NovelToon NovelToon
CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rii Rya

dendam adalah hidupnya. Melindungi adalah tugasnya. Tapi saat hati mulai jatuh pada wanita yang seharusnya hanya ia jaga, Alejandro terjebak antara cinta... dan balas dendam yang belum usai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rii Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 28

Alejandro mematut dirinya di depan cermin, merapikan pakaian serba hitam. warna favoritnya.

Sorot matanya tajam dan penuh makna. Raut wajah misterius itu seakan tak pernah luntur sejak dirinya hidup di dunia gelap yang penuh darah.

Setelah mengenakan sarung tangan kulit berwarna hitam dan mengalungkan tanda pengenal di lehernya, pria itu menyudahi persiapannya. Ia menyambar kunci motor yang tergeletak di atas nakas, lalu segera pergi.

Wigantara Corporation

Alejandro melangkah cepat dan menempelkan tanda pengenal di palang pintu masuk. Langkahnya gesit, wajahnya tampak tenang, seolah tak ada satu pun yang mencurigai keberadaannya.

Ia memastikan keadaan sekitar sebelum menempelkan alat peretas ke pintu ruang CEO.

Klik!

Pintu terbuka tanpa peringatan.

Di saat yang hampir bersamaan, Diana Adhitama baru saja tiba di depan pintu masuk gedung, bersama beberapa pegawai dan empat bodyguard-nya. Kini Wigantara Corporation berada di bawah kendalinya sejak kematian sang suami.

Wanita berusia 39 tahun itu melangkah anggun. Warna marun selalu menjadi favoritnya. Suara high heels nya menggema di lorong menuju ruang utama.

Saat jemari tangan yang dihiasi cincin mahal menyentuh tombol sandi pintu, dia terdiam sejenak. Pintu itu… tak terkunci?

Tanpa membuang waktu, Diana masuk bersama keempat pengawalnya yang setia mengekor dari belakang.

Matanya terbelalak saat melihat seorang pria dengan lancang duduk di kursi kebesarannya.

Dengan nada geram, suaranya menggema, "Siapa kau? Lancang sekali masuk ke ruanganku!"

Alejandro memutar kursi perlahan, bersandar santai sambil menopang kedua kaki di atas meja, seakan kursi itu memang miliknya.

"Selamat pagi, Nyonya Diana yang terhormat," ucapnya dingin. Tapi di telinga Diana, kalimat itu terdengar seperti ejekan.

Para pengawal hendak maju, namun Diana menahan mereka dengan satu gerakan tangan, lalu memberi syarat agar mereka keluar.

Wanita itu melangkah mendekati Alejandro, menyentuh bahunya, lalu berjalan memutari kursi seakan ingin menggoda.

"Jadi ini kau... si bodyguard misterius yang rela menjaga gadis sialan itu," gumamnya sambil duduk di atas meja, menyilangkan kaki dan sengaja mengekspos kulit mulusnya.

Alejandro bangkit berdiri. Pandangannya menajam. Ia jijik dengan pemandangan murahan itu. Ia meraih sebuah pulpen emas dari kotak di atas meja, lalu memainkannya perlahan.

"Berhentilah mengganggu Elena," ucapnya dalam, tak memberi ruang untuk sanggahan.

Diana tertawa terbahak, namun tak lama ekspresinya berubah. Ia menyeringai, lalu mengeluarkan kotak rokok dari tas mahalnya. Setelah membakar ujung rokok, ia menghisap dalam-dalam lalu menghembuskan asap ke wajah Alejandro.

"Tak kusangka... ternyata kau sepeduli itu pada gadis itu. Dan aku tahu, salah satu anak buahku juga mati di tanganmu, Alejandro."

Ia mengangkat dagunya sedikit. "Aku bisa mengampunimu... asalkan kau melupakan tujuan awalmu datang ke tempat ini. Kau sangat tampan, Ikutlah bersamaku. Aku akan menjamin hidupmu, dan aku janji, gadis murahan itu bisa hidup aman."

Tangan Diana mulai lancang merayap ke dada bidang Alejandro.

Namun spontan, Alejandro mencengkeram pergelangan tangannya dan menghempaskannya kasar.

"Aaakh!" Diana meringis memegangi pergelangan tangan yang memerah. "Beraninya kau...!"

"Jangan menyebut orang lain murahan," gumam Alejandro, sarkastik, "sementara Anda sendiri lebih pantas jadi bahan obrolan murahan."

"Apa?! Kau bajingan rendahan!" teriak Diana. Matanya memerah, nyaris berkaca-kaca karena amarah.

"Aku akan tetap membalas perbuatan gadis itu! Dia yang membunuh Arthur, dan dia harus menyerahkan nyawanya sebagai gantinya!"

Alejandro tertawa getir. Jika saat ini lawannya seorang pria, mungkin leher orang itu sudah patah detik itu juga.

Tanpa aba-aba, Alejandro mencekik leher Diana dan mengangkat pulpen di tangannya, mengarahkannya ke mata wanita itu.

"Lalu bagaimana dengan semua perbuatan putra kesayanganmu itu?" desisnya tajam. "Dia menabrak mati seorang gadis dengan sengaja. Bukankah kematian juga pantas untuknya?"

Cengkeramannya menguat. Wajah Diana memerah. Napasnya mulai tersendat.

Tangan wanita itu meraba meja, berusaha menekan tombol darurat.

Tak lama kemudian, para bodyguard-nya masuk tergesa-gesa.

Mereka langsung menyerang Alejandro, tapi pria itu sigap. Refleksnya tak tertandingi. Dalam sekejap, Diana berada dalam sekapannya, dan ujung pulpen runcing itu menekan kulit leher wanita itu.

Diana menegang. Jantungnya berdetak tak karuan. Ia tak pernah mengira Alejandro bisa semenyeramkan ini.

"Kuperingatkan sekali lagi," ucap Alejandro pelan tapi mengancam. "Jangan pernah sentuh Elena. Di mana pun dan kapan pun. Aku tak peduli berapa banyak orang yang kau kirim untuk menghalangiku... mereka semua akan kembali padamu dalam keadaan membusuk jadi mayat."

Setelah kalimat itu meluncur tajam, Alejandro mendorong tubuh Diana. Wanita itu jatuh tersungkur di lantai.

"Habisi dia!" pekiknya histeris saat Alejandro hendak keluar.

Para pengawal menyerang dari berbagai sisi, namun Alejandro dengan tenang menghindar dan menangkis serangan bertubi-tubi itu dengan refleks secepat kilat.

Pukulan dan hantaman bertubi-tubi menghiasi wajah para bodyguard satu per satu. Alejandro melirik sarung tangan kulitnya yang kini bernoda darah, lalu menggerutu pelan,

"Sial, sarung tangan mahalku jadi kotor."

Ia menepuk-nepuk tangannya, mencoba menyeka noda itu dengan cepat.

Salah satu bodyguard bangkit dan bersiap menyerang kembali, namun Alejandro langsung melayangkan tendangan memutar. Kaki panjangnya menghantam dada pria itu, membuat tubuhnya terhempas keras hingga membentur dinding.

Dengan senyum miring, Alejandro menatap wajah pias Diana.

"Lain kali, cari bodyguard yang benar... bukan yang letoy seperti ini."

Tanpa menunggu reaksi, Alejandro berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Diana yang kini meledak-ledak oleh amarah.

Wanita itu mengumpat panjang-pendek, sementara para bodyguard-nya yang babak belur hanya bisa menunduk diam, tak berani membela diri.

Pukul 21.15 malam.

Elena baru saja turun dari bus setelah seharian mencari referensi buku di berbagai perpustakaan kota. Ia mencari segala hal tentang dunia tinju demi memperdalam lukisan yang akan ia tuangkan ke atas 300 kanvas.

Suasana di sekelilingnya tampak sepi. Gang yang dilaluinya sedikit gelap. Gadis itu merapatkan jaket, mempercepat langkah. Hanya suara sepatu putihnya yang terdengar bergema, ditemani gesekan kantong plastik berisi buku.

Tiba-tiba, Elena berhenti. Di bawah

cahaya lampu jalan yang berwarna kekuningan, ia melihat bayangan seseorang di belakangnya.

Ia menarik napas dalam, mencoba tenang. Tangannya menggenggam erat kantong plastik itu. Tapi jantungnya sudah berdegup kencang dan tubuhnya mulai gemetar. Ia mempercepat langkah, sesekali menoleh ke belakang.

Namun saat ia menoleh, sosok itu menghilang. Lalu muncul lagi. Mengikutinya.

Rumah sewanya masih cukup jauh. Elena memutuskan untuk berlari. Namun tiba-tiba, sebuah tangan menariknya dan membekap mulutnya, menyeretnya ke sudut sebuah rumah kosong yang tampak gelap tak berpenghuni.

Elena ingin berteriak, tapi suara yang familier membuatnya terkejut.

"Elena, ini aku, Alejandro."

Pria itu menatapnya khawatir. Elena segera menepis tangan Alejandro yang masih menutup mulutnya.

"Kau?!" suaranya tercekat. Air matanya mulai menggenang.

"El, kembalilah ke Villa. Di luar terlalu berbahaya untukmu," ujar Alejandro dengan suara tenang, sangat tenang.

Elena menggeleng, bibirnya menyungging senyum kecut. "Berbahaya? Kaulah yang paling berbahaya, Alejandro!" bentaknya, napas tersengal, matanya basah menahan amarah.

"Kau salah paham. Tolong, izinkan aku menjelaskan semuanya... aku mohon." Alejandro merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada. Suaranya tulus, nyaris putus asa.

"Sudah cukup. Aku tidak bisa mempercayaimu lagi. Terlalu banyak rahasia yang kau sembunyikan dariku," Elena mundur, selangkah demi selangkah.

Alejandro mengusap wajahnya dengan kasar, napasnya tertahan sebelum akhirnya menghela panjang.

"Dasar keras kepala. Tak ada pilihan lain selain membawamu," gumamnya pelan tapi tegas.

Dengan satu gerakan cepat, ia menarik tubuh mungil Elena ke pelukannya dan langsung menggendongnya di bahunya. Tubuhnya sempat goyah karena luka di bahunya masih basah dan perih, namun ia tetap melangkah dengan mantap.

"Al! Turunkan aku! Kalau tidak, aku akan teriak!" ancam Elena, panik dan gelisah.

"Teriaklah. Tak akan ada yang mendengarmu. Dan kalaupun ada, mereka tak akan peduli," jawab Alejandro datar, nyaris menyebalkan.

Elena memukuli punggungnya dengan kedua tangan, berteriak sekuat tenaga. Tapi tak ada siapa pun di jalanan gelap itu. Hening. Dan Mencekam.

"Berhentilah berteriak dan memukulku. Tenagamu bisa habis nanti," ujar Alejandro, tetap santai seolah ia tak sedang menculik gadis itu.

"Aku akan diam... tapi turunkan aku dulu," ucap Elena, suaranya melembut, mencoba mengelabui Alejandro.

Alejandro mengerutkan kening, namun akhirnya menurunkannya. Begitu gadis itu berdiri, ia langsung menunjuk ke belakang Alejandro.

"Lihat! Di belakangmu!"

Alejandro terkekeh. "Itu tipuan murahan tahun 90-an, Elena. Kau pikir aku akan tertipu?"

Tapi belum sempat ia lanjutkan, Elena menghentakkan kakinya keras ke sepatu Alejandro.

"Akh!" pekik Alejandro.

Tanpa membuang waktu, Elena lari sekencang mungkin ke arah sebaliknya.

Alejandro terdiam sejenak, tidak percaya dengan yang baru saja terjadi. Namun dengan cepat ia mengejarnya dan berhasil menangkap Elena kembali.

"Tertangkap!" katanya sambil menggendong Elena lagi ke bahunya.

"Kau menyebalkan!" seru Elena, setengah menangis karena kesal.

Sementara itu, Alejandro hanya tertawa puas, membiarkan gadis itu terus mengomel tanpa henti di pundaknya.

1
Mamimi Samejima
Terinspirasi
Rock
Gak nyangka bisa sebagus ini.
Rya_rii: terima kasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!