannya di dada Devan melemah, menikmati setiap sentuhan bibir yang Devan berikan. Meleburkan segala perasaan yang selama ini terikat norma. Mereka merobek ikatan yang membelenggunya hingga suara desahan lembut menghentak kesunyian.
Devan mendorong lembut tubuh dea hingga punggungnya bersandar daun pintu yang terbuat dari jati.
"Mas... " lirih suara Dea
"De... " Devan memeluk erat tubuh rampingnya.
Kini kening dan ujung hidung mereka saling bertemu dan menyatu, berbagi napas dengan deru yang tidak beraturan.
"Ini tidak boleh terjadi, mas," ucapnya dengan napas tersengal. Tangan mungil dengan jari-jari lentiknya meremas pingang Devan dengan erat. "Kita harus berpisah," ucapnya lagi.
"Bagaimana jika kita kabur ke luar negeri, De. Aku siap meninggalkan segalanya," ucap Devan lirih
"Mas, itu tidak boleh. Semua orang akan tersakiti dengan ulah kita. Terutama putri mas," tolak Dea.
"Aku tidak sanggup kehilanganmu," balasnya. Ia membenamkan wajahnya di ceruk leher Dea dengan Isak yang tertahan. Menghirup dengan kuat aroma tubuh kekasihnya, untuk menjadi kenangan yang tidak pernah ia lupakan.
"Tidak, mas. Itu tidak boleh terjadi!" Dea mengusap lembut kepala devan. "Mas seorang ayah yang baik, jangan sakiti hati darah daging mas sendiri. Aku tidak bisa memaafkan diriku jika mas kehilangan cinta dari putri mas," ucap Dea, airmata lolos dari mata beningnya. "Jika... Kita berjodoh, suatu saat Tuhan akan mempertemukan kita di versi terbaik." Dea berusaha melepaskan pelukan Devan.
"Aku mohon tunggu aku... aku akan menyelesaikan urusanku dengan Kassandra secepatnya, percayalah, De," bisik Devan
Dea mengangguk dengan mengulas senyuman. Walaupun di hatinya, ia sudah bertekad ingin pergi sejauh mungkin meninggalkan Devan dan kota Semarang-Solo dengan segala kenangannya.
Terakhir kali, Devan mengecup kening Dea dengan perasaan yang mendalam, begitu lama, seakan mengumpulkan keihklasan dan kepasrahan di dadanya. Setelahnya ia menurunkan Dea dari gendongannya lalu melangkah mundur. Dea melambaikan tangan dan seulas senyuman, baru ia membalik tubuhnya di ujung tangga dengan sesekali menoleh ke arah gadis yang masih berdiri tegar di depan pintu.
Mencari Sekutu
Di halaman parkir rumah kost yang Dea tempati, dua mobil yang sejak tadi diam membisu menjadi saksi kemesraan yang baru saja Dea dan Devan lakukan. Dua pasang mata yang semakin memerah menahan tangis dengan dada yang terbakar oleh api cemburu. Kedua pasang mata mereka merekam dengan jelas apa yang dua sejoli itu lakukan.
Kasandra tahu jika malam ini adalah berakhirnya hubungan Dea dan Devan. Ia berhasil menekan Kartini agar memisahkan Dea dan Devano dengan ancaman akan membawa Zie pergi keluar negeri, jika Dea dan Devan masih bersama.
Namun, Kassandra tidak menyangka. Cinta Devan dan Dea terlalu kuat untuk dipisahkan. Dea bukan hanya sebuah pelarian saat Devan lelah terhadap rumah tangga mereka, tapi Dea sudah mengambil seluruh hati Devan tanpa tersisa.
Kasandra meremas kemudinya dengan geram. Kilat api amarah mewarnai manik matanya yang hitam pekat. Ia harus mencari cara agar bisa memisahkan Devan dari wanita yang dia sebut pelakor itu.
Setelah mobil Devan pergi, seseorang keluar dari mobil berwarna hitam. Lelaki memakai Hoodie itu membanting hand bouquet yang ia pesan di florist Laras. Ia menginjak-injak bunga tulip berwarna pink itu dengan teriakan yang tertahan. Dia adalah...
Andi Akbar Jauhari.
Kasandra yang semula ingin melabrak Dea dengan amarah yang meluap-luap, mengurungkan langkahnya dan kembali masuk ke dalam mobil. Matanya bagai CCTV merekam semua yang terjadi di halaman parkir bangunan kostan dua lantai itu. Seakan menemukan emas dari dasar goa. Seringai licik terbit di wajahnya yang penuh amarah.
Keesokan harinya, Kassandra sudah rapih dengan seragam istri prajurit di kesatuan suaminya. Baju setelan semi jas berwarna ungu muda sudah melekat di tubuhnya yang tinggi semampai dan langsing. Hari itu, ia harus menghadiri acara seminar dan dilanjut pemutaran film dokumenter di kesatuan suaminya.
Lipstik warna nude menjadi pilihannya saat ini, kontak lens berwarna warni yang biasa ia pakai kini ia tanggalkan. Ia memilih memakai kacamata dengan frame bulat bingkai warna hitam, terkesan feminim dan lembut. Di jarinya kini hanya tersemat satu buah cincin sederhana tanpa berlian. Rambutnya dia Cepol rapih dengan menyemprotkan parfum rambut yang harum semerbak.
Kesederhanaan yang ia tampilkan seakan kontras dengan parfum mahal limited edition yang menggambarkan kekayaan dan kemewahan dunia kelas atas.
Kassandra melangkah dengan pasti, setiap hentakkan kakinya seakan penuh perhitungan dengan dada yang berdebar mengatur siasat. Ia keluar dari pintu rumah yang kini sepi dan sunyi. Semenjak jatuhnya talak yang diucapkan Devan dengan suara tegas dan lantang, ia hidup sendiri.
Devan menugaskan lima orang maid di rumah itu untuk memastikan semua aman terkendali.
Devan pergi membawa Putri kecilnya dan tinggal bersama mamanya. Kasandra tidak dapat mengelak saat Devan membeberkan kelakuannya di arisan brondong bersama teman sosialitanya disertai bukti kemesraan Kasandra dengan pria bayarannya. Papa dan mertuanya terpaksa mengabulkan keinginan Devan meninggalkan rumah bersama Zie, dengan syarat, tidak menceraikan Kasandra secara resmi di kesatuan militer yang menaunginya.
Secara hukum, Kasandra masih istri sah Devan. Walaupun kata talak sudah digaungkan. Dan mereka sudah pisah rumah.
status pernikahan devan dulu pun diketahui bukan dari devan.
kasihan dea.
berarti dea tidak hamil diluar nikah.
🌹untuk Akbar