Yuan Sheng, kultivator terkuat yang pernah ada, bosan dengan puncak kesuksesan yang hampa. Tak ada tantangan, tak ada saingan. Kehidupannya yang abadi terasa seperti penjara emas. Maka, ia memilih jalan yang tak terduga: reinkarnasi, bukan ke dunia kultivasi yang familiar, melainkan ke Bumi, dunia modern yang penuh misteri dan tantangan tak terduga! Saksikan petualangan epik Yuan Sheng saat ia memulai perjalanan baru, menukar pedang dan jubahnya dengan teknologi dan dinamika kehidupan manusia. Mampukah ia menaklukkan dunia yang sama sekali berbeda ini? Kejutan demi kejutan menanti dalam kisah penuh aksi, intrik, dan transformasi luar biasa ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wibuu Sejatii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3.8 : Batu Mentah Dari Myamar
Wu Yuan dan dua orang dari Keluarga Fang berdiri di dekat tumpukan batu mentah dari Myanmar.
“Nak Wu Yuan, apakah kamu sudah dapat memilih batu mana yang akan kita beli?”
Wu Yuan, yang sejak tadi menyebarkan Kesadaran Ilahinya, merasakan banyak batu yang mengandung energi spiritual, tetapi belum menemukan batu yang benar-benar spesial. Di sekitarnya, banyak orang sudah memilih dan mengangkat batu-batu pilihan mereka.
“Pak Tua Fang, sebenarnya batu-batu ini dapat dikatakan hampir semuanya berisi, tapi saya belum menemukan yang spesial. Mohon bersabar.”
“Hmmm… Begitu.”
Fang Diwang, yang terus berada di dekat Wu Yuan, menganggukkan kepalanya. Sementara itu, Fang Ling selalu menuntun tangan kakeknya agar tidak terjatuh.
“Itu…!! Tuan Fang, saya memilih batu itu terlebih dahulu.” Wu Yuan menunjuk sebuah batu berukuran setengah drum, dan dia merasa dari batu tersebut menyebar energi spiritual yang lumayan kental.
Pak Tua Fang Diwang langsung memerintahkan beberapa orang pekerja mengangkut batu yang ditunjuk oleh Wu Yuan. Pak Tua Fang Diwang bahkan tidak akan bertanya apakah batu yang ditunjuk oleh Wu Yuan itu berisikan giok bermutu tinggi atau tidak, karena dia ingin memberikan kepercayaan mutlak kepada Wu Yuan. Ini hanya sebagai ujian bagi Wu Yuan dari Pak Tua Fang Diwang.
Setelah lebih dari satu jam, akhirnya Wu Yuan telah memilihkan lima belas batu mentah untuk Pak Fang Diwang.
“Bawa semua batu itu menuju mesin pemotong batu.”
Terdengar suara Pak Tua Fang Diwang memerintahkan para pekerja mengangkut batu-batu pilihan Wu Yuan. Saat Wu Yuan akan mengikuti mereka, tiba-tiba terdengar suara yang familier di sampingnya.
“Saudara Wu Yuan…”
Wu Yuan membalikan tubuhnya dan melihat seorang wanita muda berusia dua puluh dua tahun dengan pakaian ketat berwarna merah yang menampilkan lekuk tubuhnya yang aduhai serta berwibawa.
“Eh… Kak Gin Ling, kapan kamu sampai di sini?”
“Saya sudah dari tadi berada di sini. Saya hanya menunggu kamu memilihkan batu-batu itu untuk Pak Fang Diwang, dan setelah kamu selesai memilih, tolong pilihkan juga batu untuk saya, hehehe.”
“Ohh… Baiklah, Kak Gin Ling. Beberapa banyakkah yang Kak Gin Ling perlukan?”
“Enam buah batu saja cukuplah.”
“Ohh… Baiklah, mari, Kak.”
Segera saja Wu Yuan kembali menyebarkan Kesadaran Ilahinya menuju batu-batu mentah itu. Hanya dalam waktu setengah jam, Wu Yuan telah memilihkan enam buah batu mentah untuk Gin Ling.
Saat Wu Yuan akan pergi ke tempat di mana Pak Tua Fang Diwang berada, Gin Ling bertanya kepada Wu Yuan lagi.
“Saudara Wu Yuan, kalau boleh tahu, di manakah rumahmu?”
“Ehh… Saya masih kos di Jalan Manzhouli nomor tiga, Kak.”
“Ohh… Baiklah, mungkin besok saya akan menghubungi kamu lagi.”
“Ya, baiklah, Kak. Bila ada perlu, hubungi saja saya. Sekarang saya permisi, Kak, karena mau menemui Pak Tua Fang Diwang.”
“Ya, silakan, Saudara Wu Yuan.”
Maksud Gin Ling menghubungi Wu Yuan adalah untuk memberikan upah karena telah memilihkan batu untuknya, tapi karena belum ada bukti isi batu yang dipilih oleh Wu Yuan, dia masih ragu. Jadinya dia memilih untuk memotong batu-batu yang dipilih oleh Wu Yuan. Kalau memang batu itu semuanya dapat menguntungkannya, maka Gin Ling juga tidak akan segan-segan memberi hadiah kepada Wu Yuan.
Tadi saat Wu Yuan berbicara dengan Gin Ling, cucu Pak Tua Fang Diwang yang bernama Fang Ling menatap Wu Yuan dan Gin Ling mengobrol, merasakan hatinya sedikit tidak nyaman. Dia merasa heran, karena dia tidak merasa memiliki hubungan apa pun terhadap Wu Yuan, namun dia merasa hatinya saja yang tidak nyaman. Apalagi dia melihat Wu Yuan memilihkan batu untuk Gin Ling dan mereka tampak akrab, membuat Fang Ling semakin tidak enak hati. Tapi sekarang, saat Wu Yuan mendekati mereka yang saat ini berada di dekat mesin pemotong batu, Fang Ling menatap Wu Yuan dengan tatapan sedikit marah.
Batu yang dipilih oleh Wu Yuan telah terpotong sebanyak tujuh buah, dan semuanya mengandung giok bermutu tinggi. Hal ini membuat Pak Tua Fang Diwang sangat kagum dengan batu-batu pilihan Wu Yuan. Tidak ada satupun dari tujuh batu pilihan Wu Yuan yang mengecewakan Fang Diwang, semuanya berisikan giok bermutu tinggi, dan yang pastinya membuat Pak Tua Fang Diwang untung besar, hingga puluhan kali lipat dari modal.
Saat Fang Diwang melihat Wu Yuan mendekatinya, dia pun tersenyum dan melambaikan tangannya kepada Wu Yuan agar Wu Yuan mendekatinya.
“Maaf, Pak Fang, tadi ada teman yang meminta tolong kepada saya agar saya memilihkan batu untuknya.”
“Hehehe… Tidak apa-apa… Tidak apa-apa. Kamu sungguh sangat hebat. Lihatlah ini adalah batu kedelapan. Dari semua batu yang telah dipotong, semuanya berisikan giok bermutu tinggi dan menguntungkan.”
Mendengar kata-kata Fang Diwang yang memuji Wu Yuan, ekspresi Wu Yuan tampak biasa saja, karena dia telah mengetahui bahwa batu-batu yang dipilihnya, semuanya adalah batu yang berisikan giok bermutu tinggi.
Setelah semua batu yang dipilih oleh Wu Yuan untuk Fang Diwang dipotong oleh ahli pemotong batu, Fang Diwang sangat terkejut, karena tidak ada satupun batu yang dipilih oleh Wu Yuan yang menjadi sampah, semuanya berisikan giok bermutu tinggi dengan harga jual yang tinggi.
Pak Tua Fang Diwang pun dengan tanpa ragu-ragu mentransferkan uang ke rekening Wu Yuan sebanyak dua ratus juta Yuan, untuk upah memilihkan batu mentah saja. Karena keuntungan yang didapat oleh Pak Tua Fang Diwang melalui batu pilihan Wu Yuan, membuatnya untung sampai lebih dari satu miliar Yuan. Upah untuk Wu Yuan pun sebenarnya sangat sedikit. Tapi pada saat Fang Diwang ingin mengirim uang sebanyak lima ratus juta untuk Wu Yuan lagi, Wu Yuan menjadi sangat terkejut dan menolaknya.
“Pak Tua Fang, ini sudah berlebihan. Ya sudah, saya terima yang dua ratus juta Yuan, tapi itu sudah cukup. Tolong jangan dikirim lagi.”
“Nak Wu Yuan, terus terang saja, keuntungan yang kamu berikan kepada saya dengan memilihkan batu hari ini, membuat saya untung beberapa miliar Yuan. Dengan saya memberi dua ratus juta Yuan, itu sepertinya tidak adil bagi kamu.”
“Sudah adil… Sudah adil… Lagi pula, saya datang juga karena Pak Tuan Fang Diwang yang membawa saya, dan saya tidak mengalami kerugian sepeser pun.”
“Nak Wu Yuan, kamu tidak mengerti tentang gaji ahli pemilih batu di judi batu ini. Kalau gaji untuk seorang yang benar-benar ahli akan dibayar sebanyak satu miliar Yuan, itu adalah gaji paling kecil. Sedangkan persentase batu yang dipilih oleh ahli tidak akan pernah mencapai seratus persen. Seorang ahli top judi batu hanya memiliki delapan puluh persen persentase mendapatkan batu yang berisikan giok, itu bukan giok bermutu tinggi. Dan mereka tidak bertanggung jawab atas hasil dari batu yang mereka pilih, asalkan mereka telah selesai memilih batu mentahnya, maka orang yang memberi mereka pekerjaan harus seketika membayar gaji ahli tersebut. Sedangkan kamu memiliki persentase seratus persen dan hasil dari pilihan batu mu juga adalah batu giok dengan kualitas tinggi semua. Gaji kamu paling tidak kalau dibandingkan dengan ahli top adalah dua miliar Yuan.”
Wu Yuan tertegun mendengar penjelasan dari Fang Diwang, karena tidak menyangka bahwa upah seorang ahli pemilih batu mentah bisa sebesar itu. Tapi karena Wu Yuan berasal dari keluarga miskin dan tidak pernah mendengar uang segitu banyaknya, membuat Wu Yuan sedikit bergetar juga. Padahal kalau gaji Wu Yuan yang dibayarkan oleh Fang Diwang saat ini yaitu dua ratus juta Yuan, kalau dirupiahkan jumlahnya telah mencapai lima ratus miliar. Dan dengan uang segitu banyaknya Wu Yuan sebenarnya sudah mampu membeli sebuah rumah yang paling tidak sudah lumayan mewah di Kota Fongkai. Apalagi dia ditawari oleh Fang Diwang sebanyak satu miliar Yuan lagi, berarti kalau dirupiahkan sudah sebanyak dua koma lima triliun lebih. Tapi memang Wu Yuan masih terlalu polos dan tidak terlalu mengerti tentang arti uang dan kegunaannya di dunia modern ini.
“Itu… Saya rasa uang yang Pak Fang Diwang berikan sudah cukup banyak dan tidak akan habis saya gunakan beberapa puluh tahun.”
Mendengar kata-kata Wu Yuan, Fang Diwang tertawa sangat keras dan bahkan sampai memegang perutnya, sedangkan Nona Fang Ling yang merupakan cucu Pak Tua Fang Diwang hanya bisa tersenyum melihat kakeknya tertawa terbahak-bahak.
“Hehehe… Hahaha… Dasar bocah bodoh dan kamu terlalu polos.”
Mendengar kata itu, Wu Yuan mengerutkan dahinya dan bertanya.
“Maksud Pak Fang Diwang?”
“Hehehe… Nak Wu Yuan, coba kamu dengarkan dan direnungkan apa yang akan saya katakan ini. Saya ingin bertanya, kamu lihat orang-orang dan bos-bos besar itu?”
Wu Yuan menatap orang-orang kaya dengan pakaian rapi dan parlente sedang menunjuk sana-sini mengatur para pegawainya.
“Hmm… Ya, lalu?”
“Kamu lihat juga pekerja itu semua yang diatur oleh bos-bos itu.”
“Ya?”
“Kamu tahu kenapa para pekerja itu selalu menuruti apa pun yang diperintahkan oleh orang kaya itu, dan apakah kamu tahu kenapa?”
“Ya, sudah pasti kalau mereka tidak menurut, mereka tidak akan dibayar oleh bos-bos yang menggaji mereka.”
“Bagus… Jadi kamu tahu artinya mereka harus bekerja keras?”
Fang Diwang terus menerus mengarahkan percakapannya tentang arti uang kepada Wu Yuan dengan memberikan contoh sederhana.
“Hmm… Yah, mereka bekerja keras untuk mendapatkan uang, lalu apa hubungannya dengan saya?”
Wu Yuan pun tidak terlalu mendengar lagi apa yang ditanyakan oleh Fang Diwang dalam memberi pengertian kepadanya apa arti uang di zaman sekarang, karena saat ini Wu Yuan sedang merenungkan apa yang dikatakan oleh Fang Diwang dan dalam hatinya dia berkata.
“Ohh… Berarti, uang termasuk adalah alat untuk berkuasa. Para pekerja itu berusaha sekuatnya untuk memenuhi apa yang diinginkan orang kaya itu hanya demi uang. Begitu juga dengan Tuan Muda Cing Hau yang bisa memerintahkan para berandalan di karenakan dia memiliki uang, serta karena keluarganya kaya, sehingga dia disegani oleh orang lain yang lebih miskin. Itu artinya uang mempengaruhi banyak aspek dan hampir di semua aspek, uang sangat diperlukan.”
Tapi biarpun Wu Yuan tahu akan arti uang dengan lebih baik sekarang, namun dia tetap tidak serakah dalam menjalani hidup.